5/5
Asia
Comedy
Drama
Feel-good
Hindi
Musical
Pop-Corn Movie
Psychological
Romance
self-discovery
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Dear Zindagi
Nama Gauri Shinde sebagai sineas wanita di Bollywood meroket
ketika film debutnya, English Vinglish
(2012) banjir pujian maupun sukses menjadi box office. Maka kesempatan untuk
membuat film dengan skala yang lebih besar pun terbuka lebih besar. Tak
tanggung-tanggung, proyek Dear Zindagi (DZ)
yang sudah direncanakan sejak pertengahan 2015 lalu mendapatkan dukungan dari
Gauri Khan lewat Chillies Entertainment dan Karan Johar lewat Dharma
Productions. Di jajaran cast-nya pun berhasil menggaet aktris muda yang sedang
naik daun, Alia Bhatt dan sang legenda himself, Shah Rukh Khan. Tentu nama-nama
ini membuat DZ yang sebenarnya punya budget biasa-biasa saja mengundang
excitement dari banyak pihak, bahkan langsung menyandang status high profile
project. Meski tanggapan kritik beragam, DZ terbukti mencetak box office di
negaranya dan beberapa negara lain di seluruh dunia. Tentu cast menjadi faktor
utamanya. Namun reputasi Shinde sendiri jelas tak bisa dianggap remeh.
Kaira adalah seorang wanita muda yang menjalani karir
menjanjikan sebagai seorang sinematografer. Sang produser yang kerap bekerja
sama dengannya, Raghuvendra, sebenarnya berkali-kali memberikan sinyal asmara
padanya, tapi entah kenapa Kaira memilih untuk mengabaikannya. Sampai ketika
Raghu akhirnya berencana menikahi mantannya, Kaira baru sadar betapa ia sendiri
sebenarnya juga jatuh cinta pada Raghu dan menyesal telah mengabaikan
sinyal-sinyalnya selama ini. Kesempatan bekerja untuk project Raghu di Amerika
Serikat pun dilewatkannya. Keadaannya semakin memburuk ketika ia diusir dari
apartemennya karena sang induk semang lebih ingin menyewakan
apartemen-apartemennya kepada pasangan suami-istri. Maka terpaksa lah ia pulang
ke ruamh keluarganya di Goa. Sebenarnya Kaira enggan karena ia tidak nyaman
dengan bagaimana orang tua dan lingkungan memperlakukannya. Sahabat-sahabatnya,
Fatima, Jackie, dan Ganju, menyarankan Kaira untuk berkonsultasi dengan ‘Dokter
Otak’ untuk menyembuhkan perasaan dan pikiran aneh yang akhir-akhir ini
menyerangnya. Takdir mempertemukan Kaira dengan Dr. Jehangir Khan atau yang
biasa dipanggil Jug. Perlahan terkuaklah pengalaman masa lalu Kaira yang
menjadi pembentuk kecenderungan kepribadian Kaira saat ini, termasuk kenapa ia
begitu takut untuk menjalin hubungan romantis. Along with the session, seorang
musisi bernama Rumi mendekatinya. Kaira pun semakin dibuat bingung. PR untuk
memperbaiki dirinya sendiri pun semakin mendesak untuk diselesaikan.
Mengusung tema self-discovery setelah muncul perasaan dan
pikiran aneh (baca: anxiety), DZ mengingatkan saya akan Eat Pray Love. Keduanya memang punya ‘gejala’ yang mirip, terutama
masalah ketakutan untuk memulai hubungan romantis. Ternyata keduanya punya
jalan sendiri-sendiri yang mana membuatnya jadi menarik. Mungkin kesan preachy
dengan segudang quotable line tak terhindarkan. Namun DZ berhasil membalut
kesan preachy ini dengan proses transformasi yang tak hanya natural, tapi juga
membuat penonton ikut merasakan segala emosi yang dialami Kaira sekaligus
menyenangkan untuk diikuti. Kendati demikian, ada kalanya penonton dibuat
bertanya-tanya, kok bisa tiba-tiba Kaira punya perasaan anxiety. Well, in many
cases, wajar jika ada ‘serangan’ mendadak tanpa sebab yang jelas pada manusia.
