3/5
Asia
Crime
Drama
Gore
home invasion
murder
Pop-Corn Movie
Psychological
serial killer
Socio-cultural
Teen
Thailand
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
#Grace
[Awasarn Lok Suay /
อวสานโลกสวย]
Social media dan cyberbullying memang bisa jadi materi film
thriller/horror yang menarik. Setelah Unfriended
(2014) yang berhasil mencekam saya dengan treatment yang ‘terbatas’, Kantana
Motion Pictures, PH asal Thailand, tahun ini menawarkan gory thriller yang juga
mengangkat fenomena cyberbullying dan social media. Meski konsepnya tidak
‘online’ sepenuhnya seperti Unfriended,
film bertajuk #Grace (judul asli Awasarn Lok Suay) memadukan tema teenage
dengan home invasion thriller bermotifkan perebutan popularitas. Ditulis dan
disutradarai oleh pendatang baru, Ornusa Donsawai dan Pun Homchuen, #Grace didukung oleh bintang-bintang
muda, seperti Apinya Sakuljaroensuk (4bia, Friendship), Nutthasit Kotimanuswanich
(11-12-13-Rak Kan Ja Tai), Napasasi
Surawan (The Ugly Duckling), dan
Hataichat Eurkittiroj (3 A.M. Part 2,
Ghost Coins).
Grace, gadis SMA yang gemar membuat kostum cosplay bertemu
dengan Jack yang pervert dan juga suka cosplay. Tak hanya sering membuat kostum
untuk Jack, Grace akhirnya juga mengenal sosok Care, seorang selebriti internet
yang terkenal karena fan-fiction berjudul Summer
Trick yang ditulis oleh sahabatnya, Ple. Didorong oleh kecemburuan dan iri
hati, Grace membujuk Jack untuk mau menyekap Care. Pada hari yang sudah
direncanakan, ternyata Care tak sendirian. Ada pula Ple yang akhirnya ikut
diculik. Mulailah Grace menjalankan misi ‘balas dendam’ dan obsesinya untuk
menggapai popularitas di dunia maya.
Kisah #Grace
sebenarnya tak terlalu istimewa. Film remaja bertema home
invasion/penculikan/penyekapan/penyiksaan dengan motif balas dendam maupun
perebutan popularitas sudah sering diangkat. Begitu pula medium Facebook yang
juga sudah sering dipakai. Namun mau bagaimana lagi. Facebook (masih menjadi)
platform paling populer di seluruh dunia. Tak jadi masalah sebenarnya, selama
plot yang dijalin tetap menarik untuk disimak.
#Grace menyusun
plotnya lewat flashback-flashback yang peletakannya cukup acak dan
batasan-batasan dengan current time yang agak samar. Awalnya tentu struktur
timeline yang sekilas terkesan berantakan ini membingungkan. Penonton pun
dibuat bertanya-tanya tentang detail-detail cerita yang terkesan tak cukup
kuat, terutama dari segi motivasi karakter. Namun seiring dengan laju plot,
detail-detail cerita pun mulai terjelaskan dan pada akhirnya mampu menggugah
pikiran saya tentang dampak psikologis dari fenomena online celebrity. Mungkin
apa yang terjadi di #Grace terkesan
the most extreme that could’ve happened, tapi tetap bisa saja benar-benar
terjadi di dunia nyata. Lebih dari itu, saya juga merasakan #Grace mencoba menunjukkan betapa
mudahnya manusia terpicu untuk menghabisi seseorang. Tak hanya dari karakter
Grace, tapi juga Care yang di sini sebenarnya diposisikan sebagai korban.
Sebagai sajian gore, #Grace
pun lebih dari cukup untuk memuaskan penggemarnya. Adegan-adegan berdarah
tersebar di hampir sepanjang film dan tersaji dengan intensitas yang cukup
terjaga pula.
Apinya Sakuljaroensuk sebagai Grace yang porsinya paling
banyak menjadi daya tarik utama penonton. Sosok ‘sakit jiwa’-nya dihidupkan
dengan kuat. Tekanan-tekanan yang menjadi motivasi utama karakternya melakukan
kejahatan cukup bisa dirasakan pula lewat ekspresi wajahnya. Nutthasit
Kotimanuswanich sebagai Jack tak buruk, tapi juga tak tampil begitu istimewa.
Ini juga karena faktor penulisan karakter dan porsi yang memang tergolong biasa
saja. Sementara Napasasi Surawan sebagai Care mampu menjadi rival head-to-head
yang seimbang untuk Apinya dengan transformasi karakter yang baik.
#Grace punya
sinematografi yang tak terlalu istimewa. Cenderung punya cita rasa FTV atau
film video, tapi setidaknya masih mampu menuangkan cerita dengan jelas dan
adegan-adegan thriller yang efektif. Editing masih jauh dari kesan ‘rapi’,
terutama dalam menyusun struktur dan flashback yang seharusnya bisa dibuat
lebih nyaman diikuti. Musik dari Chatchai Pongprapaphan juga tak istimewa, tapi
cukup dalam membangun suasana ketegangan sepanjang film. Sayang, sound design
hanya memanfaatkan kanal front dan center. Fasilitas surround seolah tak
termanfaatkan sama sekali.
Dengan mengangkat fenomena social media dan cyberbullying
lewat kemasan gory home invasion thriller, #Grace
cukup menarik dan seru untuk diikuti kendati perlu sedikit kesabaran. Look
deeper, ia mampu mengusik benak saya akan dampak psikologis dan the worst
possibility that could’ve happened in real world terkait popularitas di dunia
maya. Namun jika Anda sekedar mencari hiburan thriller yang berdarah-darah, #Grace menjadi pilihan yang menarik.
Lihat website resmi film ini.Lihat data film ini di IMDb.