2/5
Based on a Short Story
Hollywood
Horror
Indie
Investigation
occultism ritual
Pop-Corn Movie
Socio-cultural
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Pay the Ghost
Daftar film ‘kelas B’ yang
dibintangi Nicolas Cage (dan kebetulan di Indonesia didistribusikan oleh pihak
yang sama, mungkin beli hak siarnya secara paket) masih belum berakhir. Setelah
terakhir kita dibuat kebosanan di drama politik depresif, The Runner, suguhan berikutnya adalah sebuah horor, genre yang
jarang (atau malah belum pernah?) dijamah olehnya. Pay the Ghost (PtG) yang disutradarai oleh sineas Jerman, Uli Edel
(kita kenal di sini lewat biografi The
Baader Meinhof Complex dan FTV The
Mists of Avalon), berdasarkan novella berjudul sama karya Tim Lebbon.
Merasa bersalah karena tidak ikut
putra tunggalnya, Charlie, trick or treating di malam Halloween karena urusan
kerjaan, Mike Lawford, seorang profesor, memutuskan untuk mengajaknya ke
karnival. Naas, Charlie malah hilang tanpa jejak. Setahun kemudian, hubungan
Charlie dan istrinya, Kristen, makin merenggang pasca hilangnya Charlie.
Tiba-tiba saja Mike mulai dihantui oleh keberadaan Charlie. Entah itu
halusinasi atau benar-benar terjadi. Investigasi yang ia lakukan berujung pada
kasus hilangnya anak-anak di malam Halloween tiap tahun dan berkaitan dengan
urban legend kaum Celtic. Melihat kemungkinan menemukan dan menyelamatkan
putranya, Mike memilih untuk nekad terjun lebih dalam meski taruhannya adalah
nyawa.
Harus diakui, PtG memang sebuah
proyek kecil dengan treatment indie dan penayangan yang terbatas. Premise PtG
mungkin bukan sesuatu yang baru didengar, namun sebenarnya cukup menarik
perhatian saya. Apalagi memang ada fakta di Amerika Serikat tentang anak-anak
yang hilang di malam Halloween yang sering saya dengar dikait-kaitkan dengan
sekte tertentu (baca: Satanic). Sayangnya, sejak dari segi naskah saja PtG
sudah terlihat jauh dari penggarapan yang menarik. Semuanya serba generik dan
cenderung mengarah ke treatment FTV atau film direct-to-video. Alur yang
berjalan biasa-biasa saja tanpa aspek yang menarik sama sekali, penokohan yang
serba seadanya, dan desain produksi yang serba tanggung. Saya membayangkan jika
premise ini digarap dengan treatment yang lebih kuat dan matang, ala-ala The Conjuring, Insidious, atau Sinister
misalnya. Bisa jadi hasilnya akan jauh lebih baik.
Ya, PtG masih berupaya memasukkan
formula ‘cenayang’ ala The Conjuring
dan Insidious, dan banyak
formula-formula horor lain. Sayangnya hanya dijadikan gimmick-gimmick tempelan
semata, tidak dikembangkan lebih lanjut ke dalam plot.
Nicolas Cage sebenarnya tak
tampil buruk, namun karena karakteristiknya tidak begitu dikembangkan, maka
terkesan biasa saja. Begitu pula penampilan cast pendukung lainnya, seperti
Sarah Wayne Callies sebagai Kristen, Lyriq Bent sebagai Detctive Reynolds, atau
Jack Fulton sebagai Charlie, yang terasa biasa-biasa saja, tanpa kesan yang
begitu berarti.
Teknis pun tidak ada yang
benar-benar remarkable, selain tata suara yang untungnya masih ditata dengan
cukup baik, sehingga beberapa adegan masih sedikit terasa atmosfer horornya.
Dibandingkan film-film ‘kelas B’
Cage akhir-akhir ini, PtG sebenarnya tidaklah buruk-buruk amat. Setidaknya dengan
treatment yang serba tanggung, sangat-sangat generik, dan cenderung terkesan
‘murah’, ia masih cukup lancar menyampaikan ceritanya. Saya pribadi masih
berharap ada yang tertarik mengambil ide cerita semacam PtG ini dengan
treatment yang jauh lebih matang dan baik.
Lihat data film ini di IMDb.