I’ve been there too. DZ kemudian berhasil meruntut sebab-sebabnya dengan rapih
lewat perjalanan flashback masa lalu Kaira yang mungkin juga dialami oleh
sebagian besar penonton, terutama yang tinggal dan tumbuh di budaya Timur.
Dengan demikian, DZ terasa seperti sebuah sesi konsultasi dan terapi membuat
feel good about our own selves yang menyenangkan bersama psikolog
se-kharismatik Shah Rukh Khan. Efeknya bisa beragam terhadap penonton. Wajar
jika ada yang merasa begitu relate, sementara tak sedikit pula yang tetap
menganggap sesi yang ditawarkan DZ terlalu preachy dan dibuat-buat. As for me,
DZ tetap lah sebuah proses sesi konsultasi dan terapi yang sangat menyenangkan
dan esensial bagi siapa saja. Lengkap dengan analogi-analogi serta
guyonan-guyonan yang cerdas, mampu setidaknya menimbulkan senyum di banyak
kesempatan.
Menempati porsi paling dominan, Alia Bhatt terbukti mampu
memberikan performa dengan kualitas terus meningkat, tak hanya pesona fisik
yang sudah tak perlu diragukan lagi. Transformasi dengan emosi-emosi sesuai
porsi disampaikan Bhatt dengan begitu natural dan nyata. Simpati penonton pun
dengan mudah diraih, bahkan mungkin empati atau malah ‘menohok’ penonton.
Chemistry yang dibangunnya bersama karakter-karakter pria maupun
sahabat-sahabatnya, seperti SRK, Kunal Kapoor (sebagai Raghuvendra), Ali Zafar
(sebagai Rumi), Ira Dubey (sebagai Fatima), Yashaswini Dayama (sebagai Jackie),
dan Rohit Saraf (sebagai Kiddo) pun terjalin dengan sangat hangat dan convincing.
SRK seperti biasa, memanfaatkan kharismanya yang sangat kuat untuk menghidupkan
karakter Jug dengan sangat lovable dan admirable. Saya tak bisa membayangkan
bagaimana jadinya nuansa keseluruhan film tanpa kharisma sebesar SRK dari
pemeran karakter Jug. Sementara aktor-aktris pendukung lain tampil cukup baik
dan memikat sesuai porsi masing-masing.
Menghiasi naskah dan aura feel-good yang begitu kuat dari
Shinde, sinematografi Laxman Utekar menambah keindahan yang memanjakan mata,
terutama dalam mengeksplorasi setting Goa. Pergerakan kameranya mendukung pace
cerita yang tergolong santai tapi tidak terkesan lambat. Tentu peran editing
Hemanti Sarkar juga menjadi faktor yang tak kalah penting. Desain produksi
Rupin Suchak pun menambah production value lewat desain-desain interior dengan
detail-detail props yang punya andil penting dalam plot. Tak lupa pula musik
dari Amit Trivedi yang semakin memperkuat emosi-emosi yang ingin ditanamkan
pada penonton, termasuk nomor-nomor musikal yang catchy dan hummable, seperti Just Go to Hell Dil, Love You Zindagi, serta Tu Hi Hei.
Dari nama SRK, Alia Bhatt, dan Gauri Shinde saja, sebenarnya
sudah membuat DZ film yang layak untuk
ditonton. Tentu dengan isu dan cara penyampaian yang ditawarkan, DZ menjadi
film yang wajib ditonton, terutama bagi Anda yang sering merasa feel bad pada
diri sendiri atau anxiety tanpa sebab. Bagi saya pribadi, DZ bak sebuah sesi
terapi yang esensial dan menyenangkan. It’s made me feel so good about my own
self afterwards. So can you. Yeah it’s whole 5/5 from me for making me feel so
good after a nice, warm, and meaningful process.
Lihat data film ini di IMDb.