4/5
Action
Adventure
Based on Book
Blockbuster
Box Office
Family
Fantasy
Father-and-Son
Franchise
Friendship
Hollywood
Oscar 2018
Pop-Corn Movie
SciFi
sisterhood
Superheroes
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Guardians of the Galaxy Vol. 2
Meski baru punya satu installment di Marvel Cinematic
Universe (MCU) dan belum sepopuler superhero-superhero The Avengers, Guardians of
the Galaxy (GotG) ternyata mampu menarik perhatian banyak pihak. Tak hanya
fans komiknya, tapi juga mengundang fans-fans baru berkat keunikan formulanya.
Petualangan luar angkasa bak gabungan Star
Trek dan Star Wars dengan bumbu
musik-musik populer era 70-80’an yang membuat adegan-adegan aksinya terasa
lebih groovy. Kelanjutan franchise-nya sebagai bagian dari MCU sudah bisa
dengan mudah dipastikan. Spekulasi selanjutnya adalah bagaimana kisah GotG
bersimpangan dengan timeline The Avengers.
Maka sekuelnya, Guardians of the Galaxy
Vol. 2 (GotGV2) yang masih didukung oleh hampir semua cast dan crew dari
film pertamanya ditambah aktor-aktris, membuatnya makin ditunggu-tunggu. Tak
ketinggalan tracklist soundtrack di installment ini yang sudah menjadi salah
satu perhatian utama penonton.
Para ‘penjaga galaksi’ kita; Star Lord, Gamora, Rocket, Drax,
dan Baby Groot sedang dalam misi dari Ayesha, pemimpin ras Sovereign. Sebagai
imbalannya, mereka mendapatkan saudari Gamora, Nebula, yang mereka tangkap
karena mencuri baterai milik mereka. Diam-diam Rocket ikut mencuri baterai
tersebut. Menyadari hal tersebut, mereka dikejar-kejar oleh pesawat tanpa awak
Sovereign. ‘Juru selamat’ mereka adalah sosok misterius, Ego, yang mengaku
sebagai ayah Star Lord. Ego membawa mereka ke planetnya yang luar biasa indah,
sementara Rocket, Baby Groot, dan Nebula terpisah. Ayesha lantas membayar Yondu
dan kru Ravager-nya untuk memburu mereka semua. Siapa sangka Yondu sendiri
dikhianati oleh letnan-nya, Taserface yang mengkudeta dengan bantuan Nebula.
Petualangan masing-masing pun dipertemukan ketika Ego mulai menunjukkan
identitas asli dan tujuannya terhadap para ‘penjaga galaksi’.
Masih melanjutkan petualangan a la Star Trek yang semakin kental dengan bumbu family affair yang
terasa lebih personal ketimbang konflik yang ditawarkan di installment pertama.
Konflik keluarga inilah yang otomatis membuat unsur Star Wars ikut terasa lebih banyak lagi selain sekedar
desain-desain universe yang sudah ditunjukkan sejak installment pertama. Tema
father-and-son lewat hubungan antara Star Lord dan Ego memang lebih mendominasi
sehingga membuatnya seolah menjadi topik utama. Namun tunggu dulu. Jangan
lupakan sub-plot hubungan antara Gamora dan saudarinya, Nebula, yang semakin
terkuak di sini. Ternyata ada benang merah tentang parenthood yang menjadi
latar belakang permusuhan di antara keduanya. Isu sejalan dengan plot utama
yang memang membahas bagaimana parenthood mempengaruhi perkembangan si anak,
dan tentu saja tanpa batasan ‘kandung’ atau ‘tiri/angkat’. Tema ‘keluarga’ ini
yang tak hanya membuat GotGV2 terasa lebih personal, tapi juga jauh lebih
hangat dengan momen-momen berkesannya.
Naskah pun memberikan porsi yang sama besar dan sama
menariknya untuk kesemua karakter. Tak hanya untuk kelima karakter utama, tapi
juga karakter-karakter pendukung yang juga punya momen-momen berkesan
tersendiri. Seperti Yondu, Nebula, Mantis, dan tentu saja, Ego. Kendati
demikian, kesemuanya berhasil dipertemukan menjadi satu kesatuan yang solid dan
saling mendukung, tanpa ada salah satu sub-plot yang terasa berdiri sendiri.
