3/5
Hollywood
Horror
Indie
Mystery
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Eloise
Film horor yang berdasarkan kisah nyata dan melakukan syuting
di lokasi asli kejadian sudah bukan formula baru di genrenya. Bahkan sempat
jadi trend. Namun seiring dengan perkembangan jaman, sekedar ‘based on true
story’ dan ‘shot on real location’ tak cukup untuk mengundang rasa penasaran
penonton untuk menyaksikan filmnya. Salah satu upaya demikian coba dilakukan
sekali lagi oleh Buy Here Pay Here Entertainment, SLAM, dan Palm Drive lewat Eloise. Bukan, ini bukan berasal dari
cergam anak buah tangan Kay Thompson dan Hilary Knight. Ini adalah sebuah horor
fiktif yang menggunakan popularitas sebuah rumah sakit jiwa terbesar di Amerika
Serikat, Eloise Insane Asylum (EIA). Sayang, rumah sakit jiwa yang berdiri
sejak 1832 di Westland, Michigan, dan saking besarnya sampai punya kode pos
sendiri, dengan fasilitas meliputi toko roti, bar, kantor pos, serta gedung
pemadam kebakaran sendiri ini sekarang sudah terbengkalai dan ludes terbakar.
Hanya tersisa gedung utamanya saja.
Eloise dikerjakan
oleh sutradara Robert Legato yang selama ini lebih sering dikenal sebagai
penata visual effect pemenang penghargaan, seperti Apollo 13, Titanic, Hugo, dan The Jungle Book, serta sering bertindak sebagai second unit
director. Naskahnya disusun oleh
Christopher Borrelli (Whisper, The Marine 2, The Vatican Tapes). Meski tergolong produksi kecil, setidaknya Eloise masih bisa menarik perhatian
karena didukung aktor-aktris yang cukup dikenal, terutama Chace Crawford (Gossip Girl), Eliza Dushku (Bring It On dan Wrong Turn), Brandon T. Jackson (franchise Peter Jackson), serta aktor legendaris, Robert Patrick (T-1000 di Terminator 2: Judgment Day). Produksi
yang sudah dimulai sejak 2014 agaknya mengalami kendala yang tidak
dipublikasikan, hingga baru tayang di Amerika Serikat Februari 2017 nanti.
Sementara kita di Indonesia sudah bisa menyaksikannya lebih dulu di akhir
Desember 2016.
Jacob Martin tiba-tiba didatangi oleh seorang pengacara yang
mengatakan bahwa ia mewarisi harta kekayaan jutaan dolar dari sang ayah yang
baru saja meninggal dunia. Untuk bisa mencairkannya, ia diwajibkan untuk
menemukan sertifikat kematian seorang wanita bernama Genevieve yang diklaim
sebagai sang bibi, sebagai bukti klarifikasi kematiannya. Sertifikat itu
tersimpan di arsip rumah sakit jiwa yang sudah lama terbengkalai, Eloise Insane
Asylum. Bersama sahabatnya, Tony, mencari tahu lewat internet cara agar bisa
masuk ke Eloise. Ditemukanlah Scotty yang ternyata dulu pernah berkunjung ke
Eloise karena sang ibu bekerja sebagai perawat di sana. Kakak perempuan Scotty
mendengar niat mereka dan memutuskan ikut bergabung dalam pencarian. Tak
diduga, mereka tersedot masuk ke dalam masa lalu kelam Rumah Sakit Jiwa Eloise,
sekaligus menyingkap masa lalu Jacob yang sebenarnya.
Secara premise, Eloise
mungkin termasuk yang sangat generik, apalagi di genre horor. Setup iming-iming
kekayaan, masuk ke tempat angker, dan menyingkap misteri penyebab keangkeran.
Ya, tidak bisa dipungkiri, awalnya Eloise
masih terjebak dalam cliché itu. Namun seiring dengan berjalannya plot, saya menemukan
konsep-konsep menarik yang diangkat. Tema phobia yang awalnya saya kira hanya
sebagai selipan semata, ternyata punya peran penting dalam revealing dan
konklusi-nya. Disampaikan dengan cukup konsisten pula. Treatment visual antara
masa kini dan masa lalu pun ditampilkan dengan cukup impresif. Sayang, masih
ada beberapa jumpscare dan horror moment yang secara timing masih agak missed,
hingga menimbulkan kesan horror yang kurang maksimal. Tidak buruk, tapi bisa
jadi jauh lebih mencekam dan mendebarkan.
Seperti kebanyakan horror dengan formula serupa, aktor-aktris
yang tampil di sini tak punya banyak kesempatan untuk memberikan performa
terbaiknya. Tak buruk, tapi juga tak ada yang terlalu istimewa. Setidaknya
Chace Crawford dan Elza Dushku yang terlihat lebih menonjol ketimbang yang lain
masih punya kharisma yang layak untuk mengisi peran lead. Brandon T. Jackson
dan P.J. Byrne di lini berikutnya pun mendukung dengan performa yang cukup,
sesuai dengan porsi masing-masing. Pencuri perhatiannya tentu saja ada pada
Robert Patrick yang mampu meneror hanya dengan tatapan misterius nan keji.
Teknis Eloise
tergolong mediocre, tapi setidaknya serba cukup untuk menghadirkan horor yang
masih layak untuk diikuti. Sinematografi Antonio Riestra dan editing Greg D’Auria
bersinergi cukup baik dalam menyampaikan cerita dengan porsi serta durasi yang
pas dan transisi present day-past yang jelas, kendati horror moment-nya masih
bisa jauh lebih efektif dalam memberi efek kejut maupun menakut-nakuti,
misalnya untuk efek claustrophobic yang lebih menyesakkan penonton. Begitu juga
scoring Ronen Landa yang masih bisa mewarnai atmosfer eerie dan thrilling yang
cukup terasa.
Eloise mungkin
memang hanyalah produksi horror kecil yang tak terlalu wah dalam berbagai
aspeknya. Tak juga menawarkan orisinalitas cerita maupun groundbreaking
elements. Namun ia masih menyuguhkan penuturan cerita yang tergarap baik,
dengan konsep-konsep yang jelas dan menarik. Setidaknya jika Anda really into
horror dan kehabisan ide tontonan, Eloise
bisa jadi pilihan yang layak untuk mengisi waktu bersantai.