3.5/5
Action
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Comedy
Family
Hollywood
Kids
Musical
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Alvin and the Chipmunks: Road Chip
Entah dari mana ide yang didapat
oleh Ross Bagdasaria, Sr. ketika pertama kali menciptakan karakter musik yang
terdiri dari tiga ekor chipmunk. Ciri khasnya teknik suara yang di-pitch up
untuk menghasilkan suara khas chipmunk. Berawal dari proyek musik, Alvin and the Chipmunks yang awalnya
hanya bernama The Chipmunks
berkembang jadi komoditas franchise. Mulai komik, serial animasi, bahkan film
layar lebar. Bahkan teknis suara pitch-up lebih dikenal sebagai
chipmunk-voiced. So like it or not, Alvin
and the Chipmunk (AatC) punya andil yang cukup penting dalam budaya populer
dunia. Terbukti meski lahir sejak tahun 1958 dan di-bash habis-habisan oleh
para kritik ketika versi layar lebarnya dirilis tahun 2007, antusiasme penonton luar biasa, baik
anak-anak yang menjadi target audience utama (padahal generasi yang sangat
berbeda ketimbang ketika pertama kali keluar atau ketika masih populer) maupun
orang tua yang pernah tumbuh di era popularitas puncak Alvin, Simon, dan
Theodore. Ini terbukti bahwa penonton tak peduli dengan kritik yang terkesan
terlalu serius dan jauh dari paham akan kebutuhan anak-anak untuk sekedar
bersenang-senang, serta kebutuhan tiap orang untuk dihibur dengan sajian ringan
dan menyenangkan adalah universal, tidak memandang usia maupun generasi.
Terbukti AatC sukses mengumpulkan US$ 361 juta di seluruh dunia, dengan budget
‘hanya’ US$ 60 juta saja. Dua sekuelnya dengan sub-judul The Squeakquel dan
Chipwrecked juga sukses mengumpulkan keuntungan berlipat-lipat dari
budget-nya. Maka persetan dengan komentar kritik, selama fans masih
‘membutuhkan’ hiburan ringan yang menghibur, Alvin dkk. masih bisa terus
menjual, dan akan terus dibuatkan installment-nya.
Setelah merintis karir sebagai
group musik profesional, survival dari kejaran bos musik ambisius, Ian,
mempertahankan popularitas setelah kemunculan rival The Chipettes, dan bertualang di pulau terpencil, kali
ini para chipmunks menghadapi fase baru dalam kehidupan mereka yang sebenarnya
sudah menginjak remaja: Dave Seville memperkenalkan seorang wanita yang
naga-naganya bakal menjadi pasangan tetap Dave, Samantha. Sam adalah wanita
yang baik-baik saja sampai ia memperkenalkan putra tunggalnya, Miles. Diam-diam
Miles suka membully Alvin, Simon, dan Theodore. Keempatnya akhirnya saling
menemukan dan memutuskan misi yang sama: membuat hubungan Dave-Samantha tak
berhasil. Ini berdasarkan ketakutan masing-masing akan diabaikan jika
Dave-Samantha bersatu. Maka ketika Dave-Samantha terbang ke Miami untuk
sekalian mengurus konser artis terbaru Dave, Ashley, sementara Miles dan para
chipmunk ditinggal di rumah, mereka memutuskan untuk menyusul Dave-Samantha.
Seiring dengan kekacauan-kekacauan sepanjang perjalanan yang biasa disebabkan
oleh para chipmunk, kedekatan pun mulai terjalin antara Miles dan para chipmunk.
Dari plot demikian, Alvin and the Chipmunks: Road Chip (RC)
tampak ingin mengambalikan konflik bertemakan keluarga sebagai porsi utama. Tidak lagi
menjadi sub-plot di antara plot utama tentang karir bermusik atau Hollywood
life. This is a good one I should appreciate from RC. Generik dan klise sih
untuk genre keluarga, tapi come on. You don’t really need a unique story in
this genre, as long as you can feel the warmth, it’s a good one. Randi Mayem
Singer dan Adam Sztykiel selaku penulis naskah berhasil memasukkan plot generik
tentang ketakutan akan anggota keluarga yang ditinggalkan ini ke dalam template
khas AatC dengan cukup rapi, setup-setup yang masuk akal dan menarik, alur turnover
yang convincing, fun, chipmunk way, dan yang pasti membuat penonton merasakan
kehangatan hati besarnya. Oh ya, mereka tak melupakan sub-plot kejar-kejaran
dengan karakter antagonis yang kali ini diemban oleh polisi udara, Agen Suggs,
yang jelas-jelas mengingatkan kita akan karakter Ian yang menjengkelkan tapi
berhasil jadi ‘tumbal’ dari kejadian-kejadian konyol akibat ulah Alvin, Simon,
dan Theodore. Terkesan menyebalkan? Namanya juga karakter villain, di film
anak-anak pula. Delusional kalau Anda mengharapkan karakter penjahat yang
kharismatik seperti Joker. Kehadirannya bukan untuk menjadi karakter favorit,
tapi memang untuk memancing tawa. So set your views right about this. Bahkan
dari jaman film selegendaris Home Alone
sekalipun, karakter penjahatnya sudah dibuat menyebalkan.
