3.5/5
Action
Adventure
Animation
Asia
Based on Book
Comedy
Family
Franchise
Friendship
Japan
Kid
Pop-Corn Movie
SciFi
The Jose Flash Review
Time Travel
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Doraemon the Movie:
Nobita and the Birth of Japan
[ドラえもん 新
のび太の日本誕生]
Di antara manga Jepang, Doraemon
bisa jadi adalah yang paling populer. Sejak muncul pertama kali tahun 1969,
manga ini sudah mencapai 1.345 cerita dengan versi anime layar kaca mencapai
1.787 episode sejak 1973 hingga 2005. Versi layar lebarnya pun sampai sekarang
sudah ada 37 film, tak termasuk Stand by
Me Doraemon (2014) yang menjadi film spesial dan meledak di mana-mana, tak
terkecuali Indonesia. Film layar lebar animasi 2D Doraemon sebenarnya cukup rajin menyambangi bioskop nasional
Indonesia. Awal 2017 ini kita kembali disuguhi anime ke-36 yang sejatinya rilis
Maret 2016 lalu di negara asalnya. Bertajuk Doraemon:
Nobita and the Birth of Japan (BoJ), ini sebenarnya merupakan adaptasi dari
seri komik Doraemon Petualangan seri
9 untuk versi Bahasa Indonesia dan pernah diangkat ke versi film panjang pada
tahun 1988 dengan judul sama. Well, update teknologi animasi sekaligus pass-on
ke generasi yang bebeda memang perlu dilakukan untuk menjaga legacy-nya yang
sudah terbukti tak lekang oleh jaman.
Kesal dimarahi sang ibu karena ulangannya mendapat nilai 0,
Nobita bertekad untuk hidup mandiri tanpa orang tua. Tekad yang sama ternyata
juga dialami Suneo yang dipaksa kursus berbagai bahasa, Shizuka yang bosan
menjalani les piano, bahkan Doraemon yang ingin keluar dari rumah karena takut
akan hamster titipan bos ayah Nobita. Karena tak menemukan lahan yang layak
untuk ditinggali di masa kini, maka mereka semua sepakat untuk pergi ke 70.000
tahun lalu. Mulailah mereka melakukan pekerjaan bercocok tanam dan beternak untuk
sekedar memenuhi kehidupan sehari-hari dengan bantuan alat-alat canggih dari
Doraemon. Ketika kembali ke masa kini, tak sengaja sosok anak laki-laki bernama
Kukuru ikut. Ia menjelaskan tentang sukunya, Hikari ditawan oleh suku Kuruyami
dan dijadikan budak pembangunan Istana Tokoyami sebagai persembahan untuk dewa
Gigazombie. Doraemon, Nobita, dan teman-temannya akhirnya kembali ke masa
lampau untuk membebaskan suku Hikari dan mencari tahu siapa sebenarnya di balik
sosok dewa Gigazombie ini.
Seperti halnya kisah petualangan Doraemon lainnya, BoJ
menyuguhkan petualangan seru dengan melibatkan berbagai gadget-gadget fantasi
yang inovatif dan mengundang tawa, dan dengan value-value yang relevan. Setup
plot BoJ mungkin tak punya koneksi secara langsung dengan gelaran petualangan
yang ditampilkan, tapi ternyata bisa dikoneksikan dengan cukup relevan di
konklusi. Elemen sejarah lahirnya Jepang yang tertuang dalam judul mungkin tak
sepenuhnya terepresentasi dalam plot, tapi cukup informatif sebagai sekedar salah
satu elemen. Konsep sci-fi dijalankan secara konsisten dan relevan, terutama dalam
mengambil sudut pandang suku primitif yang lebih ke mistis.
Sinematografi Takashi Suehiro memvisualisasikan rangkaian
petualangan dengan tepat guna, seiring dengan editing Toshihiko Kojima yang
serba pas. Music score Kan Sawada memberikan feel yang lebih sinematis pada film
dengan orchestra megah a la Hollywood, termasuk nomor yang mengingatkan saya
akan Imperial March dari franchise Star Wars.
Penonton anak-anak yang sudah akrab dengan universe Doraemon
akan sangat menikmati BoJ, begitu pula penonton dewasa yang pernah atau bahkan
masih akrab sampai sekarang. Mungkin memang tak seemosional Stand by Me Doraemon, tapi
formula-formula khasnya masih berhasil menjadikan BoJ suguhan yang berhasil
menghibur, dengan petualangan seru yang disusun sesuai pada porsinya, dan value-value
sederhana tapi cukup reflektif.
Lihat data film ini di IMDb.