The Jose Flash Review
Kung Fu Yoga
[功夫瑜伽]

Jika Amerika Serikat punya Natal, Indonesia punya Lebaran, dan India punya Diwali sebagai hari raya yang kerap dijadikan momen paling pas untuk merilis film-film unggulan, maka Cina punya Tahun Baru Imlek. Nama Jackie Chan tentu menjadi salah satu lini terdepan untuk film berbahasa Mandarin. Apalagi setelah Jackie Chan semakin gencar memproduksi film lewat PH-nya sendiri, Sparkle Roll Media. Setelah akhir tahun lalu kita disuguhi petualangan Railroad Tigers (RT), maka momen Tahun Baru Imlek ini giliran Kung Fu Yoga (KFY). Dari judulnya bisa diduga kali ini Jackie ingin menggabungkan budaya Cina dan India yang menurut pengamatan saya, masih tergolong jarang dilakukan dibandingkan tema East-meet-West yang juga sempat ia populerkan. Masih bermain-main di ranah petualangan fantasi dengan elemen-elemen legenda seperti halnya Armour of God (serta sekuel-sekuelnya), The Medallion, Chinese Zodiac, dan yang paling mirip (atau mendekati), The Myth (2005). Jackie kembali menggandeng salah satu sutradara Cina legendaris, Stanley Tong untuk duduk di bangku sutradara sekaligus penyusun naskahnya, setelah bekerjasama di Police Story 3: Supercop, Once a Cop, Rumble in the Bronx, Police Story 4: First Strike, dan The Myth. Jajaran cast-nya pun menarik, mulai personel boyband EXO-M, Yixing Zhang, Miya Muqi, Aarif Rahman yang pernah kita lihat memerankan Bruce Lee muda di Bruce Lee My Brother, bintang Bollywood, Sonu Sood (Dabangg, Jodha Akbar, Happy New Year), Amyra Dastur, hingga Disha Patani yang belum lama ini kita lihat di M.S. Dhoni: The Untold Story.

Jack adalah arkeolog terkemuka di Cina, terutama karena penemuan alat scan yang bisa menentukan material benda-benda kuno secara akurat sesuai lewat warna-warna. Reputasinya lah yang membuat Ashmita jauh-jauh datang dari India untuk menunjukkan sebuah artefak yang diyakini merupakan petunjuk dari harta karun peninggalan Kerajaan Magadha di Tibet. Selain dua asistennya, Xiaoguang dan Noumin, Jack mengajak putra sahabatnya yang dulu juga arkeolog, Jones Lee. Menurut Jack, penemuan ini bisa melengkapi pencarian ayah Jones selama ini. Sementara Ashmita dibantu asistennya, Kyra. Dimulailah petualangan mereka mencari harta karun Magadha dengan bekal gadget serta pengetahuan Jack sambil saling mengenal budaya masing-masing. Jack dengan ilmu bela diri kung fu, sementara Ashmita dengan yoga. Seperti biasa, pencarian mereka mendapatkan rintangan dari Randall dan pasukannya yang mengaku sebagai keturunan terakhir Keluarga Gitanjani  yang berhak atas harta karun tersebut. Petualangan tak sampai di situ saja karena yang mereka temukan ternyata baru ‘kunci’ menuju harta karun yang sebenarnya.
Jackie Chan tampaknya penggemar berat Indiana Jones. KFY merupakan kesekian kalinya ia membuat film bergenre aksi petualangan dengan latar belakang arkeologi dan legenda. Bahkan kali ini ia memberi nama salah satu karakternya Jones dan terang-terangan mengakui di salah satu line. Tak ada yang salah memang, meski harus diakui konsep legenda dan petualangan yang ia usung kali ini sudah sangat formulaic dan menjurus ke cliché. Kemudian yang menjadi menarik adalah bertemunya budaya Cina dan India yang secara judul diwakili oleh Kung Fu dan Yoga. Memang ada satu adegan yang memperlihatkan niatan tersebut. Sayangnya ternyata hanya sampai sejauh niatan saja, karena kemudian saya tak menemukan pengembangan maupun upaya untuk lebih membuat penggabungan dua budaya ini punya peran yang kuat dalam plot yang dijalankan. Patut disayangkan memang, mengingat judul yang dipilih adalah Kung Fu Yoga. Untungnya masih ada konklusi yang baik dan benar tentang pentingnya menghormati sejarah sekaligus definisi ‘harta karun’ yang sebenarnya, yang lebih dari sekedar harta benda secara fisik.
