3.5/5
Adult
Christmas
Comedy
Drama
Family
generation gap
Hollywood
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Why Him?
Perseteruan antara calon mertua dan calon menantu ternyata tak
hanya menarik pada kebudayaan Timur saja, tapi juga di Barat. Masih terpatri
jelas dalam ingatan saya komedi romantis (atau lebih tepatnya komedi keluarga)
tentang mertua vs menantu, Meet the Parents
yang dilanjutkan sekuelnya, Meet the
Fockers dan Little Fockers. Salah
satu penulis naskah di balik ketiga seri tersebut, John Hamburg, bersama Ian
Helfer (The Oranges) kemudian kembali menyusun naskah
bertema serupa dengan modifikasi-modifikasi yang lebih ‘menyesuaikan jaman’ dan
treatment yang lebih ‘nakal’. Shawn Levy dan Ben Stiller pun tertarik
memproduseri, sementara aktor James Franco dan Bryan Cranston dari serial Breaking Bad, terpilih untuk mengisi peran lini utama. Sementara di lini pendukung,
ada Cedric the Entertainer, Zoey Deutch (Beautiful
Creatures dan Dirty Grandpa),
Megan Mullally dari serial Will &
Grace, dan Keegan-Michael Key dari serial MADtv. Yang tak kalah penting, film bertajuk Why Him? (WH) ini diset sebagai film Natal, yang eksistensinya
sudah semakin jarang.
Ned dan Barb Fleming selama ini merasa selalu terbuka dan
jujur dengan kedua anaknya, Stephanie yang sedang duduk di bangku kuliah, dan
si bungsu, Scotty. Namun Ned terkejut ketika tak sengaja mendapati bahwa
Stephanie sudah menjalani hubungan serius dengan seorang pria bernama Laird
Mayhew. Awalnya image Laird di mata Ned tergolong buruk. Sikapnya slengean,
seringkali tak senonoh, dan gemar menggunakan kata-kata umpatan. Menjelang
Natal, Ned sekeluarga diundang Laird ke rumahnya yang mewah dan canggih. Ternyata
Laird adalah seorang milyuner muda berkat aplikasi-aplikasi yang ia kembangkan.
Awalnya Ned enggan, tapi karena tak ingin dianggap berprasangka buruk, akhirnya
undangan ini dipenuhi juga. Sementara Ned masih terus berprasangka buruk, Barb
dan Scotty justru semakin akrab dengan Laird. Kebencian Ned semakin memuncak
ketika Laird berniat melamar Stephanie. Menurutnya, Stephanie masih terlalu
muda dan masih harus menyelesaikan kuliahnya. Namun above it all, tentu kebencian
Ned punya andil besar. Hubungan antara Ned, Stephanie, dan keluarganya semakin
memanas.
Meski sekilas mirip premise Meet the Parents (MtP) atau bisa juga sebagai versi in-reverse, WH
ternyata punya cukup banyak perbedaan yang fundamental. Jika MtP mengandalkan
komedi situasi dari perbedaan kepribadian antara mertua-menantu, WH mempertajam
konsep generation gap dengan sangat bold. Terutama dari latar belakang karakter
Ned yang sudah bertahun-tahun menjadi penguhasa percetakan konvensional dan
Laird yang pengembang aplikasi digital. Generation gap ini semakin jelas
tersirat lewat guyonan-guyonan yang dihadirkan. Mostly, verbally vulgar yang
masih bisa membuat tertawa terbahak-bahak (apalagi jika Anda memahami
istilah-istilah ‘jorok’ masa kini). Sayangnya, joke-joke situasional yang
dihadirkan meski secara struktur masih membuat plot berkembang, tapi terasa
seperti segmen-segmen yang berdiri sendiri. Lebih disayangkan lagi, tiap
‘segmen’ tersebut berakhir dengan kentang (kena tanggung). ‘Punchline’-nya masih
sering kurang ‘nonjok’. Mungkin ekspektasi saya yang ketinggian, mengharapkan
komedi situasional yang se-kacau-kacaunya seperti yang terjadi pada MtP. Lucu,
masih bisa bikin saya tertawa terbahak-bahak secara sponton, tapi menurut saya
punya potensi untuk jadi jauh lebih ‘pecah’ lagi.
Selebihnya, WH tak punya masalah yang benar-benar berarti.
Plotnya bergerak dengan sangat lancar dengan bumbu-bumbu yang relevan serta
memperkuat konsep besar tentang generation-gap. Proses-proses titik balik yang
disematkan di sana-sini pun digarap dengan mulus dan natural. Formulaic di
genrenya, tapi punya conclusion yang bijak, tak memihak salah satu kubu, serta
tetap terasa manis dan hangat sebagai sebuah sajian Natal keluarga. Apalagi
ditambah bonus cameo tak terduga yang pasti membuat generasi 80-90’an
kegirangan di menjelang klimaks.
James Franco sebagai Laird Mayhew tentu menjadi pusat
perhatian dan nyawa utama dari film. Untungnya, ia memang cocok dan berhasil
mengemban tugas yang tak ringan tersebut. Bryan Cranston sebagai Ned Fleming
mungkin masih sedikit di bawah performa Robert DeNiro dalam mengisi peran
sejenis di franchise MtP, tapi sudah lebih dari cukup dalam menghidupkan
konflik utama dengan tetap punya sisi komedik yang pas. Megan Mullally sebagai
Barb Fleming tampil cukup menyenangkan, setara penampilan Blythe Danner di MtP.
Zoey Deutch sebagai Stephanie Fleming mungkin diberi porsi peran lebih sedikit
dari seharusnya, tapi masih mampu cukup bersinar lewat kecantikan fisik maupun
personality yang terpancar. Scene stealer di WH ada pada karakter Gustav yang
diperankan dengan sangat menggelitik oleh Keegan-Michael Key. Tak boleh
dilupakan pula cameo dari (suara) Kaley Cuoco, Steve Aoki, Adam Devine, YouTuber,
Tobuscus alias Toby Turner, dan penampilan kejutan dari duo personel band
legendaris yang akan membuat para fans maupun penonton dari generasi 80-90’an
bersorak.
Sinematografi Kris Kachikis mungkin memang tak ada yang
benar-benar istimewa, tapi setidaknya mampu menyampaikan laju plot beserta
membuat comedic-comedic moment menjadi berhasil. Editing William Kerr pun turut
membuat comedic timing-nya berhasil kendati perpindahan sequence-nya membuat
kesan tiap segmen yang terpisah-pisah. Desain produksi Matthew Holt beserta art
dari Gary Warshaw layak mendapatkan kredit, terutama untuk rumah Laird yang
sophisticatedly fun. Pemilihan soundtrack, mulai yang klasik seperti I Wanna Rock N’ Roll All Night dari KISS
hingga Mama Do the Hump dari Rizzle
Kicks, membuat WH makin asyik dan menyenangkan untuk dinikmati. Begitu pula
music score dari Theodore Shapiro yang cukup menyemarakkan nuansa-nuansa komedi
maupun emosionalnya.
Sebagai sebuah komedi, WH punya potensi yang jauh lebih
‘pecah’. Formulaic, tapi disusun dengan konsep yang bagus dan konsisten. Namun
tentu yang paling penting tentu saja predikatnya sebagai film Natal keluarga
yang hangat dan manis. Untuk tujuan tersebut, WH masih bisa dijadikan pilihan
yang tepat. Tentu, jika seluruh anggota keluarga Anda sudah cukup umur dan tak
tabu dengan istilah-istilah nakal bin jorok yang dilontarkan di sana-sini.
Enjoy and happy holiday!
Lihat data film ini di IMDb.