3/5
Asia
Comedy
Drama
Fantasy
Hindi
parallel plot
Pop-Corn Movie
Romance
supernatural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Phillauri
[फिल्लौरी]
Aktris cantik Bollywood, Anushka Sharma,
sudah membuktikan diri mampu menjadi produser film lewat NH10 (2015) lalu. Kini ia kembali memproduseri sebuah film layar
lebar yang juga ia bintangi sendiri, Phillauri.
Menggandeng Suraj Sharma yang kita kenal sebagai Pi Patel di Life of Pi (2012) dan Diljit Dosanjh (Udta Punjab), Phillauri menjadi debut penyutradaraan dari Anshai Lal yang
sebelumnya menjadi asisten sutradara kedua di Dostana (2008). Naskahnya disusun oleh Anvita Dutt yang kita lihat
karyanya di Shaandaar, Baar Baar Dekho, dan dialog di Queen. Dengan dukungan nama-nama ini, Phillauri berpotensi menjadi sajian yang
menarik, apalagi premise-nya yang seolah menyindir tradisi lama masyarakat
India.
Kanan, seorang pemuda yang sempat mengadu
nasib di Kanada memutuskan untuk pulang ke India untuk menikahi kekasihnya,
Anu, setelah menjalin hubungan sejak sekian lama. Sayangnya menurut pendeta,
waktu kelahiran Kanan bisa membawa kesialan jika langsung menikahi Anu. Untuk
menetralisirnya, Kanan harus menikah dengan sebatang pohon. Paska upacara
pernikahan untuk menolak bala tersebut, Kanan mulai diganggu oleh sosok hantu
wanita bernama Shashi. Ternyata Shashi mendiami pohon yang dinikahi Kanan.
Dengan kata lain Kanan telah resmi menikahi Shashi dan mereka tak bisa saling
melepaskan diri sampai Kanan menemui ajal. Kanan yang awalnya sempat ragu-ragu
ntuk menikahi Anu semakin bertambah kalut dengan keadaan ini. Ia pun mencari
penyebab kematian Shashi dan cara untuk membebaskannya kembali ke alamnya.
Phillauri sebenarnya punya premise fantasi yang cukup unik dengan parallel
story-nya; masa lalu Shashi dan masa kini antara Kanan dan Anu. Namun parallel
story punya tingkat kesulitannya sendiri, terutama dalam menjaga keseimbangan
antara kedua plot dan bagaimana membuat plot-plot yang dihadirkan menjadi
saling relevan. Sayangnya kurang lebih sama seperti Mirzya yang juga punya pola penceritaan serupa, Phillauri masih belum mampu menjalankan
dua fungsi tersebut. Keduanya terasa saling tumpang tindih dan pada akhirnya
membuat plot masa kini tentang Kanan dan Anu menjadi kurang tergarap. Ini pula
yang membuat relevansi antara flashback kisah Shashi terhadap hubungan Kanan
dan Anu terasa kurang kuat jika tak mau disebut ‘dipaksakan’. Sebaliknya, laju
flashback kisah Shashi sendiri ternyata juga terkesan tersendat-sendat
gara-gara harus kembali ke penceritaan masa kini. Padahal jika mau dibuat
berdiri sendiri-sendiri, flashback kisah Shashi pun menarik. Untung saja ia
punya momen penutup yang tergarap dengan sangat baik sehingga setidaknya masih
memuaskan penonton, baik secara visual maupun emosi.
Selain itu, performa aktor-aktris-nya juga
masih cukup catchy dan membuat plotnya menjadi menarik untuk diikuti. Sebagai
lead, Suraj Sharma mungkin tak seperti kebanyakan lead male Bollywood yang
berwajah tampan dan bertubuh tegap. Namun dengan karakteristik yang lebih ke
arah comedic, ia masih mampu menarik perhatian penonton sepanjang film.
Sementara Anushka Sharma yang memang punya fisik rupawan dan kharisma akting
yang sudah kuat, dengan mudah mencuri perhatian penonton, baik sebagai hantu
Shashi di masa kini maupun Shashi ketika hidup sebagai manusia di masa lalu.
Chemistry yang dibangunnya bersama Suraj maupun Diljit Dosanjh pun terbangun
dengan baik.
Sinematografi Vishal Sinha menyuguhkan camera
work yang menarik untuk momen-momen dramatis dan fantasi-nya. Editing Rameshwar
S. Bhagat mungkin masih bisa membuat porsi kedua plot yang berjalan paralel
menjadi jauh lebih seimbang dan punya koneksi yang baik, tapi setidaknya masih
membuat alurnya cukup runtut untuk diikuti. Desain produksi Meenal Agarwal
menyuguhkan artistik setting sesuai kebutuhan, baik untuk setting masa kini
maupun masa lampau, termasuk desain kostum Veera Kapur yang tak kalah
detailnya. Sayangnya unsur musikal Phillauri
terasa sangat kurang. Tak hanya dari segi porsi tapi juga daya tancap dalam
benak yang kurang kuat, kendati punya lirik-lirik yang puitis dan indah.
Sebagai roman dengan bumbu fantasi, dan satir
sosial, Phillauri sebenarnya punya
potensi menjadi sajian yang menarik untuk disimak sekaligus punya makna yang
mendalam. Sayang treatment story-telling-nya masih belum mampu menanganinya
secara maksimal. Kendati demikian, Phillauri
masih layak untuk disimak, tentu tanpa ekspektasi yang muluk-muluk.
Lihat data film ini di IMDb.