4/5
Asia
Based on Song
Comedy
Drama
Family
interwoven
music
Musical
New Year
Omnibus
Pop-Corn Movie
Psychological
Romance
self-discovery
Socio-cultural
Thailand
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
A Gift
[Pohn Jak Fah / พรจากฟ้า]
Kepala negara sejatinya menjadi salah satu representasi sebuah
negara di mata internasional sekaligus panutan di mata rakyatnya. Tak ada yang
salah jika ada kepala negara dengan bakat tertentu menyumbangkan karyanya untuk
rakyat. Tak hanya mantan presiden kita, SBY, yang menelurkan album musik,
ternyata mendiang raja Thailand, Bhumibol Adulyadej yang mangkat Oktober 2016
silam juga menciptakan puluhan lagu yang dipersembahkan untuk rakyatnya sejak
1946 silam. Total, ia telah menulis 49 komposisi, termasuk mars, waltz, musik
patriotic, dan swing jazz. Sebagai sebuah tribute untuk mendiang Sang Raja, GDH
(Gross Domestic Happiness) yang baru menelurkan One Day [ดูหนัง
Fanday] September 2016 lalu, bekerja
sama dengan Singha Corporation memproduksi sebuah omnibus interwoven yang
diinspirasi dari tiga lagu gubahan Raja Bhumibol Adulyadej.
Menggandeng sutradara-sutradara yang sudah menelurkan karya box office di negaranya; Chayanop Boonprakob (SuckSeed, May Who?), Kriangkrai Vachiratamporn (versi serial Hormones season 2 dan 3), Nithiwat Tharatorn (My Girl, Seasons Change, Dear Galileo, dan The Teacher’s Diary), dan Jira Maligool (Mekhong Full Moon Party, The Tin Mine, dan Seven Something – segmen 42.195). Aktor-aktris yang didapuk pun tergolong populer, mulai model dan bintang iklan Naphat Siangsomboon, Violette Wautier (Heart Attack, The Swimmers), Sunny Suwanmethanont (Heart Attack, I Fine… Thank You… Love You, Seven Something), Nittha Jirayungyurn (One Day), Chantavit Dhanasevi (Coming Soon, Hormones, Hello Stranger, ATM, One Day), hingga bintang TV sekaligus penyanyi muda, Nuengthida Sophon alias Noona. Film bertajuk A Gift (พรจากฟ้า) ini di negaranya rilis menjelang perayaan pergantian tahun, sementara kita di Indonesia baru bisa menyaksikannya di layar lebar mulai 11 Januari 2017 karena aturan jeda jadwal rilis film Thailand di pasar domestik dengan negara-negara lain.
Menggandeng sutradara-sutradara yang sudah menelurkan karya box office di negaranya; Chayanop Boonprakob (SuckSeed, May Who?), Kriangkrai Vachiratamporn (versi serial Hormones season 2 dan 3), Nithiwat Tharatorn (My Girl, Seasons Change, Dear Galileo, dan The Teacher’s Diary), dan Jira Maligool (Mekhong Full Moon Party, The Tin Mine, dan Seven Something – segmen 42.195). Aktor-aktris yang didapuk pun tergolong populer, mulai model dan bintang iklan Naphat Siangsomboon, Violette Wautier (Heart Attack, The Swimmers), Sunny Suwanmethanont (Heart Attack, I Fine… Thank You… Love You, Seven Something), Nittha Jirayungyurn (One Day), Chantavit Dhanasevi (Coming Soon, Hormones, Hello Stranger, ATM, One Day), hingga bintang TV sekaligus penyanyi muda, Nuengthida Sophon alias Noona. Film bertajuk A Gift (พรจากฟ้า) ini di negaranya rilis menjelang perayaan pergantian tahun, sementara kita di Indonesia baru bisa menyaksikannya di layar lebar mulai 11 Januari 2017 karena aturan jeda jadwal rilis film Thailand di pasar domestik dengan negara-negara lain.
Film dibuka dengan pertemuan tak terduga dari Beam dan Pang
yang dipasangkan sebagai pengganti suami-istri duta besar Rusia dalam simulasi
upacara penyerahan beasiswa. Beam yang flirty mencoba mendekati Pang tapi
selalu ditanggapi dengan sinis. Perlahan Beam berhasil mengulik penyebab sikap
Pang kepadanya. Ketika mulai nyaman berkomunikasi, Pang bingung untuk membuka
diri terhadap Beam yang terkenal playboy atau tidak.
Cerita kedua membidik Fa, seorang wanita muda yang memilih
berhenti bekerja untuk merawat ayahnya yang terserang Alzheimer. Kondisi memori
sang ayah semakin memburuk ketika sang ibu meninggal duluan, hingga ia putus
asa dan merasa tak ada gunanya lagi merawat sang ayah. Tak disangka permainan
piano Fa dari lagu Still on My Mind
kembali mengembalikan memori sang ayah. Maka ia memutuskan memanggil Aey,
seorang tukang stem piano kenalan keluarga untuk memperbaiki piano lama milik
sang ibu. Aey ikut iba melihat kondisi ayah Fa hingga memutuskan untuk
membantunya membahagiakan sang ayah.
Di segmen terakhir ada Llong, mantan lead-vocal dari sebuah band
rock yang memutuskan berhenti dan bekerja kantoran. Kehadirannya menginspirasi
Kim dan karyawan sekantor lain untuk membentuk sebuah band sebagai penghormatan
terhadap mantan karyawan mereka yang baru saja meninggal dan sempat membawa
keceriaan di kantor lewat musik. Maka diam-diam mereka mengumpulkan instrumen
music dan mulai berlatih setelah jam kantor. Ketika mereka mulai serius
berlatih dan enjoy, muncul ide untuk mengajukan anggaran ‘ruang musik’ di kantor
ke dewan perusahaan. Bukan upaya yang mudah mengingat sang bos ternyata
membenci Llong.