Tema tersebut masih dibungkus adegan-adegan aksi petualangan
yang kurang-lebih setara dengan installment pertama. Lebih fantastical, seru,
dan inovatif malah. Gunn (dan sinematografi Henry Braham, tentu saja) seolah
tahu betul bagaimana memanfaatkan format IMAX 3D secara maksimal. Tak hanya
sekitar 80% adegan yang menggunakan aspect ratio 1.90:1, yang membuat tampilan
visualnya semakin memanjakan mata, tapi juga shot-shot yang panoramic dan
first-person POV melimpah yang membuat adegan-adegan di GotGV2 terasa seperti
sebuah ride (wahana) simulator di taman bermain yang luar biasa seru dan nyaris
non-stop. Format 3D-nya pun menawarkan depth-of-field di atas rata-rata dengan
pop-out gimmick yang juga banyak dan mengasyikkan.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, bukan berarti GotGV2
tanpa kelemahan. Yang paling saya rasakan adalah terlalu banyak back-story yang
ditampilkan di sini sehingga butuh waktu untuk mencerna, menganalisis, dan
menggabungkannya menjadi satu cerita yang utuh. Cukup bersabar dan tidak malas
menganalisis antar adegan, maka sebenarnya tak sulit untuk menarik kesimpulan
dari plot yang disusun.
Aktor-akris pengisi kelima karakter utamanya; Chris Pratt, Zoe
Saldana, Dave Batutista, Bradley Cooper, dan Vin Diesel, masih melanjutkan
peran masing-masing dengan kualitas kurang lebih setara, bahkan sedikit lebih
‘menonjol’ berkat porsi karakter yang juga makin meningkat. Pun juga chemistry
antar karakter yang tak kalah kuat, seperti misalnya Chris Pratt dan Kurt
Russell, Chris Pratt dan Michael Rooker, Zoe Saldana dan Karen Gillian. Jangan
lupa juga penampilan kejutan dari Sylvester Stallone dan Michelle Yeoh yang
begitu mencolok kendati porsinya terkesan seperti sekedar cameo. Oh ya, seperti
biasa Stan Lee muncul sebagai cameo yang konon bisa menjelaskan bagaimana ia
bisa muncul di semua film Marvel dengan karakter-karakter yang seolah
berbeda-beda.
Selain sinematofrafi Henry Braham yang memaksimalkan teknologi
menjadi sajian tontonan yang seru bak wahana di taman hiburan, editing Fred
Raskin dan Craig Wood patut mendapatkan kredit atas ketepatan momentum di tiap
kebutuhan adegan, keseimbangan porsi tiap karakter, dan upaya pembangunan tubuh
plot dari sub-plot-sub-plot yang ada. Desain produksi Scott Chambliss dan tim
art-nya membangun universe GotG menjadi makin luas dan berwarna. Score music
dari Tyler Bates sangat mendukung feel blockbuster-nya, ditambah sedikit kemegahan
choir yang terdengar semakin Star Wars.
Pilihan soundtrack-nya mungkin tak sepopuler dan se-earcatchy di installment
pertama (apalagi bagi kita di Indonesia). Namun bisa jadi disengaja untuk
mempopulerkan kembali lagu-lagu tersebut. For that purpose, I think GotGV2
cukup berhasil. Coba ngaku siapa yang kemudian mencari-cari playlist soundtrack
ini di Spotify atau perangkat-perangkat lain! Terakhir, sound design dan sound
mixing menjadi pilar penting yang membuat adegan-adegan dahsyatnya semakin ‘hidup’,
termasuk pemanfaatan surround yang terdengar maksimal di teater IMAX.
Dibandingkan installment pertama, GotGV2 sebenarnya masih tergolong
punya kualitas yang kurang lebih setara. Pembedanya ada pada isu utama yang
diangkat, yaitu tentang parenthood. Meski tak sampai menjadi kelewat istimewa
(simply karena tema serupa juga sering diangkat di film), apa yang dibangun di
sini termasuk solid dan punya pembagian porsi karakter yang seimbang. That’s
more than just decent enough. It’s very good, actually. Sisanya, tergantung
selera saja, mana yang lebih baik (baca: lebih sesuai dengan selera
masing-masing). Yang pasti petualangan GotG tentu masih akan terus berlanjut
dan menyisakan rasa penasaran aspek mana lagi yang akan digali berikutnya,
serta tentu saja bagaimana ia akan dipersatukan dengan Marvel Cinematic
Universe utama kelak. Melihat trailer Thor:
Ragnarok yang punya tone warna semakin ke arah GotGV2, seharusnya sudah
mulai bisa memunculkan spekulasi-spekulasi baru. Oh ya, tak lupa juga saya
mengingatkan untuk tetap duduk selama credit title karena ada lima mid-credit
dan after-credit scenes yang menurut saya, tiga di antaranya penting, sementara
dua di antaranya menarik. Have a fun ride!
Lihat data film ini di IMDb.The 90th Academy Awards Nominee for:
- Best Achievement in Visual Effects