3.5/5
Asia
Based on Book
Crime
Horror
Investigation
Japan
murder
Mystery
Noir
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Museum
[ミュージアム]
Tokyo Metropolitan Police sedang digemparkan oleh kasus
pembunuhan berantai sadis yang meninggalkan petunjuk surat berisi ‘hukuman’
yang diterima oleh para korban. Detektif Hisashi Sawamura dan partnernya yang
masih muda dan baru, Junichi Nishino yang menyelidiki kasus ini menemukan pola
pada korban yang mengarah kepada kasus pembunuhan seorang gadis cilik beberapa
tahun yang lalu. Dari pola tersebut, Detektif Hisashi baru sadar bahwa sang
istri, Haruka, bisa jadi korban berikutnya. Semakin dipicu oleh waktu, Detektif
Hisashi nekad menangkap sang pelaku dengan caranya sendiri.
Museum (ミュージアム / Myûjiamu) yang diangkat dari manga berjudul sama karya Ryôsuke Tomoe tahun 2013 ini sejatinya tak
beda jauh dari formula bangunan plot thriller investigasi pembunuhan berantai
pada umumnya. Bahkan setup cerita dimana orang yang dekat dengan penyelidik
berpotensi menjadi korban berikutnya. Menurut saya, Museum bak Se7en yang
digabungkan dengan elemen-elemen dari Saw.
Tak hanya sekedar thriller investigasi dengan kreativitas kesadisan yang bikin
penasaran dan menggerakkan plot menjadi menarik untuk diikuti perkembangannya,
maupun keterlibatan emosi antar karakter yang membuat plot semakin dilematis,
tapi juga nilai-nilai yang ingin dituju dari aksi pembunuhan yang dilakukan si
pelaku. Mengingatkan akan Saw bukan?
45 menit pertama
perkembangan plot Museum ditata
dengan begitu padat dan intens. Bahkan bisa kasus sebenarnya bisa terkuak pada
45 menit pertama tersebut. Namun ternyata ia mencoba terlalu keras (dan
membuatnya memakan durasi terlalu lama) untuk memasukkan aspek emosional
pribadi karakter Hisashi Sawamura ke dalam kasus pembunuhan yang ditanganinya.
Di sini kesa bertele-tele pun menjadi begitu terasa. Padahal rasa penasaran
penonton tersisa hanya pada pertanyaan: ‘apa motifnya?’. Pada akhirnya
pertanyaan tersebut memang terjawab dengan rasional, logis, dan sebenarnya punya nilai-nilai positif. Namun
tentu saja bisa disampaikan dengan intensitas dan kepadatan yang setara dengan
45 menit pertama sehingga pace perkembangan cerita bisa lebih konsisten
sepanjang durasinya yang mencapai 132 menit.
Penampilan cast Museum tak ada yang benar-benar istimewa
dengan kedalaman lebih. Bukan salah para aktor-aktrisnya, karena
karakter-karakter yang ada memang sekedar apa yang terlihat pada permukaan
terluar. Shun Ogiri sebagai Detektif Hisashi Sawamura yang mendapatkan porsi
terbesar cukup mampu mengundang simpati penonton kendati agaknya masih belum
mampu bertahan dalam ingatan untuk jangka waktu lama. Satoshi Tsumabuki yang mengisi
peran pelaku menjadi rival yang seimbang dengan Hisashi. Setidaknya kebengisan
dan pain yang ia rasakan sebagai motivasi aksinya ditunjukkan dengan cukup
jelas dan convincing. Shūhei Nomura sebagai Junichi Nishino dan Machiko Ono
sebagai Haruka memberikan performa yang fair sesuai dengan porsi peran
masing-masing.
Teknis Museum cukup mendukung nuansa noir
thriller yang diusung. Mulai sinematografi Hideo Yamamoto dengan camera work
yang kerap bikin penasaran dengan timing yang serba tepat, editing yang mampu
meng-create intensitas sedemikian rupa di paruh pertama, kendati mulai perlahan
di paruh kedua yang sejatinya bukan kesalahan editing, tapi perkembangan plot
yang memang sudah terlalu bertele-tele. Setidaknya editing masih menjaga pace
cerita pada paruh kedua menjadi tetap enjoyable sesuai turnover perkembangan
plot, tak terkesan terlalu terburu-buru. Desain produksi Toshihiro Isomi pun
eye-catchy dengan nuansa noir tanpa meninggalkan corak budaya tradisional dan
modernitas a la Jepang. Scoring Taro Iwashiro mendukung intensitas adegan dan
memberi warna tersendiri ke dalam bangunan nuansa noir-nya. Sedikit komplain
pada sound mixing, terutama pada kanal center dimana terletak sebagian besar
dialog utama yang terdengar kurang crisp dan clear. Sementara pembagian kanal surround
dimanfaatkan dengan cukup baik meski tak sampai terdengar dahsyat membombardir
seisi ruangan auditorium.
Bagi penggemar
genre thriller investigasi pembunuhan berantai yang kini makin jarang ada, Museum bisa jadi pemuas dahaga, a rare
gem. Memang kebanyakan formulaic, tapi setidaknya masih mampu menggerakkan
plotnya dengan intensitas yang tertata baik, pun juga bikin penasaran. Paruh
kedua memang jadi jauh lebih bertele-tele, tapi jika Anda cukup sabar untuk
mengikutinya, ia masih menyimpan konklusi yang menarik dan bisa jadi bahan
kontemplatif tersendiri.
Lihat data film ini di IMDb.