Above it all, KFY tak lebih dari pemuas dahaga para penggemar Jackie Chan yang datang sekedar untuk mendapatkan hiburan murni melalui gabungan aksi bela diri yang stylish dan dengan bumbu komedi (terutama slapstick) di sana-sini, khas Jackie. Untuk tujuan itu, KFY menghadirkannya dengan dosis yang sangat memuaskan. Nyaris non-stop dengan melibatkan elemen-elemen bombastis, mulai mobil-mobil ‘beterbangan’, singa, bahkan hyena. Menjadikan kemasan terluar KFY sebagai blockbuster gila-gilaan yang tak tanggung-tanggung. Lupakan sejenak logika dan nikmati suguhan aksi kejar-kejaran dan beladiri yang sangat menghibur. Seru, terkadang bikin meringis khawatir, dan seringkali dibuat tertawa sekaligus.
Sedikit bonus di akhir yang mungkin bagi banyak orang terkesan menggelikan bak acara lawak Opera Van Java, tapi merupakan bonus hiburan yang sangat menyenangkan, melengkapi senyum serta perasaan gembira di dalam hati; Jackie Chan dan para karakter pendukung (termasuk villain) joged bersama ala India dengan iringan lagu Endless Love yang sudah di-remix ala India. Seolah Chan dan Tong sengaja mengisyaratkan bahwa KFY merupakan The Myth all over again dengan kemasan yang berbeda. Tanpa momen-momen emosional, tapi jauh lebih menghibur untuk sekedar bersenang-senang.
Jackie Chan (yang bisa dibilang memerankan karakter bernama diri sendiri) masih sangat layak untuk menjadi lead action hero dengan karakteristik khas-nya selama ini; berhati besar, berani, berilmu beladiri tinggi (serta effortless), dan sedikit clumsy untuk memancing sisi komedik slapstick. Sedikit minus, sebagai seorang arkeolog jenius, ia masih kurang convincing. Meski, why not? Aksinya pun mungkin terasa tak selincah dulu, tapi semangatnya masih sangat terlihat. Thanks to pengadeganan yang ‘menyesuaikan’ dengan sepak terjang Chan saat ini. Di lini pendukung, masing-masing aktor/aktris diberi porsi karakter yang cukup merata untuk menarik perhatian penonton. Terutama Aarif Rahman sebagai Jones yang semakin menunjukkan kekuatan kharismanya untuk porsi peran yang lebih besar. Zhang Yixing sebagai Xiaoguang dan Miya Muqi sebagai Noumin pun cukup mencuri perhatian baik lewat tampilan fisik maupun screen charisma. Sonu Sood sebagai karakter villain, Randall, juga cukup layak menjadi lawan yang seimbang dengan kharisma yang pas. Begitu juga Disha Patani sebagai Ashmita dan Amyra Dastur sebagai Kyra yang tak kalah memikat.
Sebagai sebuah sajian blockbuster, KFY tampak dikerjakan dengan teknis yang maksimal. Sinematografi Wing-Hung Wong mampu mengeksplorasi setting-setting cantik dan eksotis sekaligus membuat detail-detail adegan action terlihat jelas sehingga enak diikuti dan mampu berdampak pada penonton. Sayang di beberapa kesempatan masih ditemukan gambar-gambar yang pergerakannya flickering, terutama pada wide shot dan slow-motion. Editing Chi-Leung Kwong pun merangkai gambar-gambarnya dengan timing yang serba pas dan tepat. Visual effect yang dihadirkan mungkin tak seratus persen mulus, tapi setidaknya masih terlihat indah dan layak dibandingkan film-film fantasi Mandarin pada umumnya. Sound design terdengar sangat mantap dengan keseimbangan crisp dan clarity yang pas, meski menurut saya volume dialog terdengar terlalu keras, setara dengan sound effect-nya. Fasilitas surround dimanfaatkan dengan cukup maksimal pula. Scoring dari Nathan Wang dan Komail-Shivaan lebih terdengar ala blockbuster Hollywood dengan sedikit warna India lewat ornamen sitar. Agak terdengar berlebihan (jika dibandingkan dengan tingkat kebombastisan adegan yang diiringi) di beberapa kesempatan, tapi masih tak sampai tahap mengganggu.
KFY memang masih merupakan effort Jackie Chan untuk sekedar menghibur lewat sajian khas-nya; aksi beladiri dengan bumbu komedi (slapstick) di sana-sini. Dengan kemasan ala blockbuster yang serba bombastis, tak perlu berpikir terlalu dalam ketika menyaksikannya. Cukup biarkan diri Anda duduk manis menikmati flow yang disajikan. KFY worked that way, apalagi jika Anda termasuk penggemar atau sekedar cocok dengan sajian hiburan ala-nya. Ia adalah film hiburan ala blockbuster yang gila-gilaan, seru, membuat saya berkali-kali spontan berceletuk ‘whoa’ dan sesekali diselingi tawa lepas. Benar-benar highly-entertaining.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.