3.5/5
Asia
Comedy
Drama
interwoven
mature relationship
Omnibus
Pop-Corn Movie
Romance
Thailand
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Moment
[รักของเรา]
Selain GTH (yang kemudian ‘bertransformasi’ menjadi GDH), nama
production house Talent 1 juga cukup dikenal, terutama untuk genre horror
seperti Last Summer (2013) dan The Couple (2014). Menyambut Valentine
2017 lalu, Talent 1 mencoba memproduksi genre yang sama sekali berbeda dari
‘spesialisasi’ mereka, yaitu romance. Film bertajuk The Moment (รักของเรา/Ruk
Kong Rao) ini menawarkan sebuah interwoven dari tiga cerita dengan latar
belakang negara berbeda-beda tapi punya benang merah yang sama, bahkan
karakter-karakternya terkoneksi secara langsung. Menghadirkan aktor-aktor yang
cukup dikenal, seperti Pachara Chirathivat (SuckSeed
dan The Billionaire), Jarinporn
Joonkiat (Countdown), Toni Rakkaen (How to Win at Checkers (Every Time), Love H2O), Supassra Thanachat (The Swimmers), hingga aktor berdarah
Korea Selatan, Teo Yoo (Equals).
Baru tiba di London untuk melanjutkan studi, Praew
dipertemukan kembali dengan mantan pacarnya, Jim. Selain membantu beradaptasi
dan mencarikan pekerjaan, perlakuan Jim yang melebihi kewajaran membuat Praew
khawatir ada upaya untuk CLBK. Maklum, Praew kini tengah menjalin hubungan
serius dengan seorang pria yang sedang bekerja di Seoul, Karn. Praew jadi ragu
karena ada kemungkinan dirinya masih menaruh hati dan harapan pada Jim.
Ton nekad menyusul pacarnya, Na, sampai ke New York karena
beberapa minggu terakhir ia kehilangan kontak. Petunjuk keberadaan Na yang bisa
ditelusuri hanya lewat postingan Facebook. Menurut Jeab, seorang gadis yang
mengaku teman dekat Na, ia mulai berkencan dengan pacarnya sendiri. Merasa
punya tujuan pencarian yang sama, Ton dan Jeab menelusuri kota untuk mencari
keberadaan pasangan masing-masing. Seiring dengan waktu, muncul sebuah momen
yang justru membuat keduanya saling jatuh hati.
Karn memutuskan bekerja di sebuah agensi advertising di Seoul.
Sering mendapatkan bully dari teman setimnya, tiba-tiba muncul Mr. Kim yang
mengaku mengagumi ide-idenya dan memutuskan untuk bekerja sama dalam
mengembangkan ide iklan untuk produk soju. Seiring dengan waktu dan riset yang
mereka lakukan bersama, tak sadar timbul chemistry yang tak bisa diabaikan
begitu saja.
Dari ketiga cerita yang berjalan paralel tapi dirangkai secara
interwoven (bukan terbagi dalam segmen-segmen tersendiri), benang merah yang
ingin disampaikan bisa terbaca dengan jelas. Ketiganya punya ‘momen’ yang meski
terkesan sederhana tapi punya kekuatan yang cukup untuk mengubah apa yang telah
terjalin lama (atau mengembalikan sesuatu yang sempat hilang). Ketiganya
dibangun dan di-'jahit' lewat adegan-adegan serta dialog yang mengalir dengan mulus, cukup
lancar, lembut, pun juga berhasil membangun chemistry yang lebih dari cukup untuk
tampil convincing.
Kesulitan dari merangkai cerita interwoven biasanya adalah
bagaimana membagi porsi yang seimbang antara ketiganya, bahkan jika salah satu
atau justru beberapa segmen punya kekuatan yang tak sepenuhnya setara. Awalnya The Moment terasa punya segmen yang
lebih mendominasi ketimbang yang lain dan ada pula segmen yang terkesan punya
perkembangan paling sedikit. Namun berkat editing yang tergolong rapih, punya
sense momentum dan penjagaan pace yang tepat, ketiga segmen pada akhirnya
terasa punya keseimbangan yang kurang lebih merata. Ketiganya diakhiri dengan
konklusi yang terkesan mengambang, tapi sebenarnya cukup terbaca jika Anda
berniat untuk menganalisa pilihan sikap dari tiap karakter. In this case memang
tak perlu ending yang benar-benar jelas untuk mendikte penonton, tapi ada momen
pertimbangan yang cukup jelas mengarahkan konklusi. Ini yang membuat saya
berkesimpulan The Moment bukan sekedar
drama interwoven ringan yang sederhana semata. Ada pilihan konklusi yang cukup
penting dan menarik untuk direfleksikan di kehidupan nyata.
Keenam aktor-aktris pengisi karakter-karakter utama pun diberi
porsi yang kurang lebih sama besar untuk menarik perhatian penonton. Untungnya
tampil lebih dari cukup untuk mencapai tujuan tersebut. Pachara Chirathivat
sebagai Ton mungkin masih tidak beranjak jauh dari perannya di The Billionaire maupun SuckSeed, tapi ada sedikit kedewasaan
peran yang ditunjukkan. Chemistry yang dibangunnya bersama Supassra Thanachat
pun terasa menjadi yang paling manis. Jarinporn Joonkiat sebagai Praew dan Toni
Rakkaen sebagai Jim mungkin tak punya keistimewaan tertentu (itupun karena
penulisan karakter yang memang tak punya kedalaman lebih), tapi chemistry-nya
masih bisa dirasakan penonton. Kan Kantathavorn sebagai Karn cukup kharismatik
dan mampu membawakan karakter dengan dilematis lebih dibandingkan yang lain.
Begitu pula Teo Yoo sebagai Mr. Kim yang mampu menjaga keseimbangan dalam
karakternya yang memang agak ambigu.
Secara keseluruhan, kemasan The Moment yang terkesan sederhana dan mengalir apa adanya memang
membuatnya terasa tak punya banyak keistimewaan, selain sekedar just another
decent romance. Namun saya menyukai ide benang merah yang seringkali dianggap
remeh tapi ternyata punya ‘kekuatan’ lebih. The
Moment menjadi semacam pengingat akan hal tersebut. Pemilihan konklusi dan
resolusi yang tak terang-terangan juga membuatnya menjadi lebih kontemplatif
bagi penonton yang merasa related. Apalagi kejadian-kejadian yang disuguhkan di
sini tergolong sangat ‘sehari-hari’. It is not special, but still a sweet and
contemplative romance to enjoy. Even better together with spouse.
Lihat data film ini di IMDb.