The Jose Flash Review
Raees [रईस]

Sinema Hindi sejatinya sudah akrab dengan tema crime dan mobster. Judul terakhir yang paling berkesan bagi saya adalah Gangs of Wasseypur (2012) yang dibuat bak saga berdurasi total 319 menit dan akhirnya dibagi dua bagian karena tak ada bioskop yang bersedia menayangkan versi sepanjang itu. Awal tahun 2017 ini legenda sinema Bollywood, Shah Rukh Khan (SRK) tertarik untuk memerankan karakter mobster fiktif bernama (sekaligus berjudul) Raees. Kendati mengaku fiktif, cukup banyak indikasi bahwa karakter ini didasarkan pada sosok Abdul Latif, tokoh kriminal bawah tanah di Gujarat. Bahkan sang putra sempat mengajukan tuntutan kepada pihak produser Raees karena memberikan gambaran-gambaran salah tentang sosok asli sang ayah di layar. Karena sejak awal ‘mengaku’ fiktif, maka tuntutan ini pun runtuh begitu saja. Namun ini tak lantas membuat Raees bebas kontroversi. Masih ada ancaman pelarangan tayang karena melibatkan aktris Pakistan pendatang baru, Mahira Khan, senasib dengan film-film Hindi lain yang melibatkan cast atau kru Pakistan pasca serangan Uri tahun 2016 lalu. Ditambah kontroversi pengambilan gambar di kompleks makam dan masjid kuno Sarkhej Roza dan penggunaan simbol-simbol agama Islam yang dianggap tidak pada tempatnya. Belum lagi ketika dirilis, Raees yang dianggap film ‘anti-nasional’ (termasuk sosok SRK sendiri yang selama ini lebih sering memilih diam soal isu-isu nasionalisme) harus head-to-head dengan Kaabil yang dianggap lebih ‘patriotik’. However, nama SRK saja sudah menjadi daya tarik tersendiri di pasar internasional, termasuk Indonesia.

