2.5/5
Comedy
Drama
Fable
Family
Fantasy
Hollywood
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Nine Lives
Trend film keluarga dengan value tertentu dan melibatkan hewan
peliharaan memang sudah lama lewat. Apalagi dengan genre fantasi magis seperti
bertukar jiwa. Maka apa yang coba disajikan Nine
Lives (NL) di tahun 2016 ini bisa dibilang cukup berani dan langka di
tengah gempuran tema superhero. Mungkin bagi beberapa penonton mungkin tema
ringan seperti ini bisa menyegarkan setelah berpuluh-puluh tahun sirna. Tak
heran ketika dirilis berbarengan dengan Suicide
Squad di Amerika Serikat, ia masih mampu mengumpulkan US$ 10 juta saat
opening weekend. Total film produksi Perancis-Cina berbahasa Inggris ini
berhasil mengumpulkan US$ 50.5 juta di seluruh dunia dengan budget awal US$ 30
juta. Meski konsepnya sudah usang dan cenderung seperti film direct-to-video,
nama Barry Sonnenfeld (The Addams Family,
Get Shorty, franchise Men in Black, Wild Wild West) di bangku sutradara dan aktor-aktor populer seperti
Kevin Spacey, Christopher Walken, dan Jennifer Garner jelas menjadi daya tarik
tersendiri.
Tom Brand adalah taipan bisnis di New York yang workaholic
selalu punya ambisi untuk ‘lebih’ daripada taipan lainnya. Itulah mengapa istri
pertamanya, Madison, menceraikannya. Istri kedua, Lara Brand kini sedang
merasakan apa yang istri pertamanya dulu rasakan. Apalagi putrinya yang masih
berusia 11 tahun, Rebecca, haus akan perhatian dari sang ayah. Sementara itu
perusahaan Tom sedang di ujung tanduk karena Ian, salah satu manager teratas,
berniat untuk menguasai perusahaannya. Ia berusaha membunuh Tom ketika sedang
membawa seekor kucing sebagai kado ulang tahun Rebecca di tengah hujan lebat
dan petir menyambar. Ajaib, Tom gagal tewas. Sementara badannya dalam kondisi
koma, jiwanya justru merasuk ke dalam tubuh kucing yang ia bawa, Mr.
Fuzzypants. Segala upaya untuk memberi tahukan jati diri sesungguhnya kepada
keluarga tak mudah dengan tubuh kucing. Namun Tom justru sadar untuk lebih
memberikan perhatian kepada Rebecca dan Lara. Masalahnya kemudian, bagaimana
Tom bisa kembali ke tubuh manusianya.
Bagi yang punya banyak referensi film (terutama tema
keluarga), plot NL termasuk sangat mudah ditebak arahnya. Sejak baca
premise-nya saja pasti sudah bisa menebak ‘pesan moral’ yang coba disampaikan.
Yang (seharusnya) menjadi menarik adalah bagaimana film bisa memanfaatkan
upaya-upaya Tom dalam tubuh kucing untuk berkomunikasi dan beradaptasi menjadi
sajian penggelitik syaraf tawa. Bagi penyayang kucing, tentu apa yang disajikan
NL dengan mudah bikin berceletuk, “Awwww lucunya…”. Sayangnya, hanya sampai
sejauh itu saja kemampuan NL mengeksploitasi potensi-potensi humornya. Dengan
comedic-timing yang terlampau santai sehingga seringkali meleset dari tujuan
mengocok perut. Tak ada pula setup-setup yang memancing kejadian-kejadian
mendebarkan, exciting, tapi tetap fun. Kalau boleh jujur, sajian humor-humornya
hanya sampai sekelas film direct-to-video atau FTV. Ekspresi wajah si kucing
dan gerak bibir pun tak diberi effort lebih sekedar sebagai gimmick cuteness
tambahan.
Tak sampai di situ saja. NL menyelipkan sub-plot tentang
kondisi perusahaan Tom Brand yang terlalu banyak menyita durasi. Bahkan bisa
dikatakan lebih mendominasi sehingga plot keluarga, terutama momen antara Tom-Rebecca-Lara,
yang seharusnya menjadi plot utama jadi terasa sebagai sub-plot semata.
Intriknya terlalu rumit dan berat untuk film keluarga, apalagi bagi penonton
cilik yang jelas tak tertarik dengan tema seperti ini. Diperparah pula dengan
proses kembalinya Tom ke tubuh manusia yang terkesan terlalu menggampangkan dan
tak se-masuk akal proses masuknya roh Tom ke tubuh kucing. Well, I know it’s in
term of fantasy, tapi tetap ada konsep yang setidaknya bisa dibayangkan
ketimbang sekedar ‘asal balik’. Wrap up yang biasanya mampu menggali emosi dan
keharuan penonton di film-film bertema serupa, juga gagal dihadirkan di NL. Kesemuanya
seperti sekedar lewat begitu saja, tanpa kesan apa-apa.
Kevin Spacey tak memberikan sesuatu yang istimewa ataupun unik
ke dalam karakter Tom Brand. Masih karakter tipikal seperti di Horrible Bosses. Not that he’s no good
at it, tapi dengan reputasinya yang demikian tinggi, ini jelas bukan peran yang
notable maupun memorable. Begitu juga Jennifer Garner sebagai Lara, si cilik,
Malina Wellsman sebagai Rebecca, maupun Talitha Bateman sebagai Nicole. Cheryl
Hines sebagai Madison sedikit lebih menarik. Kemudian ada Robbie Amell sebagai
David Brand dan Mark Consuelos sebagai Ian Cox yang lebih menarik perhatian
karena faktor porsi yang memang lebih banyak. Terakhir, Christopher Walken
sebagai Felix Perkins yang nyentrik sebenarnya cukup menarik. Sayang karakternya
tak dibekali gimmick lebih supaya terasa lebih memorable.
Teknis NL pun tak menawarkan sesuatu yang istimewa. Mulai
sinematografi Karl Walter Lindenlaub yang lebih terasa seperti film
direct-to-video, sampai editing Don dan David Zimmerman yang sekedar
menjalankan plot tanpa taste lebih, meski banyak comedic moment yang missed
mungkin bukanlah kesalahan mereka. Desain produksi Michael Wylie sangat
terlihat dilakukan di studio seperti serial TV. I don’t know if it’s in purpose
sebagai konsep visualnya. Scoring music dari Evgueni dan Sacha Galperine memang
memberikan sedikit nuansa witty dan playful, tapi nyatanya tak banyak membantu
menambahkan fun-factor film secara keseluruhan. Mungkin hanya nomor Three Cool Cats dari The Coasters yang
membekas pasca film berakhir.
Sebagai sebuah komedi keluarga ber-value (baca: pesan moral),
NL gagal di cukup banyak aspek. Mulai sub-plot tentang bisnis yang terlalu
berat dan mendominasi sehingga mendistraksi plot utamanya, sampai momen-momen
comedic maupun family warmth yang missed, jatuh menjadi biasa-biasa saja. Namun
jika melihat tingkah lucu kucing saja sudah cukup bagi Anda, maka tak ada
salahnya menikmati NL tanpa ekspektasi apa-apa. Siapa tahu masih bisa menghibur
Anda setelah stres seharian menjalani rutinitas sehari-hari.
Lihat data film ini di IMDb.