The Jose Flash Review
Sleepless

Sudah menjadi rahasia umum bahwa keberadaan oknum polisi korup selalu ada di belahan dunia manapun. Tak terkecuali Amerika Serikat yang notabene paling superior untuk urusan pertahanan keamanan. Maka keberadaan tema good cop-bad cop dalam film akan selalu ada untuk diangkat. Upaya terbaru adalah remake dari film Perancis, Nuit Blanche (2011) yang juga pernah di-remake oleh Tamil dengan judul Thoongaavanam (2015). Mengambil judul Sleepless, adaptasi Hollywood ini mendapuk Jamix Foxx sebagai lini terdepannya, sementara bangku penyutradaraan dipercayakan kepada sutradara Swiss, Baran bo Odar yang kita kenal lewat Who Am I - Kein System ist sicher, yang mana ini merupakan debutnya di Hollywood. Adaptasi naskahnya disusun oleh Andrea Berloff yang pernah menjadi nominee Oscar untuk naskah Straight Outta Compton. Dengan nama-nama yang menjanjikan ini, Sleepless seharusnya bisa jadi action-thriller yang menarik.

Film dibuka dengan sosok Vincent Downs, polisi Nevada yang diam-diam terlibat dengan perdagangan narkoba bersama partnernya, Sean Cass. Sepak terjang mereka dicurigai oleh polisi divisi infernal affair, Jennifer Bryant. Keadaan menjadi kacau balau ketika putra tunggal Vincent, Thomas, tiba-tiba diculik oleh keluarga mafia, Novak. Jika ia ingin putranya selamat, maka ia harus mengembalikan narkoba milik Rob Novak yang ia curi bersama Sean. Persimpangan antara kepentingan Vincent-Novak dan Jennifer membuat suasana bertambah keruh. Apalagi ternyata narkoba yang dicuri tersebut ternyata hendak dijual kepada kelompok mafia yang tak kalah berbahayanya, Rubino. Tak ada pula satu pun di dalam satuan polisi Nevada yang benar-benar bisa dipercaya, termasuk Vincent sendiri.
Menurut saya ada satu hal yang sebenarnya wajib ada agar sebuah action-thriller yang melibatkan mafia bisa berhasil secara maksimal, yaitu sosok villain yang bengis dan terasa berbahaya sehingga cukup mampu mengancam protagonis sekaligus penonton. Sleepless sebenarnya sudah punya modal itu. Sosok Novak dan villain dengan level yang lebih tinggi lagi, Rubino digambarkan sadis dan tanpa ampun. Beberapa adegan sadis pun tanpa tedeng aling-aling ditampilkan. Namun skill untuk menghadirkan adegan hide-and-seek (kejar-kejaran) yang mendebarkan agaknya masih perlu lebih diasah lagi, terutama dari segi timing yang kurang presisi. Untungnya masih ada klimaks yang akhirnya menemukan ritme dan visualisasi yang pas sebagai sebuah action thriller. Di banyak kesempatan Odar juga tampak kesulitan memvisualisasikan maksud arah plot yang membuat karakter tampak kebingungan dalam melakukan pilihan aksi dan sempat off pula. Diperparah dengan elemen-elemen humor yang meski kadarnya tergolong sangat kecil tapi semakin mengurangi atmosfer ketegangannya.
Selain itu character investment juga terasa menjadi kendala yang cukup mempengaruhi simpati penonton terutama terhadap karakter Vincent Downs. Meletakkan ulah negatif Vincent di paling depan dari film sudah memberikan image negatif terhadap sosoknya. Kemungkinan positif pun ditampilkan setelah melewati pertengahan film, yang artinya penonton (setidaknya, saya) sudah terlanjur dibuat antipati duluan. Mungkin akan lain cerita jika sejak awal penonton ditunjukkan sosok Vincent yang netral, baru di tengah-tengah plot diselipkan kecurigaan akan sisi gelap dari karakter tersebut.
Jamie Foxx adalah salah satu aktor kulit hitam yang terbukti mampu mengisi peran-peran serius dan sulit. Sebagai Vincent Downs, ia menunjukkan kepiawaiannya dalam mengelabui karakter lain (dan juga penonton) either karakternya baik atau jahat. Ada keseimbangan dua sisi yang sama-sama cukup convincing. Pun juga di beberapa momen paling emosionalnya, akting Foxx terasa begitu ‘hidup’. Michelle Monaghan sebagai Jennifer Bryant pun memberikan performa yang berhasil mengimbangi Foxx. Setelah peran-peran side-kick jagoan utama, kali ini Monaghan ‘naik kelas’ dan terbukti mampu membawakan beban perannya dengan baik. Octavius J. Johnson sebagai Thomas tampil cukup pas sesuai dengan porsi perannya. Sebagai sosok putra Downs, sayang karakternya tak diberi porsi yang lebih mengundang simpati penonton. Kehadiran Gabrielle Union sebagai Dena adalah daya tarik tersendiri. Sementara Scoot McNairy sebagai Novak, David Harbour sebagai Dennison, Dermot Mulroney sebagai Stanley Rubino, dan rapper, T.I. sebagai Sean Cass tampil fair enough.
Teknis Sleepless sebenarnya cukup layak di genrenya meski sebenarnya masih bisa lebih dimaksimalkan lagi. Misalnya sinematografi Mihai Malaimare Jr. yang cukup layak dalam mengeksplorasi setting-setting lokasi, tapi masih kurang ‘berenergi’ untuk mencengkram emosi penonton lewat suguhan thriller-nya. Begitu juga editing Robert Rzesacz yang terasa sedikit terbata-bata dalam menyusun puzzle-puzzle adegan di pusaran fucked-up situation yang coba dihadirkan. Pada akhirnya thriler timing pun jadi agak terpengaruh. Music scoring dari Michael Kamm sekedar cukup layak dalam membangun nuansa thrilling. Tak terlalu berkesan tapi cukup mencapai fungsinya dengan baik. Didukung pemilihan soundtrack beraliran trance, hip-hop, dan rap yang sangat bersinergi dengan adegan-adegannya. Sound design pun tak ada kendala berarti. Memang tak terdengar bombastis, tapi keseimbangan antara dialog, sound effect, dan scoring terjaga dengan baik. Begitu pula keseimbangan antara crisp dan clarity secara keseluruhan. Tak ketinggalan pembagian kanal surround yang juga cukup terasa.
Menghadirkan action thriller dengan plot fucked-up situation yang ‘multi-level’, Sleepless sebenarnya berpotensi jadi sajian yang menarik untuk diikuti. Hasil akhirnya memang masih menarik, tapi jelas masih bisa jauh lebih dimaksimalkan, terutama dari segi nuansa thriller yang dihadirkan. Ending yang terkesan cliffhanger mungkin memang dimaksudkan sebagai bridging ke pengembangan franchise jika installment kali ini berhasil secara komersial. Kendati pun yang terjadi justru sebaliknya, ending tersebut bisa dianggap sebagai sebuah statement bahwa dirty cops akan selalu ada seiring dengan kelompok mafia yang juga akan selalu ada yang lebih tinggi dan lebih berbahaya lagi. Nevertheless, Sleepless masih layak menjadi sajian action thriller untuk mengisi waktu luang. Apalagi jika Anda memang menggemari sajian action thriller dengan tema good cops-bad cops.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.