3.5/5
Asia
Bromance
brotherhood
Comedy
disease
Drama
Family
Pop-Corn Movie
Psychological
South Korea
tearjerker
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
My Annoying Brother
[Hyeong/형]
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sinema Korea Selatan memang
piawai dalam menggarap drama (atau mix-genre apapun) yang begitu emosional
hingga sukses membuat penonton ter-bebal sekalipun berkaca-kaca. Tak diabaikan
pula karakterisasi yang kuat dalam mendukung momen-momen emosionalnya. Selain
meng-eksplorasi emosi lewat hubungan pasangan maupun orang tua-anak, ada satu
materi yang pernah sesekali diangkat tapi tergolong jarang, yaitu hubungan
antar-saudara (baca: brotherhood). CJ Entertainment selaku distributor
film-film Korea Selatan terbesar untuk peredaran internasional tahun ini
menawarkan materi tersebut lewat My
Annoying Brother (형/Hyeong - MAB). Dari salah satu penulis naskah (terutama
untuk part-part dramatisasi-nya) Miracle
in Cell No. 7 (2013), Young-A Yoo, dan sutradara Soo-Kyung Kwon (Barefoot Kibong – 2006), MAB menggandeng
aktor Jung-suk Jo (Architecture 101, Time Renegade), personel boyband EXO-K,
Kyung-soo Do alias D.O., serta aktris cantik, Shin-hye Park yang sempat kita
lihat sebagai Ye-seung dewasa di Miracle
in Cell No. 7. Pencapaiannya di pasar domestik termasuk sukses setelah
berhasil mengumpulkan satu juta penonton dalam empat hari pertama perilisannya
(sampai tulisan ini diturunkan sudah mencapai tiga juta penonton). Fans sinema
Korea Selatan di Indonesia boleh bersorak karena Jive Movies membawa MAB untuk
diputar di bioskop-bioskop Indonesia mulai 21 Desember 2016.
Doo-shik, seorang penipu ulung yang sedang mendekam di dalam
bui mengajukan permohonan bebas bersyarat dengan alasan ingin merawat sang adik
yang seorang atlet Judo, Doo-young baru saja mengalami cidera yang membuatnya
buta permanen. Doo-shik berniat memanfaatkan kondisi adiknya ini sekedar untuk
keluar dari penjara, menipu, dan menghambur-hamburkan uang warisan dari orang
tua mereka. Doo-young sendiri merasa terpukul dan enggan untuk melakukan
apapun. Kerjaannya tiap hari hanya meratapi diri di kamar. Kondisi rumah pun
berantakan. Kehadiran Doo-shik awalnya tak banyak membantu kondisi Doo-young
apalagi ternyata selama ini keduanya sama-sama saling membenci. Namun seiring
dengan waktu, terutama karena lama-lama gregetan dengan kondisi Doo-young,
Doo-shik perlahan menjadi peduli dan membuata Doo-young kembali semangat untuk
membangun hidupnya kembali. Salah satunya adalah menerima ajakan sang pelatih,
Soo-hyun, yang ingin Doo-young mengikuti Paralympics (Olimpiade untuk
atlet-atlet berkebutuhan khusus) di Rio. Ketika hubungan mereka mulai terjalin
hangat, tes kesehatan yang awalnya untuk tujuan menipu, membuat kesempatan Doo-shik untuk membantu Doo-yong kembali menjalani hidup normal semakin menipis.
Dengan premise yang demikian, siapa saja tentu dengan mudah
menebak ke arah mana MAB ini akan menuju. Memang tak sampai menjadi tearjerker
eksploitatif, karena ia menekankan pada cause yang lebih penting ketimbang
sekedar menangisi keadaan, tapi apa yang ditawarkan di sini sebenarnya
benar-benar formulaic, apalagi pada ranah sinema Korea Selatan dimana
tearjerker seolah-olah sudah menjadi salah satu trademark terkuatnya. Sedikit
pembedanya yang membuat MAB lebih menarik adalah bumbu humor yang berasal dari
akal-akalan Doo-shik sebagai materi pembangun hubungan antara Doo-shik dan
Doo-young, terutama pada babak pertama. Tak sampai jatuh menjadi humor
slapstick murahan dan berlebihan, tapi tetap membuat saya tersenyum sambil
geleng-geleng kepala atau tertawa terbahak-bahak. Turnover tearjerker di babak
kedua memang mengurangi cukup banyak nuansa fun yang sudah terbangun di babak
pertama. Transformasi nuansa film pun terjadi. Tak sampai pula menukik menjadi
part yang kelewat depresif, tapi juga tidak sampai menekan sisi emosional saya
secara mendalam. Like, I can sense the sorrow, but unable to force me to weep.
Lantas memang ada ekspresi-ekspresi yang terkesan over-the-top dalam upaya
untuk menguras tangis penonton, tapi yang berhasil menyentuh hati saya (kendati
tak sampai keluar air mata) justru bagaimana karakter Doo-shik menyikapi momen
tersebut agar tidak lebih ‘meledak’. Pilihan ending yang lebih mengedepankan
konklusi solutif ketimbang eksploitasi kehilangan pun menutup MAB dengan senyum
bahagia dan bangga dari penonton.
Salah satu faktor yang membuat drama MAB berhasil adalah
performance para aktornya. Terutama sekali Jung-suk Jo sebagai Doo-shik yang
mampu menghidupkan tiap fase karakternya. Mulai an ass dengan berbagai
trik-trik licik tapi menggelitiknya, hingga turnover yang natural nan mulus di
babak selanjutnya, menjadi sosok yang memang tulus, hingga babak ketiga dimana
menjadi final turnover yang akhirnya membuatnya mendapatkan simpati penuh dari
penotnon. Bagaimana ia mampu menangani momen-momen menyentuhnya tanpa
ledakan-ledakan emosi berlebih, juga menjadi highlight dari performance
Jung-suk. Kyung-soo Do sebagai Doo-young pun mampu mengimbangi penampilan
Jung-suk, terutama dalam membangun chemistry serta turnover yang tak kalah
mulusnya. Ada momen-momen yang seharusnya bisa lebih ‘luwes’ lagi dan terkesan
over-the-top, tapi secara keseluruhan ia masih menghidupkan karakternya dengan
baik. Shin-hye Park sebagai Soo-hyun mungkin terkesan hanya sebagai pemanis
(apalagi karakteristik-nya sebagai pelatih Judo sama sekali tak tampak), tapi dengan
tujuan tersebut, ia cukup berhasil sesuai dengan porsi yang diberikan.
Terakhir, scene stealer di banyak momen, Gang-hyun Kim sebagai Dae-Chang tentu
layak mendapatkan kredit tersendiri.
Teknis MAB memang tak ada yang benar-benar istimewa, tapi
mampu mendukung tiap kebutuhan adegan dengan porsi yang serba pas. Mulai
sinematografi Se-hoon Ki, editing Min-kyung Shin, hingga musik dari Park
Inyoung, dan Kim Tae Sung.
MAB memang tak menawarkan apa-apa yang baru. Formulaic
tearjerker dengan sedikit bumbu humor yang menggelitik. Kendati demikian,
plotnya dikembangkan dengan treatment dan ke arah yang benar. Over-the-top at
some part, tapi tak terkesan eksploitatif. Setidaknya MAB masih mampu membuat
suasana sorrow tanpa harus kelewat depresif, meski mungkin tak semua penonton
berhasil dibuat menitikkan air mata. Go see it if you’re into such movies.
Lihat data film ini di AsianWiki.