5/5
Asia
Based on a True Event
Biography
Drama
Family
Father-and-Daughter
Hindi
Parenting
Personality
Pop-Corn Movie
Psychological
Sport
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Dangal
[दंगल]
Baru Lebaran tahun ini kita disapa oleh film Hindi bertemakan
gulat dari Salman Khan, Sultan, yang
kualitasnya sangat baik, akhir tahun ini giliran Aamir Khan yang unjuk gigi di
tema yang serupa. Sebagai salah satu aktor papan atas Bollywood, tiap penampilannya
tak pernah main-main. Setelah terakhir memikat publik dunia lewat PK tahun 2014 lalu, baru tahun 2016 ini
ia bermain di Dangal, sebuah drama
berlatar belakang olahraga gulat yang diangkat dari kisah nyata sosok pegulat
Mahavir Singh Phogat dan putrinya yang menjadi wanita India pertama yang
memenangkan medali emas di Commonwealth Games 2010, Geeta Phogat. Proyek ini
sebenarnya sudah tercetus sejak 2012 silam oleh tim kreatif Disney yang
kemudian menggandeng Nitesh Tiwari (Chillar Party, Bhoothnath Returns) untuk menyusun naskah sekaligus
menyutradarainya. Khan lantas setuju untuk ikut memproduksi dan bermain sebagai
lead actor dengan effort yang tak ringan demi perannya ini. Mulai naik-turun
berat badan sampai latihan gulat betulan.
Baru merilis trailer pertama, Dangal sudah mencetak rekor sebagai video ketiga yang paling banyak
ditonton di YouTube di seluruh dunia, setelah 50 Shades Darker dan Star
Wars: The Force Awakens, yaitu sebanyak 4.5 juta penonton dalam jangka
waktu 15 jam saja. Di ranah perfilman India, tentu saja ini adalah rekor
tersendiri. Disusul review-review positif dari seluruh dunia yang menjunjung
tinggi kualitasnya sebagai salah satu film India terbaik sepanjang masa. Maka
ketika akhirnya tayang di bioskop-bioskop Indonesia, sayang untuk melewatkannya
begitu saja.
Gagal mewujudkan ambisinya meraih medali emas di cabang
olahraga gulat yang selama ini ditekuninya, Mahavir Singh Phogat bersumpah
putranya kelak yang akan mewujudkan cita-citanya. Pil pahit harus ditelan
Mahavir karena sampai pada anak keempat lahir, kesemuanya adalah perempuan.
Mahavir hampir saja mengubur dalam-dalam ambisinya dan memilih bekerja kantoran
demi menghidupi keluarga sehari-hari, sampai suatu ketika seorang tetangga
menegurnya karena kedua putrinya, Geeta dan Babita, menghajar putra mereka
hingga babak belur. Sejak itu matanya terbuka dan mulai menggembleng keduanya
dengan sangat keras bak atlet gulat sungguhan. Geeta dan Babita merasa
keceriaan masa kecilnya terenggut, tapi berubah pikiran ketika mendapati salah
satu teman perempuan mereka yang dinikahkan saat masih berusia 14 tahun. Mulai
bisa mengabaikan cibiran orang-orang di lingkungan sekitar yang masih kolot,
lama-kelamaan keduanya enjoy dengan latihan mereka dan semakin berambisi untuk
meraih prestasi setinggi-tingginya lewat olahraga gulat. Tantangan tak berhenti
begitu saja. Ketika Geeta akhirnya berhasil masuk pelatnas, ia harus dihadapkan
pada pilihan sulit antara ajaran sang ayah yang diajarkan sang ayah selama ini
atau sang pelatih, Pramod Kadam, yang justru bertolak belakang.
Di permukaan, Dangal
mungkin terkesan seperti layaknya drama sport biopic dengan formula-formula
yang biasa digunakan, seperti perjuangan from zero to hero atau pergulatan
kepribadian ketika kesuksesan dan popularitas mulai berdatangan. Ternyata ia
jauh lebih dari itu. Ada sangat banyak elemen-elemen yang dimasukkan ke dalam
film, tapi berhasil dirangkai menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan atau
malah saling mendukung satu sama lain. Let’s start with its controversial parenting
issue. Gemblengan Mahavir terhadap kedua putrinya memang digambarkan kelewat
keras, bahkan dengan nomer musikal Haanikaarak
Bapu yang semakin meng-highlight ‘penderitaan’ tersebut (baca: meneriakkan
protes). Di era milenium ini, gaya parenting seperti itu dengan mudah menjadi
bahan kecaman para pemerhati perlindungan anak. Namun di bagian lainnya
kemudian, ia menunjukkan betapa gemblengan seperti ini justru pada akhirnya
yang membuahkan hasil paling maksimal, tanpa mengorbankan relasi yang intim antara
orang tua-anak. For that purpose, Dangal
menunjukkan elemen ini dengan begitu kuat dan soulful.
Kemudian ada pula dilematis pilihan antara metode pelatihan
yang serba keras tanpa ada kesempatan untuk bersenang-senang sedikit pun atau
menjaga keseimbangan antara latihan keras dan bersenang-senang. Keduanya punya
sisi plus-minus tersendiri yang tidak bisa dengan mudah memutuskan salah
satunya sebagai metode terbaik. Penonton pun sempat diarahkan pada dilema ini.
