3/5
Action
Adventure
Based on TV show
Franchise
Hollywood
Pop-Corn Movie
Reboot
Remake
Robot
SciFi
Superheroes
Teen
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Saban's Power Rangers
Mereka yang pernah melewati era 90-an mustahil tidak mengenal Power Rangers. Ya, lima (kemudian
berkembang menjadi enam) remaja superhero ini menjadi salah satu icon 90-an
terbesar di negara manapun. Sejarah perkembangan TV show yang diadaptasi dari
acara TV Jepang Kyōryū Sentai Zyuranger
ini tergolong panjang hingga saat ini dengan berbagai variasi. Sempat diangkat
ke layar lebar dengan judul Mighty
Morphin Power Rangers: The Movie (1995)
di bawah bendera Fox, baru di tahun 2014 lalu Saban Capital Group selaku creator
tertarik untuk me-reboot franchise lawas ini kembali untuk generasi kini di
bawah bendera Lionsgate yang memang tengah mencari peluang franchise baru.
Naskahnya dipercayakan kepada John Gatins (Coach
Carter, Real Steel, Flight, Need for Speed, dan terakhir, Kong:
Skull Island), sementara bangku penyutradaraan diserahkan kepada Dean
Israelite yang kita kenal lewat Project
Almanac.
Meski bintang-bintang muda yang ditunjuk mengisi peran-peran
utama tergolong pendatang baru tapi setidaknya punya kiprah yang cukup,
misalnya Dacre Montgomery yang kita lihat di serial Stranger Things, Naomi Scott dari The 33, RJ Cyler dari Me and
Earl and the Dying Girl, Becky G yang lebih kita kenal sebagai penyanyi,
dan aktor Cina, Ludi Lin, yang tampil di Monster
Hunt. Pemeran-pemeran pendukungnya pun tak kalah menjanjikan. Mulai
Elizabeth Banks, Bill Hader, hingga Bryan Cranston. Materi promo awal sempat
terkesan gelap, tapi semakin lama semakin menunjukkan sisi fun, selayaknya
versi serial TV-nya dulu, membuat penggemar lawas semakin penasaran untuk
bernostalgia di versi bartajuk Saban’s
Power Rangers (SPR) ini.
Lima siswa SMA Angel Grove yang sedang menjalani detensi
(hukuman); Jason, Billy, Kimberly, Trini, dan Zack menemukan koin-koin Power di
sebuah tambang emas yang terbengkalai. Ketika dikejar-kejar polisi dan berakhir
dengan sebuah kecelakaan mobil, barulah disadari bahwa koin-koin tersebut
membawa kekuatan tertentu bagi mereka berlima. Benar saja, mereka berlima
terpilih menjadi Power Rangers oleh Zordon dan asisten setianya, Alpha 5. Power
Rangers adalah pasukan yang sudah ada sejak jaman prasejarah untuk melindungi
bumi dari kekuatan jahat yang berniat menguasai. Urgensi kelimanya belajar
menjadi Power Rangers menjadi lebih besar setelah menyadari Rita Repulsa, salah
satu mantan Power Rangers di masa lalu, mengincar Zeo Crystal untuk menguasai
dunia. Menjadi Power Rangers ternyata bukan tugas mudah, bahkan sekedar untuk
‘berubah’. Dari lima remaja yang belum saling mengenal hingga harus menjadi tim
yang solid, Power Rangers harus berusaha lebih keras lagi.
Sebagai sebuah reboot untuk generasi yang sama sekali berbeda
sekaligus sajian nostalgia, SPR punya beban tugas yang tak mudah. Terutama-tama
karena pergeseran selera yang mungkin menganggap Power Rangers versi 90-an
sudah terlampau campy dan tidak lagi keren bagi remaja (atau sekalipun bagi
anak-anak) jaman sekarang. Maka ia mencoba untuk mempertemukan kedua elemen
yang berbeda menjadi satu adonan baru. Konsep ‘pemersatu’ a la The Breakfast Club adalah ide yang
sangat baik untuk memepertemukan karakter-karakter yang sama sekali berbeda
dengan efektivitas waktu dan proses. Konsep besar tentang sejarah Power Rangers
yang di-estafet-kan dari generasi ke generasi a la Charlie’s Angels (bahkan Rita Repulsa dibuat sebagai mantan ranger
yang membelot, mengingatkan saya akan premise Charlie’s Angels: Full Throttle) pun menjadi penyambung sekaligus
alasan yang masuk akal untuk bisa terus mengembangkan franchise Power Rangers
hingga bergenerasi-generasi berikutnya. Pemilihan karakteristik para anggota
Power Rangers pun cukup beragam sesuai perkembangan jaman, termasuk autistik
dan sexuality-confusion (yang untungnya ditampilkan dengan cukup halus dan
natural sehingga masih tergolong aman untuk penonton pra-remaja), tapi masih
mempertahankan nama-nama karakter asli dari versi serial yang sudah terlanjur
membumi bagi jutaan penggemarnya. Masih ada update desain produksi dan karakter
yang juga mengikuti perkembangan jaman (terutama yang paling menjadi favorit
saya, visualisasi sosok Zordon) yang tak kalah mumpuni dengan masih
meninggalkan ‘jejak-jejak’ versi 90-an. Kesemuanya terasa seperti sebuah fusion
lintas generasi yang patut diapresiasi dan at some point, masih cukup berhasil
menjalankan fungsinya.