Dari konsepnya, bisa ditebak bahwa A Gift adalah sebuah film yang siap menebarkan keceriaan, manis,
dan hangatnya kasih sayang lewat musik. Benar saja. Tak hanya kasih sayang
antar pasangan, tapi juga terhadap orang tua, maupun sahabat yang telah tiada.
Maka A Gift menjadi sebuah paket
komplit yang begitu menyenangkan untuk ditonton. Apalagi ketiga segmennya punya
genre yang sedikit berbeda. Jika segmen pertama, Love at Sundown merupakan romantic comedy yang manis. Flirty dan
mungkin sounds cheesy, tapi dikembangkan dengan transformasi yang natural serta
realistis. Segmen kedua, Still on My Mind,
adalah drama keluarga yang hangat, menyentuh, dan mengharukan. Terakhir, egmen
ketiga, New Year Greeting, mencampur
unsur thriller dengan komedi slapstick (baca: norak). In short, ketiganya bak
merepresentasikan tiga genre terkuat dan style signatural di sinema Thai. And
as you know too, mereka sangat jago dalam merangkai plot, dialog, dan (bahkan)
guyonan menjadi satu kesatuan yang tak hanya tertata rapi, tapi juga berhasil
membangkitkan masing-masing emosi seperti yang diinginkan; lucu, menyentuh,
manis. Cara ia menghubungkan ketiga segmen juga tertata dengan begitu rapih tanpa
kesan terlalu dipaksakan pula. Peletakan urutan segmen pun terasa dikonsep
dengan baik untuk menjaga mood penonton sepanjang film. Sesuatu yang ringan
tapi manis sebagai pembuka (baca: pemanasan), sesuatu yang menyentuh di tengah,
dan sesuatu yang ‘pecah’ sekaligus jadi klimaks kegembiraan sebagai penutup. Durasi
yang mencapai 144 menit terasa begitu mengalir menyenangkan, tanpa terasa
membosankan.
Penampilan aktor-aktris terutama di lini terdepan pun layak
mendapatkan pujian. Debut akting Napat Siangsomboon di layar lebar tergolong
baik dalam menghidupkan karakter cool dan flirty, Beam. Violette Wautier
sebagai Pang menunjukkan luka batin yang jelas terasa hingga penonton bisa ikut
berempati pada tiap momen karakternya. Nittha Jirayungyum sebagai Fa tampil
paling kuat terutama ketika menjalin chemistry bersama karakter sang ayah dengan
tak kalah simpatiknya. Sang ayah pun tampil begitu memikat dan menggugah berkat akting Chaiwat Jirawattanakarn. Sunny Suwanmethanont sebagai Aey mungkin tak diberi
porsi lebih untuk benar-benar tertanam dalam benak penonton, tapi cukup memberi
warna pada segmennya. Chantavit Dhanasevi
atau Ter Chantavit masih memberikan nafas yang tak beda jauh dari
tipikal perannya ke dalam karakter Llong, but again, he still stole it.
Nuengthida Sophon sebagai Kim yang tak diberi kapasitas karakter lebih
setidaknya masih cukup noticeable. Jangan lupakan juga belasan, bahkan puluhan
pemeran pendukung yang tak kalah mencuri perhatian lewat performa
masing-masing, terutama
Secara keseluruhan tak ada kendala berarti di teknis.
Sinematografi Naruphol Chokanapitak kendati tergolong sederhana dan minim pergerakan, tapi lebih dari
cukup untuk membuatnya nyaman diikuti. Begitu juga editing Thammarat Sumethsupachok, Chonlasit Upanigkit, dan Panayu Kunvanlee yang bekerja efektif
sekaligus rapih dalam menggerakkan plot dengan energi pas di tiap segmen.
Transformasi antar segmen dengan nuansa yang agak berbeda terasa mulus tanpa
lonjakan yang terlalu signifikan. Scoring music Hualampong Riddim pun mengiringi tiap momen
menjadi lebih emosional tanpa terkesan terlalu dramatis, tak juga terlampau
istimewa. Just in the right portion. Even more, ketiga lagu yang menjadi dasar
cerita berhasil ditanamkan secara mendalam ke dalam benak saya hingga mampu
terus beresonansi untuk jangka waktu yang cukup lama. Minus terbesar yang
sangat terasa ada pada kualitas sound design yang terdengar terlalu ‘tenggelam’.
Entah faktor dari mastering aslinya atau kondisi auditorium tempat saya
menonton. Jika membandingkan dengan pengalaman saya di auditorium yang sama
sebelumnya, besar kemungkinan adalah faktor yang pertama.
Sayang sekali A Gift
mendapatkan jatah tayang di Indonesia melewati pergantian tahun 2016-2017. Seandainya
bertepatan dengan malam pergantian tahun, ia akan menjadi sajian yang istimewa
dan memorable untuk dialami bersama orang-orang tersayang. Keluarga, pasangan,
sahabat, atau malah gabungan kesemuanya sekaligus. Namun tentu saja lebih baik
sedikit terlambat daripada tidak sama sekali. Toh, malahan A Gift akan selalu saya rekomendasikan sebagai tontonan bersama di tiap
malam pergantian tahun. Lucu, manis, hangat, dan niscaya tinggal kesenangan dan
perasaan ceria yang tersisa ketika film berakhir.
Lihat official website film ini.