Kembali ke topik sub-plot
kejar-kejaran, RC masih memberikan porsi yang cukup dan seimbang untuk menjadi
objek hiburan di samping topik utamanya yang hangat. Terakhir yang wajib ada di
setiap installment Alvin adalah performance musikal yang selalu update. Kali
ini tak hanya update, tapi juga menyesuaikan dengan background cerita
perjalanan mereka, seperti lagu country South
Side ketika berada di bar Atlanta dan Uptown
Funk ketika karnaval di New Orleans. Penggunaan musik thematic ini menjadi
poin lebih untuk RC di mata saya. Jangan lupakan pula lagu orisinil Home yang menjadi klimaks yang bikin
tersenyum dan tersentuh. Manis dan hangat.
Most of the original cast masih
menjalankan peran masing-masing dengan kualitas setara seperti
installment-installment sebelumnya, seperti Jason Lee sebagai Dave, Justin
Long, Matthew Gray Gubler, dan Jesse McCartney sebagai the Chipmunks. Di
jajaran cast pendukung sebenarnya tak ada yang benar-benar istimewa. Kembalinya
Kimberly Williams-Paisley dari franchise Fathers
of the Bride mungkin memberikan sedikit nuansa nostalgic selain karakternya
yang cukup mampu mengundang simpati penonton. Bintang muda Josh Green pun mampu
sedikit mencuri perhatian berkat fisiknya dan juga perubahan karakter Miles
yang dilakoninya dengan manis. Tony Hale sebagai Agen Suggs tak semenjengkelkan
karakter Ian tapi tetap mampu menjadi pemancing tawa. Bella Thorne sebagai
Ashley mungkin bisa jadi pencuri perhatian bagi penonton muda. Terakhir, cameo
beberapa selebriti seperti Redfoo (mantan personel LMFAO) dan Jennifer Coolidge
semakin memeriahkan suasana film.
Di divisi teknis, yang patut
dibahas adalah penggunaan Weta Digital untuk visual effect, terutama dalam
menghidupkan karakter-karakter chipmunk. Ini akibat firma visual effect di
film-film sebelumnya, Rhythm & Hues bangkrut tahun 2013 lalu. Hasilnya
sedikit terasa lebih halus dan real daripada installment-installment
sebelumnya, meski mungkin tidak terlalu disadari oleh penonton. Notable
technique lainnya terletak pada tata suara yang menghadirkan detail suara
mengagumkan. Crisp, natural, bass mantap, dan fasilitas surround yang terdengar
dimanfaatkan maksimal. Keseimbangan antara dialog, sound effect, dan dialog pun
ditata dengan sangat baik.
Di mata penonton modern (terutama
penonton dewasa yang terlalu (atau sok?) kritis terhadap tontonan anak-anak), AatC
mungkin masih menjadi tontonan tak berisi yang menjengkelkan karena lagu-lagu populer
dengan suara high-pitch dan karakter villainnya. So if you think you’re one of
them, mending tak perlu repot-repot untuk nonton, karena Anda sendiri sudah tahu
bagaimana akan bereaksi nanti. It's not for you in your personal appetite and that's okay. Don't force yourself or you will harm the movie. Tapi bagi Anda yang sudah terlanjur mencintai
the chipmunks dari dulu, haus akan pure entertainment anak-anak dan keluarga
yang ringan, meriah, dan menghibur, RC adalah pilihan tontonan yang tidak boleh
dilewatkan. Dengan plot yang lebih ‘berbobot’ dan relevan untuk ditonton
seluruh keluarga, saya berani mengklaim RC sebagai salah satu installment
terbaik dari versi layar lebar era 2000-an, so far.
Lihat data film ini di IMDb.