3.5/5
Biography
Drama
Indie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Life
James Dean adalah sosok aktor
muda legendaris karena kiprahnya yang ‘hanya’ sempat bermain di tiga film layar
lebar yang nantinya berstatus legenda: East
of Eden, Rebel Without a Cause,
dan Giant, sebelum akhirnya tewas
beberapa bulan setelah Rebel Without a
Cause rilis dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di usia 24 tahun. Sosoknya
dianggap terus menjadi inspirasi bagi aktor muda sampai saat ini. Biopic-nya
sudah beberapa kali diangkat, yang paling notable film TV James Dean (2001) yang diperankan James Franco, dan ada pula versi
arthouse yang lebih ke dreamy ketimbang realis, Joshua Tree, 1951: A Portrait of James Dean (2012).
Penulis naskah Luke Davies (Candy dan Reclaim) yang tertarik untuk menulis sebuah biografi tentang James
Dean, menemukan sudut penceritaan yang menarik setelah menemukan foto Dean di
Time Square karya Dennis Stock untuk majalah Life. Maka mulailah disusun plot
yang kemudian menarik perhatian Anton Corbijn, sutradara music video langganan
Depeche Mode dan U2 yang pernah menangani The
American dan A Most Wanted Man,
untuk menangani karena keunikan sudut pandangnya.
Dennis Stock adalah fotografer
yang sering ditugaskan untuk liputan red carpet, premiere film, dan pesta-pesta
selebriti Hollywood. Bosan dengan tugas yang itu-itu saja, ia mencoba mencari
materi berbobot untuk essay photography yang rencananya akan dijual ke Majalah
Life. Di sebuah pesta ia tak sengaja bertemu James Dean, aktor muda yang sedang
menunggu rilis East of Eden sebagai
debutnya, dan proses kontrak untuk film besar produksi Jack Warner dari Warner
Bros berikutnya, Rebel Without a Cause.
Dennis melihat Dean sosok yang menarik untuk dibahas. Sebuah rencana yang
awalnya tak berjalan mulus. Tak hanya agensinya yang skeptis sehingga enggan
membiayai Dennis, tapi juga Dean sendiri yang awalnya mengatakan tertarik namun
sikapnya kemudia seperti ogah-ogahan. Hubungan mereka secara profesional maupun
pribadi semakin dekat ketika keduanya mendapati pergulatan dan kecenderungan
menyikapi yang kurang lebih sama.
Kisah biopic yang diceritakan
melalui sudut pandang orang yang tidak begitu terkenal namun pernah dekat
memang bukan formula baru. Yang
paling saya ingat dalam benak adalah My
Week with Marilyn, The Last King of
Scotland, dan Almost Famous.
Namun saya menemukan sesuatu yang beda dengan Life. Tak sekedar berusaha menceritakan sisi lain (baca: manusiawi)
dari sang sosok populer, Life
memberikan keseimbangan pada sosok Dean dan Stock. Yang jadi fokus utama justru
persamaan keduanya: sama-sama berusia muda, sedang melakukan struggle demi
karir yang lebih tinggi, dan punya jiwa kebebasan yang berusaha adjust dengan
bidang profesi masing-masing. Khsus untuk karakter Stock; punya keluarga di
usia muda ketika ia juga harus membagi waktunya demi karir. Sisi-sisi menarik
yang ditunjukkan dan dikomparasi dengan porsi yang seimbang secara paralel
lewat alur ceritanya yang berjalan begitu mengalir. Malah mungkin terlalu
sederhana dan terlalu biasa saja bagi beberapa penonton. Justru sisi-sisi
itulah yang menarik perhatian saya untuk mengikuti kisah Life yang diceritakan dengan begitu elegan pula oleh Corbijn.
Dalam sebuah biopic, salah satu
yang paling menarik perhatian adalah siapakah yang memerankan sosok populer. Life memasang aktor Dane DeHaan (The Amazing Spider-Man 2, Kill Your Darlings) untuk menghidupkan
sosok James Dean. Pilihan yang cukup mengejutkan, menimbang secara fisik DeHaan
punya postur (dan tentu saja, kharisma) yang berbeda dengan Dean. Di layar,
DeHaan membuktikan keraguan itu dengan effort penampilan yang cukup mencengangkan.
Gesture, cara bicara, cara memicingkan mata, so James Dean. Yes, postur dan
kharismanya memang tak bisa banyak menutupi, namun effort-nya boleh lah
dihargai lebih. Sementara Robert Pattinson semakin menunjukkan performa yang
lebih mature dan cukup berhasil pula. Aktor pendukung berikutnya yang cukup
menarik perhatian adalah Ben Kingsley sebagai Jack Warner, Joel Edgerton
sebagai John Morris, dan tentu saja Alessandra Mastronardi sebagai Pier Angeli.
Sebagai sebuah drama biopic, Life memang tak menawarkan banyak
keistimewaan di teknisnya. Sinematografi Charlotte Bruus Christensen cukup
berhasil bercerita dengan mood yang sesuai dengan style Corbijn. Editing Nick
Fenton cukup banyak mempengaruhi mood dan terutama berperan penting dalam
menjaga pace penceritaan yang tergolong lambat menjadi tak terlalu terasa
membosankan. Tata suara tak terlalu istimewa, termasuk dalam hal pembagian
kanal surround. Sementara scoring Owen Pallett menghantar mood classy dan
flowing Corbijn dengan sangat baik.
Life memang bukan tipikal film besar ataupun arthouse yang akan
mendominasi banyak event award. Namun bagi saya pribadi, Corbijn berhasil
menyuguhkan sebuah biopic dari sosok penting di Hollywood dengan sudut pandang
dan problematika yang berbeda. Bagi yang belum mengenal James Dean mungkin
tidak akan memahami seberapa hebat dan pentingnya sosok Dean lewat film ini.
Namun ia tetap bisa membuat penonton (yang related, tentu saja) merefleksikan
pergulatan antara profesi sesuai passion dengan kebebasan idealis yang menjadi salah
satu aspek kedewasaan. Corbijn menyuguhkannya dengan santai, elegan, sederhana,
hangat, dan mengalir.
Lihat data film ini di IMDb.