3.5/5
Action
Crime
Drama
Hollywood
Pop-Corn Movie
Psychological
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Accountant
Autistik selama ini sering dipandang sebagai sebuah kelainan.
Padahal autis sebenarnya suatu kondisi ‘berbeda’ sehingga harus ditangani
dengan cara yang berbeda pula. Bahkan tidak jarang autis justru merupakan tanda
kejeniusan seseorang. Einstein dan Mozart adalah beberapa tokoh terkenal yang
mengidap autistik. Tema itulah yang membuat penulis naskah Bill Dubuque (The Judge) dan sutradara Gavin O’
Connor (Warrior) tertarik untuk
mengangkatnya ke dalam sebuah film yang diberi tajuk The Accountant. Menggunakan autistik sebagai dasar cerita, kemudian
dikembangkan menjadi sebuah action thriller dengan bumbu crime dan sedikit romance, The Accountant menambah daya tariknya
lewat penampilan dari Ben Affleck dan sederetan aktor senior seperti J.K.
Simmons, Jeffrey Tambor, dan John Lithgow. Tak ketinggalan Anna Kendrick yang
selalu tampil menarik dan Jon Bernthal.
Christian Wolff dikenal sebagai seorang akuntan publik di
firmanya, ZZZ Accounting di Illinois. Selain menjadi akuntan publik, rupanya
Wolff menjalani kehidupan rahasia sebagai seorang akuntan dari berbagai tokoh
kriminal internasional dengan perantara hanya sesosok suara wanita misterius.
Sepak terjangnya terendus oleh direktur kejahatan finansial Departemen Keuangan,
Raymond King yang segera pensiun. Ia menugaskan seorang analis muda, Marybeth
Medina untuk mencari tahu identitas sang akuntan misterius ini. Sementara itu
Wolff tak menyangka bahwa Lamar Blackburn dari perusahaan pembuat robot Living
Robotic, klien terbaru yang memintanya mencari tahu dimana letak kesalahan
penghitungan pembukuan beberapa tahun sebelumnya, tak hanya memperkenalkannya
pada sosok wanita bernama Dana Cummings, tapi juga mengancam kerahasiaan
identitas serta karirnya selama ini.
Daya tarik terbesar dari The
Accountant adalah karakter Christian Wolff dengan segala kemisteriusan
hidupnya. Sepanjang film sedikit demi sedikit selubung kehidupan yang menarik dari
Wolff dibuka sehingga membuat jalan ceritanya tetap menarik untuk diikuti dari
awal hingga akhir. Ada banyak sub-plot yang digunakan sebagai treatment untuk
membukanya. Terutama sekali investigasi yang dilakukan Marybeth Medina-Raymond
King dan kasus Lamar Blackburn yang juga meninggalkan misteri untuk dipecahkan
oleh Wolff sendiri bersama Dana. Di permukaan
sub-plot-sub-plot ini berjalan beriringan sehingga mungkin terkesan saling
tumpang tindih. Apalagi ternyata kesemua sub-plot ini tidak selalu disusun
dengan keseimbangan yang serba pas. Tak salah jika ada penonton yang bingung
dengan fokus ceritanya; studi karakter, action-thriller hide-and-seek, atau
investigasi. Beberapa revealing yang
tersampaikan secara verbal lewat dialog juga mungkin bagi beberapa penonton
menjadi momen-momen yang melemahkan pace cerita secara keseluruhan. Namun bagi
saya selama ia mampu membuat saya tertarik untuk terus mengikuti kisahnya
karena selalu ada hal-hal baru dan menarik
yang disingkap hingga akhir film (and it did!), maka tak ada yang
benar-benar menjadi masalah.
Menjadi tumpuan utama, Ben Affleck terbukti sekali lagi mampu
menjadi aktor dengan kharisma kuat sebagai karakter utama. Detail aktingnya
sebagai Christian Wolff yang autistik begitu luar biasa. Beberapa orang mungkin
menganggap aktingnya terlalu flat dan emotionless di banyak kesempatan, but
that’s how autistic is, as far as I know. Kemisteriusan, ketenangan, dan tentu
saja kepiawaiannya dalam bela diri (pencak silat!) semakin menambah poin dalam
performance-nya di sini.
Sementara di deretan pemeran pendukung sebenarnya
masing-masing berhasil tampil menarik perhatian, hanya saja porsinya memang tak
ada yang setara Affleck. Mulai J.K. Simmons sebagai Ray King, Jeffrey Tambor
sebagai Francis Silverberg (ayah Wolff), John Lithgow sebagai Lamar Blackburn,
Jon Bernthal sebagai Brax (saudara Wolff), hingga Anna Kendrick sebagai Dana
Cummings yang meski terkesan hanya sekedar menjadi ‘pemanis’ dan more or less
tak beda dengan karakter-karakter yang ia perankan sebelumnya, tetap
memancarkan pesona kharismatik yang tak bisa diabaikan begitu saja.
Sinematografi Seamus McGarvey mampu menyampaikan cerita secara
efektif, pun juga menyelipkan one-perfect-shot di banyak kesempatan. Editing
Richard Pearson masih bisa membuat saya tertarik mengikuti ceritanya dengan
struktur yang tak selalu maju ke depan. Selipan flashback dan
revealing-revealing-nya diletakkan pada momen-momen yang tepat untuk menjaga
koherensi cerita, pace, dan daya pikat detail cerita. Desain produksi Keith P.
Cunningham, art John Collins, dan set dekorasi dari Douglas A. Mowat memperkuat
nuansa cerita lewat detail-detail yang cukup mengagumkan. Terutama yang
berkaitan dengan Wolff, mulai rumahnya yang serba teratur dan simetris serta
van rahasianya. Scoring Mark Isham yang memang paling piawai untuk genre action
thriller sekali lagi berhasil memperkuat nuansa curious sekaligus seru di
sepanjang film. Terakhir, tentu sound design yang terdengar mantap dengan
berbagai detail suara efek yang clear and crisp, ditambah fasilitas surround
yang terasa dimanfaatkan secara maksimal.
Di atas kertas The
Accountant memang punya materi yang sangat menarik. Di layar pun sebenarnya
mampu divisualisasikan Gavin O’ Connor dengan lebih menarik lagi. Memang pada
akhirnya berbagai sub-plot yang disematkan sebagai treatment penceritaan memberikan
kesan kurang seimbang dan beberapa penyampaian revealing secara verbal yang
menunjukkan betapa ia mengalami kesulitan untuk menyampaikan lewat visual.
Nevertheless secara keseluruhan The
Accountant tetap punya daya tarik
yang cukup besar yang bikin penasaran dari awal hingga akhir berkat persebaran
revealing yang merata. Malah mungkin menjadi salah satu yang paling menarik
tahun ini.
Lihat data film ini di IMDb.