Seperti kebanyakan calon sosok gangster, Raees dibesarkan oleh seorang ibu tunggal dengan kondisi perekonomian yang miskin di Fatehpura, sebuah desa kecil di Gujarat. Ia cerdas, tapi kemiskinan menghambat perkembangannya. Bahkan ia harus rela mendapatkan hukuman karena tak mampu membeli kacamata minus. Dari situ ia mulai mencari cara mendapatkan uang. Pilihan pun jatuh pada Seth, bos mafia yang menyelundupkan miras oplosan antar kota di Gujarat. Perlahan Raees ‘naik level’ kejahatan hingga memutuskan untuk mulai bisnisnya sendiri. Pejabat dan polisi korup tak lagi menjadi halangan untuk memuluskan satu per satu bisnisnya. Slogan dari sang ibu bahwa tak ada yang namanya bisnis kecil dan tak ada keyakinan yang lebih penting daripada bisnis selalu dipegang teguh. Sepak terjangnya ini diendus oleh polisi jujur, ACP Majmudar yang berkali-kali berusaha menangkap basah operasi Raees tapi selalu gagal. Adu taktik pun dimulai. Along the way, Raees dan wanita pujaannya, Aasiya, mulai tersentuh untuk menjadi ‘Robin Hood’ untuk rakyat miskin di desanya. Ide untuk mencalonkan diri menjadi pejabat setempat pun terbersit sambil tetap menjalankan bisnis-bisnis ilegalnya. Tentu ini menjadi senjata baru bagi Majmudar untuk menjatuhkan Raees.
Ditilik dari premise-nya, jelas bahwa Raees mencoba meracik berbagai mish-mash dari genre sejenis ke dalam satu adonan. Mulai latar belakang kemiskinan, bekerja untuk bos mafia sejak kecil, memulai bisnis haram sendiri dengan ancaman dari mantan bos, pendirian teguh (pada awalnya) untuk tidak membunuh, sampai turnover menjadi sosok ‘robin hood’ bagi rakyat miskin. Tak ada yang benar-benar baru, sebenarnya. Apalagi dengan kehadiran Live by Night yang selang waktunya tergolong sangat dekat, elemen-elemen cerita yang disodorkan Raees terasa sangat familiar jika tidak mau dikatakan cliché. Tak ada yang salah juga, sebenarnya. Apalagi secara tampilan terluar, Raees tampak begitu stylish dan dengan fast-paced serta riuh (baik oleh sound effect maupun musik), energinya terasa begitu kuat sebagai tontonan hiburan yang mengasyikkan. Sayangnya dengan durasi yang mencapai 2 jam 22 menit, treatment seperti ini lama-kelamaan menjadi melelahkan tanpa inovasi lainnya. Diperparah pula dengan ‘penjejalan’ elemen-elemen mish-mash di sana-sini yang lebih terasa seperti come out of nowhere ketimbang lewat proses yang natural atau setidaknya mulus, serta kurang mendapatkan pertalian yang lebih mengikat antar sub-plot. In short, quite a mess. Misalnya kehadiran karakter Aasiya yang seharusnya bisa menjadi faktor turnover karakter Raees terkuat, akhirnya tak lebih dari sekedar pemanis belaka. Atau elemen sosok Raees yang muslim tapi memberikan bantuan kepada kaum Hindu yang terkesan tak lebih dari sekedar basa-basi formalitas semata.
Penyebutan karakter-karakter pendukung yang cukup penting dalam menjelaskan detail adu trik antara Raees dan Majmudar pun tergolong terlalu cepat, tanpa pengenalan karakter lebih mendalam, dan jumlahnya cukup banyak, sehingga mempengaruhi pemahaman penonton akan sub-plot adu trik yang disodorkan. Padahal menurut saya salah satu plot yang paling menarik dari Raees sesungguhnya terletak pada adu trik antara Raees dan Majmudar.
Penggambaran sosok Raees yang menjadi ‘Robin Hood’ bagi rakyat pun akhirnya tidak secara maksimal mendapatkan simpati dari (setidaknya) saya. Di mata saya, Raees masih saja menjadi sosok bajingan yang tak layak mendapatkan simpati sebagaimana mestinya. Mungkin saja faktor terbesarnya adalah turnover character yang terasa kurang natural, mulus, dan tidak cukup character investment positif.
Di balik mish-mash elemen-elemen mobster yang masih jauh dari kata mulus, penampilan para aktornya cukup menjadi ‘penambal’ yang layak. Meski bukan penampilan terbaik atau ter-memorable-nya, SRK masih menjadi sosok kharismatik paling kuat sepanjang film. Malah bisa jadi kekuatan utama dan terbesar Raees terletak pada penampilan SRK yang cukup berbeda jauh dari tipikal peran yang diambilnya selama ini. Dengan kharisma villainous yang cukup kuat pula. Di lini berikutnya, Nawazuddin Siddiqui memberikan performa yang cukup seimbang bagi SRK sebagai lawan head-to-head-nya, ACP Majmudar. Aktris pendatang baru Pakistan, Mahira Khan, menunjukkan cukup pesona sebagai sosok Aasiya, istri Raees, meski porsi peran yang diberikan masih tergolong kurang memadai. Mohammed Zeeshan Ayyub sebagai Sadiq pun sebenarnya tampil cukup seimbang, hanya saja (lagi-lagi) tidak diberi porsi yang cukup untuk menarik perhatian penonton. Terakhir, penampilan singkat Sheeba Chaddha sebagai ibu Raees cukup memberikan kesan tersendiri, terutama ketika pengucapan line dialog terpenting yang terus beresonansi dalam benak karakter Raees.
Teknis Raees tergolong mumpuni sebagai film blockbuster yang ditujukan untuk ‘meledak’. Sinematografi K.U. Mohanan tetap nyaman diikuti kendati harus bergerak cepat seiring dengan pace yang ingin dicapai. Editing Deepa Bhatia pun masih sejalan dengan pace tanpa melelahkan mata. Sayang, faktor editing pula (selain tentu saja penyutradaraan Rahul Dholakia yang kurang solid) yang mungkin menyebabkan elemen-elemen cerita Raees terasa kurang rapi terjahit dan detail-detail adu trik Raees-Majmudar yang harus lewat begitu saja tanpa kesan lebih pada penonton. Desain produksi Donald Reagen Gracy dan Anita Rajgopalan Lata memberikan warna yang menonjol sesuai dengan setting 80-90an di keseluruhan kesempatan. Musik Ram Sampath terdengar begitu hingar-bingar di sepanjang durasinya, termasuk nomor-nomor musikal yang menurut saya agak terlalu banyak. Masih enjoyable, apalagi dengan recycle Laila Main Laila dari film klasik Qurbani yang menjadi semacam homage. Sound design Raees jelas terdengar di atas rata-rata, terutama di genre action. Dengarkan saja kedahsyatan tiap detail suara, dengan keseimbangan crisp dan clarity yang terjaga baik, serta pembagian kanal surround yang termanfaatkan maksimal. Momen paling favorit saya yang dengan sangat jelas menunjukkan kualitas sound design Raees adalah ketika Raees melakukan ritual ‘debus’ India di awal film.
Upaya Raees untuk menghadirkan sosok mobster fiktif iconic mungkin cukup berhasil berkat penampilan SRK. Namun upaya memadukan berbagai elemen dari genre sejenis menjadi satu kesatuan utuh yang kuat masih jauh dari kata berhasil, apalagi memorable. Malahan bisa jadi film terburuk yang dibintangi SRK beberapa tahun terakhir. Bukan penampilan SRK terburuk, tapi simply film terburuk. Namun jika itu tak begitu menjadi masalah, Raees masih cukup enjoyable sekedar sebagai tontonan hiburan ringan yang seru.

Lihat data film ini di IMDb
Diberdayakan oleh Blogger.