Ada kalanya saya dibuat tak setuju dengan metode Mahavir, tapi kemudian saya
juga tak bisa mengelak bahwa gemblengan Mahavir yang ternyata lebih membuahkan
hasil. Sebuah dilema yang juga tak kalah sulitnya jika diaplikasikan pada
berbagai pilihan dalam kehidupan sehari-hari.
Terakhir yang tak kalah pentingnya adalah isu feminisme yang
menyeruak begitu kuat di sepanjang film tanpa harus menjadi protes yang keras.
Ketimbang menyampaikannya secara verbal maupun aksi protes keras, Dangal lebih memilih untuk membuktikan
secara langsung melalui adegan-adegan emosional, ditambah sedikit line yang
mempertegas statement tersebut. Alhasil isu feminisme di sini tak menjadi suatu
bentuk protes yang vulgar dan terang-terangan. Sebaliknya, diselipkan dengan
begitu elegan dan halus, dengan impact yang justru jauh lebih kuat.
Kesemua isu-isu tersebut masih dibungkus lewat
treatment-treatment yang tak kalah istimewanya. Pertama, laju penceritaan
Nitesh yang sangat efektif dan padat dalam menyampaikan rentang waktu yang
cukup panjang, tanpa meninggalkan impresi-impresi emosi yang kuat di tiap fase.
Durasi yang mencapai 160 menit (tanpa nyanyian dan joged lho. Musik-musiknya
hanya menjadi background pengiring adegan) benar-benar tak terasa berlalu.
Kemudian, penanganan adegan sport-show gulat yang ditata dengan begitu intens,
termasuk penggunaan slow-mo yang tak banyak tapi sangat efektif dalam
mengaduk-aduk perhatian penonton. Ditambah penjelasan detail-detail serta
aturan dalam pertandingan gulat resmi yang sering diabaikan di film-film
bergenre sport drama, yang justru
membuat penonton memahami pertandingan sehingga menambah keseruan penonton
dalam mengikuti pertandingan demi pertandingan yang ditampilkan.
Tak perlu meragukan effort dan kualitas akting Aamir Khan
dalam menghidupkan peran Mahavir Singh Phogat. Dengan kharismanya yang sangat
kuat, penonton yang tak setuju dengan keputusan-keputusan karakternya tak akan
berani pula untuk menentang secara langsung. Ada rasa kepercayaan pada
karakternya yang tertanam dalam benak penonton. Pun juga chemistry luar biasa
yang dibangunnya dengan Fatima Sana Shaikh sebagai Geeta Phogat. Sementara
Fatima sendiri pun menunjukkan dilematis-dilematis yang dialami karakternya
dengan cukup terasa. Sanya Malhotra sebagai Babita Kumari pun masih memberikan
performa yang fair di balik porsinya yang masih jauh di bawah Aamir maupun
Fatima. Begitu pula Zaira Wasim dan Suhani Bhatnagar yang tak kalah mencuri
perhatian serta mengundang simpati penonton sebagai Geeta dan Babita.
Teknis Dangal
digarap dengan tak kalah mumpuninya. Sinematografi Sethu Sriram menyuguhkan
shot-shot yang tak hanya sesuai dengan maksud adegan, tapi juga camera work
yang membuat tiap momennya terasa maksimal. Mulai momen-momen emosional hingga
keseruan sport-shows yang mendebarkan. Editing Ballu Saluja pun semakin memperkuat
storyline dengan pace yang terjaga kepadatan, efektivitas, serta dampak
emosional-nya. Musik-musik dari Pritam (yang sudah menjadi jaminan mutu
tersendiri di Bollywood) dan lirik dari Amitabh Bhattacharya kesemuanya
memperkuat highlight tiap adegan yang diiringi, dengan tingkat ke-memorable dan
ke-hummable-an yang cukup tinggi. Dengarkan saja Haanikaarak Bapu yang menyentuh,
Dhaakad dan Gilehriyaan yang
membuat tersenyum, Naina yang manis, Idiot Banna yang bikin tertawa sekaligus
iba, serta tentu saja theme song Dangal
yang membuat penonton ikut bangga sambil berseru ‘dangal… dangal…’, sama
seperti theme song Sultan yang
membuat saya terus-terusan ikut berseru, ‘Ay Sultan!’.
Tak salah memang jika Dangal
menuai pujian, review positif, serta peraihan box office yang fantastis di
penghujung tahun 2016 ini. Tak hanya kaya akan isu-isu penting yang dirangkai
dengan keseimbangan luar biasa dan detail background sport yang mengagumkan
serta menjadi bagian penting dalam meng-engage emosi penonton, tapi juga kemasan
yang sangat menghibur, dengan laju plot yang padat dan efektif. Saya pun harus
setuju bahwa Dangal adalah salah satu
film Hindi terbaik di tahun 2016 ini, dan mengakui bahwa 2016 ini memang
merupakan tahun keemasan sekaligus pencapaian tertinggi industri film Bollywood.
Luar biasa.