Upaya pembangunan dari awal yang cukup detail ini bukan tanpa
konsekuensi. Porsi proses sebelum menjadi Power Rangers yang nyaris 70% dari
durasi harus diakui kelewat banyak. Sebagai pondasi franchise yang baru, bagus
dan kuat, tapi sebagai kesatuan film bisa mempengaruhi mood sepanjang film.
Jangan heran jika ada penonton yang berceletuk, “kapan berubahnya ini?”. Namun
ketika ‘saatnya beraksi’, SPR mengerahkan segala ekspektasi penonton akan film
aksi superhero yang sebenarnya tergolong mediocre tapi cukup seru, lengkap dengan robot raksasa dan Megazord, serta tentu
saja theme song Go Go Power Rangers yang
legendaris. Tak ketinggalan pula cameo dua karakter dari versi serial dan
mid-credit scene yang memberikan hint akan ‘what’s next’ yang pastinya membuat
penonton dari generasi serial bersorak-sorai.
Aktor-aktris pemeran karakter sentral sebenarnya sangat
all-American-boy-and-girl yang kurang noticeable tanpa atribut warna penanda
masing-masing. Untungnya kelimanya tampil cukup memikat dalam menghidupkan
peran masing-masing, mulai Dacre Montgomery, Naomi Scott, RJ Cyler, Becky G,
sampai Ludi Lin. Sehingga dengan konsistensi, bukan tak mungkin kelimanya akan
punya penampilan dan kekhasan yang semakin matang di installment-installment
berikutnya. Bryan Cranston memasukkan kharisma yang sesuai untuk karakter
Zordon, sementara Elizabeth Banks memberikan keseimbangan antara kharisma
villainous, keanggunan, serta sensualitas yang menarik. Begitu juga Bill Hader
yang mengisi suara Alpha 5 dengan konsistensi terjaga dari versi serialnya.
Teknis SPR memang tak ada yang benar-benar istimewa, tapi
kesemuanya lebih dari cukup sesuai kebutuhannya. Misalnya sinematografi Matthew
J. Lloyd yang cukup efektif dalam bercerita termasuk untuk adegan-adegan
aksinya. Camera work terutama untuk adegan kecelakaan mobil memberikan kesan
yang dahsyat. Editing Martin Bernfeld dan Dody Dorn pun masih menjaga pace
secara pas di balik porsi ‘proses pra-‘ yang lebih dominan. Music score dari
Brian Tyler mampu meneruskan warisan original score versi serial dengan
sentuhan ornamen serta elemen yang lebih kekinian. Lebih dari cukup untuk
memperkuat adegan-adegan sehingga terkesan lebih ‘megah’. Pemilihan soundtrack
populer seperti Handclap dari Fitz
and The Tantrums, Power dari Kanye
West, dan Give It All dari With You
featuring Santigold & Vince Staples yang mengambil sampling dari salah satu
‘lagu wajib’ dari franchise Power Rangers,
The Power, semakin menambah keasyikan
film sesuai dengan era kini.
Sebagai installment pertama dari franchise yang direncanakan
(semoga hasil box office-nya memuaskan sehingga rencana pengembangan franchise
ini tetap jalan), SPR mungkin masih belum menemukan formula serta porsi yang
pas. Apalagi ada beban pembangunan konsep yang cukup detail dari awal lagi yang
ternyata ditampilkan dengan baik meski berpengaruh pada mood keseluruhan film.
Directing Israelite terutama untuk action part masih perlu dipertajam lagi
untuk menghasilkan adegan-adegan aksi yang lebih remarkable atau setidaknya,
lebih intense. Namun for nostalgia sake, SPR masih sangat layak. Semoga saja
mendapatkan treatment pengembangan yang lebih solid di installment-installment
berikutnya.
Lihat data film ini di IMDb.