The Jose Flash Review
R.A.I.D.: Special Unit
[R.A.I.D.: Dingue]

Di tengah image ‘film Eropa itu artsy, berat, cenderung ke boring’, sinema Perancis sebenarnya punya cukup banyak film-film yang nge-pop dan bisa dipahami pun dinikmati oleh range penonton yang lebih universal, terutama di genre komedi. Sayangnya sinema Perancis tak punya banyak slot di ruang putar Indonesia (bahkan Festival Sinema Perancis yang digagas pusat kebudayaan Perancis Indonesia selama belasan tahun harus absen di tahun 2016 lalu). Maka ketika ada film Perancis yang diputar untuk umum di bioskop kita dan punya jarak jadwal tayang yang tak begitu jauh dengan di negara aslinya, tentu menjadi kesempatan langka yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Apalagi nama Dany Boon, seorang aktor yang juga merambah penulis naskah dan akhir-akhir ini, sutradara, termasuk diperhitungkan di negara asalnya. Kembali menggandeng aktris Alice Pol setelah Supercondriaque (2014), Boon kali ini menawarkan sebuah komedi dengan sentilan emansipasi wanita berlatar pelatihan tim pengamanan khusus bak S.W.A.T. bernama R.A.I.D. (saya sempat berpikir ini merupakan parodi dari The Raid kita, tapi ternyata bukan). R.A.I.D. Dingue atau versi internasionalnya, R.A.I.D. Special Unit (RSU) menurut Boon bereferensi pada film-film aksi klasik dari Jean-Paul Belmondo dan film-film aksi Amerika seperti franchise Die Hard yang dibintangi Bruce Willis. Dengan sentuhan komedi khas Boon, setidaknya RSU menjanjikan sebuah tontonan ringan yang menghibur sekaligus seru.

Obsesi Johanna Pasquali sejak lama hanya satu: menjadi anggota pasukan khusus bernama RAID (semacam S.W.A.T.). Meski punya kekuatan fisik dan unggul di berbagai keahlian yang dibutuhkan, jalan Johanna tidak mudah. Selain akan menjadi wanita pertama yang menjadi anggota RAID, Johanna dikenal sebagai opsir polwan yang ceroboh dan kerap menggagalkan berbagai misi. Sang ayah yang juga merupakan menteri dalam negeri, Jacques Pasquali meminta bantuan Eugène Froissard untuk meloloskan Johanna untuk ikut pelatihan, tapi tidak akan pernah benar-benar terpilih menjadi anggota resmi. Sebisa mungkin Froissard membuat Johanna bosan dan putus asa dengan pelatihannya, tapi ia justru bersemangat untuk diikut-sertakan dalam berbagai misi. Sampai suatu ketika terjadi sebuah aksi teror sekelompok asal Serbia yang mengancam nyawa presiden, yang menentukan masa depan Johanna di RAID.
Dari kemasan terluar, RSU layaknya kebanyakan aksi-komedi Perancis. Humor-humor yang lebih banyak mengandalkan pada kecerobohan Johanna yang kebanyakan masih berhasil memancing tawa atau sekedar berceletuk ‘laaah…’ secara spontan. Sebagai gambaran, let’s say menyerupai aksi Rowan Atkinson di franchise Johnny English. See deeper, tentu ada tema emansipasi wanita yang coba diselipkan. Meski karakter Froissard dibuat seksis (simply karena trauma), tapi ia sama sekali tak sampai berlarut-larut menjadi kelewat serius. Semuanya dibawakan dengan ringan dan dalam koridor hiburan semata. Tergantung bagaimana resepsi Anda terhadap muatan emansipasi wanita di sini. Bisa jadi hanya terkesan tempelan tanpa dikembangkan menjadi sesuatu yang powerful, atau tidak menjadi masalah berarti karena koridornya yang memang sekedar hiburan ringan. Setidaknya hubungan Johanna dengan tunangannya, Edouard Dubarry dengan jelas memberikan kesimpulan kesetaraan antara pria dan wanita dalam hal memutuskan sesuatu karena dasar sama-sama merasa sudah tidak cocok, bukan karena alasan seksis dari satu pihak semata.
Lantas yang sedikit menjadi minus dari RSU adalah di misi-misi serius (yang berpengaruh besar pada turnover karakter Johanna) yang seolah terkesan ‘sempurna’, padahal ketika latihan dan bahkan misi-misi awal yang tak terlalu penting, Johanna melakukan banyak kecerobohan yang akibatnya cukup fatal. Kesempurnaan dan keberhasilan di misi-misi terpenting tanpa sedikitpun menyisakan kecerobohan membuatnya terkesan kurang natural (atau boleh juga mengartikannya sebagai kekurang-konsistenan). Padahal sebenarnya masih bisa menyisakan sedikit kecerobohan untuk tetap memberikan bumbu komedi di misi-misi terpenting sekalipun, yang justru mungkin akan menjadi klimaks - both in action and comedy – yang jauh lebih terasa. Nevertheless, RSU masih mampu menutup gelaran hiburannya dengan cukup memuaskan. Standard, tidak ada yang istimewa, tapi masih bisa bikin senyum.
Mengisi peran utama dengan porsi paling mendominasi membuat penampilan Alice Pol sebagai Johanna Pasquali terasa begitu tepat tujuan. Baik comedic moment, emotional moment, hingga kick-ass moment, dibawakan Alice dengan keseimbangan yang pas. Dany Boon sendiri yang mengisi peran Eugène Froissard mengimbangi porsi Alice dengan performa yang tak kalah convincing sebagai anggota satuan yang terbaik tapi punya kedalaman sisi-sisi karakter yang terlihat cukup jelas. Chemistry yang terbangun dengan Alice pun terasa natural dan convincing. Michael Blanc sebagai Jacques Pasquali tak punya momen yang cukup mengesankan, tapi cukup noticeable. Sabine Azéma sebagai Marie-Caroline Dubarry masih punya beberapa comedic moment yang cukup memorable. Begitu juga dengan Yvan Attal sebagai Viktor yang membawakan peran comedic villain yang cukup berhasil memancing tawa.
Teknis RSU tak ada yang benar-benar istimewa selain sekedar cukup dalam mengemban fungsi masing-masing. Misalnya sinematografi Denis Rouden yang sekedar efektif menyampaikan storytelling, comedic moment, dan action moment dengan tepat. Musik dari Maxime Desprez dan Michaël Tordjman pun tepat sasaran untuk mengiringi action dan comedic moment sehingga punya ‘rasa’ lebih. Pemilihan lagu sebagai soundtrack yang familiar dengan penonton internasional juga terasa tepat, seperti Addicted to You dari Avicii.
Sebagai sebuah sajian action-comedy, RSU memang tak menawarkan sesuatu yang benar-benar istimewa. Namun racikannya yang pas tetap menjadikannya sebuah sajian ringan yang menghibur. Well setidaknya masih bisa jadi obat rindu akan sinema Perancis yang layak untuk dinikmati. Apalagi mengingat RSU sukses cukup besar di box office negara asalnya.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.