3.5/5
Gore
Horror
Indonesia
Pop-Corn Movie
slasher
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Midnight Show
Renee Pictures adalah PH film
Indonesia yang tergolong baru namun berani memproduksi film dengan berbagai
genre. Setelah drama romantis, komedi chaotic, dan horor, sebagai film
keempatnya, Renee Pictures mempersembahkan slasher thriller bertajuk Midnight Show (MS). Dari ide cerita
Gandhi Fernando dikembangkan oleh penulis naskah Husein M. Atmodjo. Ginanti
Rona Tembang Asri ditunjuk sebagai sutradara. Sebelumnya sutradara wanita muda
ini dikenal sebagai astrada dari film-film bertemakan slasher seperi Rumah Dara dan The Raid. Daya tarik lainnya adalah keterlibatan aktris Acha
Septriasa sebagai lead yang mana ini merupakan kali pertamanya membintangi film
thriller/horor, setelah selama ini dikenal sebagai bintang drama romantis.
Bersetting di akhir dekade 90-an,
dimana iklim usaha bioskop semakin meredup. Di tengah menurunnya jumlah
penonton, bioskop Podium mempekerjakan Naya yang bertugas menjadi penjaga
loket, sang projeksionis, Juna, sang sekuriti, Allan, petugas kebersihan, Lusi,
dan pemilik bioskop, Pak Johan. Suatu malam akan diputar film berjudul Bocah sebagai tayangan midnight show di
Podium. Konon film ini berdasarkan kisah nyata seorang bocah yang menghabisi
seluruh keluarganya secara kejam. Penayangan sempat akan dibatalkan karena tak
ada penonton, namun di menit-menit terakhir satu per satu berdatangan. Ada
seoang bapak tua yang terlihat kebingungan, sepasang kekasih, Ikhsan dan Sarah,
serta seorang pemuda misterius ber-hoodie hitam, Juna. Keadaan semakin mencekam
ketika terjadi pembunuhan di dalam studio saat pemutaran film Bocah. Tak hanya berusaha menyelamatkan
diri agar tidak menjadi korban berikutnya, mereka juga harus memecahkan misteri
siapa pelakunya dan apa hubungannya dengan film Bocah yang sedang diputar.
Genre slasher thriller terhitung
masih jarang ada di film Indonesia. Maka tiap kali kemunculan film serupa yang
digarap dengan baik, menjadi daya tarik tersendiri. Tak terkecuali untuk Midnight Show yang jelas menunjukkan
peningkatan cukup signifikan dari produksi Renee Pictures di berbagai departemen.
Overall, Ginanti berhasil menghidupkan nuansa mencekam dan menegangkan sejak
menit pertamanya. Ia juga berhasil menghadirkan adegan-adegan hide-and-seek dan
slasher-nya dengan energi serta momentum yang serba tepat. Ini menjadikan MS
sajian thriller berkelas yang berhasil mengacak-acak emosi penonton. Ada
beberapa scene yang terasa terlalu carried away dan karena keberadaannya cukup
sering terjadi, sehingga sedikit mempengaruhi laju penceritaan. Ganjalan lain
juga terasa ketika ia berusaha membuka satu per satu layer rahasianya.
Adegan-adegan revealing ditampilkan dengan agak kurang luwes sehingga mungkin
membuat penonton harus berkonsentrasi lebih untuk memahaminya, atau malah perlu
analisis ulang setelah film berakhir. Kendati demikian, cara ia menjaga dan
akhirnya membuka satu per satu layer rahasianya harus diakui tergolong cerdas
dan tidak semudah biasanya untuk ditebak. Termasuk juga konsep cerita secara
keseluruhan yang layak mendapatkan apresiasi lebih.
Penampilan Acha Septriasa sebagai
lead di film thriller ternyata masih memberikan performa terbaik. Ia mampu
menjadi lead yang cukup kuat untuk mengundang simpati sekaligus menjadi motor
penggugah emosi penonton. Gandhi Fernando sebagai Juna yang selama ini dicibir
karena selalu tampil di film-film yang ia produksi, memberikan performa yang
jauh lebih baik daripada sebelumnya. Setidaknya ia sudah tampil lebih santai,
laid-back, dan tidak berakting berlebihan maupun terkesan dibuat-buat seperti
sebelum-sebelumnya. Gesata Stella sebagai Lusi juga menunjukkan performa akting
yang lebih baik dari biasanya, tentu ini berkat karakter yang memang lebih
menantang ketimbang yang selama ini ia perankan. Ratu Felisha yang sudah
berpengalaman di genre thriller/horror, masih memberikan kualitas performa yang
setara lewat karakter yang sebenarnya tergolong tipikal. Sementara Boy Harsya,
Daniel Topan, dan Ronny P. Tjandra tidak punya running time yang cukup untuk
menjadikan karakter mereka lebih menarik lagi.
Dalam menjalankan misinya, MS
dibekali teknis yang sangat mumpuni sekaligus mendukung. Sinematografi Joel
Fadly Zola yang dengan sangat baik memframe tiap kejadian penting dengan latar
desain produksi berkelas dari Aek Bewava. Bioskop ‘klasik’ Galaxy di Bogor dan
bioskop Mall Cimanggis, Depok yang ketika syuting masih beroperasi namun sudah
tidak lagi delapan bulan setelah syuting selesai, menjadi setting ‘sempurna’
untuk menghidupkan nuansa creepy. Tata suara terdengar begitu detail dan punya
keseimbangan sound effect, score music, dan dialog yang sangat baik, lengkap
dengan pemanfaatan fasilitas surround yang maksimal serta scoring-scoring
berkelas namun ‘sakit jiwa’ dari Jerapah Sound. Editing dari Andhy Pulung tu,
termasuk coloring yang membuatnya tampak semakin berkelas, turut menjadikan
flow cerita dan energi MS terjaga sebagai sebuah sajian thriller.
Bagi penggemar slasher thriller,
MS jelas sajian yang haram untuk dilewatkan di layar lebar. Dengan dukungan
teknis yang sangat mendukung, konsep cerita yang cerdas dan rapi, meski ada
beberapa bagian yang masih kurang luwes disampaikan secara visual, MS adalah a smart
and gripping slasher thriller we rarely experience.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.