3/5
Drama
Father-and-Daughter
Hollywood
mature relationship
Pop-Corn Movie
Psychological
Romance
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Fathers and Daughters
Kisah hubungan antara orang tua
dan anak sudah berkali-kali diangkat dan terbukti seringkali ampuh untuk
menguras emosi sekaligus emosi penonton. Logikanya mudah, semua orang pasti
punya orang tua, dan drama orang tua-anak akan dengan mudah relate dengan siapa
saja. Tinggal bagaimana meramu formula-formula yang sudah familiar sehingga
tetap berhasil memancing emosi penonton. Sebuah naskah dari project Black List
tahun 2012 yang ditulis oleh Brad Desch tentang hubungan ayah dan putrinya
terpilih untuk diangkat ke layar lebar serta diproduksi bersama oleh PH Amerika
Serikat dan Italia. Sutradara Gabriele Muccino yang pernah sukses dengan
formula serupa lewat The Pursuit of
Happyness dan Seven Pounds
ditunjuk menjadi kapten, dengan deretan cast yang tak boleh diremehkan. Mulai
Russell Crowe, Amanda Seyfried, Aaron Paul, Diane Kruger, Quvenzhané Wallis,
hingga Jane Fonda. Dengan nama-nama yang tergolong berkelas di Hollywood, film
bertajuk Fathers and Daughters (FaD) ini
jelas menarik perhatian.
Pasca kecelakaan yang menewaskan
istrinya, Jake Davis mengalami gejala kejang-kejang yang memungkinkannya
menderita penyakit yang lebih serius. Jake terpaksa menitipkan putri
tunggalnya, Katie, ke keluarga adik sang istri, Elizabeth, dan menjalani terapi
selama beberapa bulan. Setelah selesai terapi, Elizabeth bersikeras untuk
mengadopsi Katie, dengan alasan secara finansial Jake sedang jatuh. Mulai dari
nol, Jake yang seorang penulis novel terkenal bersikeras menyelasaikan novel
terbaru demi mempertahankan hak asuh Katie. Namun ternyata kesehatan Jake
sebenarnya belum sepenuhnya pulih.
Setelah dewasa, Katie bekerja
sebagai relawan di sebuah badan sosial yang menangani anak-anak yatim piatu.
Katie tertarik dengan seorang gadis muda, Lucy, yang mogok bicara semenjak ibu
kandungnya meninggal dunia. Tak ada seorang pun yang berhasil membuat Lucy
berbicara satu kata pun. Perlahan Katie mencoba menjalin pertemanan dengan Lucy
dan memulihkan psikologisnya. Siapa sangka Katie sendiri punya masalah dengan
relationship yang membuatnya selama ini lebih memilih untuk one night stand
ketimbang menjalin hubungan yang serius. Kehadiran seorang pria bernama Cameron
yang mengaku penggemar berat Jake, membuat Katie semakin bimbang dengan
ketakutan dirinya sendiri selama ini.
Secara garis besar FaD memang
punya cerita pertalian psikologis yang menarik dan berpotensi untuk menjadi
tearjerker ampuh. Benar saja, Muccino memang berhasil membuat beberapa momen
spesialnya begitu menyentuh dan menggugah emosi saya tanpa harus menampilkan
adegan tangis berlebihan, misalnya ketika lagu Close to You yang membuat adegannya terasa begitu manis sekaligus
memilukan. Upaya untuk menautkan masa kecil Katie dengan dampak psikologisnya
ketika dewasa yang ‘mati rasa’ hingga lebih memilih untuk one night stand, sebenarnya
juga jadi materi yang menarik. Apalagi sub-plot hubungan antara Katie dan
Cameron dikembangkan dengan cukup baik. Beberapa adegan seks yang meski memang
tak ditunjukkan secara eksplisit, tapi di ranah film tentang orang tua dan anak
tergolong mengejutkan.
Sayangnya, FaD memilih alur
campuran yang membuat penonton bingung untuk fokus. Ditambah lagi pergantian
alurnya tergolong random, tanpa punya hubungan yang cukup kuat maupun mulus.
Alih-alih mendapatkan pemahaman sekaligus emosi yang utuh, penonton dibuat
bingung dengan arah dan tujuan film. Belum lagi sub-plot tentang Katie dan Lucy
yang sebetulnya juga menarik, terasa menjadi yang paling tidak punya pertautan
apa-apa dengan kedua sub-plot lainnya.
Lagi-lagi fokus emosi saya harus terpecah-pecah. Gagal menjadi tontonan
utuh yang bagus, salah satu yang bisa dinikmati dari FaD adalah beberapa momen
yang memang berhasil memancing emosi penonton.
Keberhasilan itu tentu tak lepas
dari performa yang sangat baik dari para aktornya. Terutama Russell Crowe sebagai
Jake Davis dan Amanda Seyfried sebagai Katie. Crowe dengan kharismanya bisa
dengan mudah mencuri simpati penonton. Belum lagi mentality breakdown hingga
seizure yang dilakoni oleh Crowe dengan begitu hidup dan menyentuh. Seyfried
mungkin lebih banyak terlihat bingung dengan keadaan karakternya, namun tentu
saja ia punya momen yang menunjukkan performa akting mumpuninya. Kylie Rogers
yang memerankan Katie kecil pun memberikan performa sekaligus chemistry akting
yang begitu kuat dengan Crowe. Aaron Paul tak buruk meski saya merasa ia
terlalu ‘keras’ untuk karakter Cameron. Quvenzhané Wallis dan Diane Kruger tak
punya porsi yang cukup untuk memukau penonton. Perhatian saya justru tercuri
oleh penampilan Jane Fonda sebagai agen Jake, Teddy Stanton.
Sinematografi Shane Hurlbut
memberikan nuansa dan pace yang smooth untuk FaD yang memang cenderung
melankolis. Tak istimewa, tapi tergolong pas untuk nuansa dan mood film. Alex
Rodriguez sebagai editor yang menjadi salah satu faktor penentu jalan cerita
FaD mungkin kebingungan untuk membuatnya kesatuan cerita yang utuh dengan tiga
sub plot yang berjalan paralel. Not completely his fault, tapi tetap saja
tanggung jawab keseluruhan ada di tangannya. Musik dari Paolo Buonvino
mengiringi momen-momen terbaiknya, seiring dengan pemilihan lagu-lagu yang
berhasil menguras emosi penonton. Tak ketinggalan pemilihan theme song berjudul
sama, Fathers and Daughters, yang
menandai kembalinya Michael Bolton, membuat penonton ingin memeluk ayah atau
anak ketika kredit mulai berjalan.
Seperti kebanyakan film tentang
orang tua dan anak, FaD masih bisa berhasil menguras emosi penonton bahkan
mungkin sampai menitikkan air mata, entah itu air mata kesedihan, kerinduan,
atau kebahagiaan. Namun sebagai satu rangkaian cerita utuh yang sejatinya saling
berhubungan, FaD masih termasuk gagal. Alhasil ia gagal pula menjadi salah satu
film orang tua-anak yang bakal bisa bertahan dalam benak untuk jangka waktu
yang lama. Well, jika Anda tetap bersikeras ingin mencobanya, setidaknya masih
bisa mengandalkan performa akting dari para cast.
Lihat data film ini di IMDb.