5/5
Asia
Comedy
Drama
feminism
Franchise
Hindi
Musical
Pop-Corn Movie
Romance
satire
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Badrinath Ki Dulhania
[बद्रीनाथ की दुल्हनिया]
Jika memperhatikan tema sinema Hindi beberapa
tahun terakhir, Anda akan kerap menemukan tema feminisme atau women
empowerment. Selain tingginya kasus pelecehan terhadap wanita yang sempat
menjadi isu internasional yang hangat, masyarakat India tampaknya masih banyak
yang menganut budaya tradisional yang cenderung memposisikan wanita di bawah
kaum pria. Sutradara/penulis naskah Shashank Khaitan yang tahun 2014 lalu sukes
menghantarkan film komedi romantis, Humpty
Sharma Ki Dulhania (HSKD), menjadi box office besar dan semakin
melambungkan pasangan Varun Dhawan dan Alia Bhatt setelah breathrough
performance di Student of the Year,
turut mengikuti jejak trend ini. Produser Karan Johar memberikan lampu hijau
kepada Khaitan untuk mengembangkan HSKD menjadi sebuah franchise. Badrinath Ki Dulhania (BKD – yang dalam
bahasa Inggris punya arti harafiah ‘The Bride of Badrinath’) bukanlah sebuah
sekuel langsung dari HSKD meski masih mengusung Dhawan-Bhatt sebagai pasangan
utama. Lebih merupakan kesatuan franchise dengan persamaan tema tapi cerita
yang sama sekali berbeda, seperti halnya Kahaani
dan Jolly LLB.
Badrinath Bansal dibesarkan di lingkungan
keluarga yang masih memegang teguh persepsi masyarakat tradisional India di
Jhansi. Anak laki-laki diibaratkan aktiva tetap yang kehadirannya
dinanti-nantikan keluarga India manapun, sebaliknya anak perempuan dianggap
sebagai ‘pasiva tetap’ yang dihindari. Ketika mencapai usia yang dianggap tepat
untuk menikah, keluaraga pihak perempuan justru yang harus melamar pihak pria dengan
mas kawin. Badrinath bersikeras tak ingin dinikahkan dengan pilihan orang tua
seperti halnya yang terjadi pada sang kakak, Alok yang tampak tak bahagia. Pilihan
hatinya jatuh kepada sosok wanita rebel yang tampaknya punya pemikiran yang
sejalan dengannya, Vaidehi Trivedi. Sayang, selain masih trauma dengan hubungan
sebelumnya, Vaidehi memutuskan untuk tidak menikah sebelum kakaknya
perempuannya. Segala cara dilakukan Badrinath demi bisa menikahi Vaidehi,
termasuk memanfaatkan kebiasaan masyarakat Jhansi pada umumnya yang juga dianut
kedua orangtuanya. Namun setelah semua hampir berhasil dan berakhir bahagia,
Vaidehi mengambil keputusan besar yang mengejutkan semua pihak.
Dibuka dengan metafora dan berbagai
sindiran-sindiran masyarakat India pada umumnya yang ‘keras’ namun masih penuh
hormat dan menggelitik, kisah asmara standard Bollywood a la ‘a boy meet a
girl’ mulai bergulir manis kemudian. Tentu kekuatan utamanya terletak pada
penampilan Varun sebagai Badrinath dan Alia sebagai Vaidehi beserta dengan
chemistry luar biasa keduanya. Karakter-karakter yang memang ditulis dengan
teramat baik, terutama perbedaan besar antara Badrinath dan Vaidehi kendati
sekilas terkesan sama-sama rebel. Meski menentang adat kebiasaan masyarakat,
Badrinath masih memanfaatkannya untuk mendapatkan Vaidehi, sementara Vaidehi
sendiri digambarkan punya tekad yang lebih kuat dan lebih konsisten. Proses
pertemuan Badrinath dan Vaidehi hingga bertemu di satu titik seiring dengan
perkembangan masing-masing karakter disusun dengan mulus, natural, dan logis.
Tema women empowerment yang mencoba mendobrak pola pikir tradisional masyarakat
pun dilakukan dengan teramat halus. Seolah mengajak penonton untuk benar-benar
merasakan dan merefleksikan tentang subjek yang diangkat. Hingga klimaks yang
memberikan konklusi dengan rekonsiliasi memuaskan semua pihak, termasuk kaum
tradisional yang sejak awal menjadi ‘bulan-bulanan’ sindiran film. Menjadikan
BKD tak hanya sebuah komedi romantis satire yang cerewet dan penuntut, tapi
juga merekonsiliasi kesemua pihak dengan hati yang besar serta hangat.
Menggelitik pun juga cerdas.
Tak perlu meragukan lagi kualitas akting
sekaligus chemistry yang dijalin oleh Varun Dhawan dan Alia Bhatt kendati
sebenanya masing-masing masih memainkan peran tipikal. Varun sebagai pria yang
‘agak kurang cerdas’ tapi bermodalkan nekad, sementara Alia sebagai wanita
modern cerdas. Di BKD, image tersebut terpatri makin jelas dan kuat pada diri
Alia. Pemeran-pemeran pendukung pun diberikan porsi yang pas untuk menjadi
noticeable atau bahkan menancap dalam ingatan penonton untuk waktu yang cukup
lama, terutama Sahil Vaid sebagai tokoh komedik, Somdev yang mengingatkan saya
akan sosok Jack Black maupun Zach Galifianakis.
Dari segi teknis, BKD lebih dari cukup dalam
menyampaikan kisahnya. Mulai sinematografi Neha Parti Matiyani yang mampu
‘bercerita’ dengan efektif sekaligus membuat nomor-nomor musikalnya terkesan
megah dan cantik, hingga editing Manan Sagar yang menjaga keseimbangan pace
tiap fase dan laju plot yang bergerak secara efektif. Sayangnya untuk urusan
nomor musikal, lagu-lagu yang dihadirkan masih terasa kurang memorable kendati
punya lirik-lirik yang bagus.
Melanjutkan sukses HSKD, BKD tampaknya juga
mendapatkan sambutan hangat dari penonton India maupun dunia. Dengan penampilan
serta chemistry manis dari Varun dan Alia yang masih terjaga, ditambah naskah
yang solid, termasuk dalam memasukkan isu-isu sosial terkini secara tajam dan cerdas,
tanpa kehilangan hati, serta humor-humor menggelitik yang memang terkesan
slapstick dan komikal tapi effortlessly hilarious, segala pujian dan kesuksesan
HSKD terasa begitu layak. Salah satu film Hindi terbaik dan terpenting di tahun
2017 ini.
Lihat data film ini di IMDb.