5/5
Adventure
Artistic
Based on a True Event
Based on Book
Biography
Blockbuster
Box Office
cinema experience
Comedy
Drama
Heist
Hollywood
IMAX
Inspirational
Romance
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Walk
Nama Robert Zemeckis, terutama
sebagai sutradara di Hollywood, jelas sudah menjadi semacam jaminan mutu. Tak
hanya menggarap film-film serius yang lebih cocok untuk konsumsi festival,
Zemeckis juga menangani film-film pure entertainment yang menarik dan tetap
dengan kualitas yang tak main-main. Beberapa filmografinya menjadi all-time
classics, seperti trilogy Back to the
Future, Who Framed Roger Rabbit, dan
Forrest Gump. Terakhir, Flight yang dibintangi Denzel Washington
masuk bursa Oscar tahun 2013 lalu, meski bukan untuk kategori Best Director
maupun Best Picture. Tahun ini, Zemeckis dipercaya untuk menangani sebuah
biopic dari high wire artist asal Perancis yang pernah mencatatkan sejarah
sebagai manusia yang pernah menyebrangi puncak WTC di New York hanya dengan
seutas kawat, Philippe Petit.
Tertarik seni keseimbangan tubuh
sejak kecil membuat Philippe Petit terus-menerus melatih diri. Apalagi sejak
kehadiran sirkus keliling Les Diables Blancs di kotanya yang semakin
menginspirasi dirinya untuk menjadi high-wire artist. Meski berkali-kali diusir
oleh sang pemilik sirkus dan akhirnya juga oleh orang tuanya, keteguhan hati
Philippe menggerakkan Rudy Omankowski atau yang akrab dipanggilnya Papa Rudy,
untuk diam-diam melatihnya. Tak pernah merasa puas meski sudah menyebrangi
pilar-pilar Gereja Notre Dame, Philippe berambisi untuk terbang ke New York dan
menyebrangi gedung kembar WTC yang saat itu masih belum sepenuhnya jadi. Maka
dikumpulkanlah kru yang akan membantu aksinya dan sebuah rencana matang yang
tak main-main. Termasuk seorang gadis yang dulunya sempat menjadi rival sebagai
seniman jalanan, Annie.
Dari premise dan semua media
promosinya, potensi jualan utama The Walk
jelas adegan klimaks dimana Philippe menyebrangi gedung kembar WTC dengan hanya
seutas kabel. Gimmick IMAX 3D dan 3D juga jelas dimaksudkan untuk mendukung
adegan klimaks ini. Namun ternyata Zemeckis tak hanya mau menumpukan harapan
pada adegan klimaks itu. Sejak awal, Zemeckis yang menuliskan naskahnya
sendiri, dibantu Christopher Browne, mentransformasi buku biografi To Reach the Clouds menjadi sebuah
sajian yang sangat fun, cantik, dan fully passionate. Kita diperkenalkan dengan
sosok Philippe yang sejak kecil sudah terkesan gigih, ambisius, namun tetap
menyenangkan. Tak mau berlama-lama dengan adegan-adegan masa kecil dan muda
Philippe, cerita bergerak ke momen di mana Philippe mulai menemukan takdirnya
sebagai high wire artist ketika bertemu dengan Annie, dengan kecantikan visual
ala classic French cinema. Cantik dan manis. Kemudian cerita bergulir lagi
ketika Philippe dan timnya tiba di New York dan melakukan investigasi sebagai
persiapan sebelum aksi kudeta menyeberangi gedung WTC. Di fase ini, penonton
diajak untuk mengikuti serunya tiap tahapan investigasi bak heist movies macam Ocean’s Eleven.
Hingga pada akhirnya sampai pula
kita pada 20 menit klimaks yang menjadi highlight The Walk: adegan yang begitu mendebarkan tak hanya bagi kaum
acrophobia. Apalagi ternyata Philippe melakukan lebih dari sekedar berjalan 1
rute. Dengan detail dan variasi adegan serta sinematografi yang sangat memukau,
adegan 20 menit ini bisa jadi salah satu cinematic experience yang paling
magical sepanjang sejarah perfilman dunia. Tak hanya sampai di situ,
adegan-adegan konklusi pasca klimaks masih terus menyuguhkan atmosfer yang
heartful, termasuk adegan penutup yang memberikan tribute tersendiri pada salah
satu mantan gedung tertinggi di dunia itu. To be honest, adegan tribute
sederhana yang dijadikan penutup ini sempat membuat saya berkaca-kaca.
Membayangkan betapa hancurnya hati Philippe Petit ketika mendengar musibah 9/11.
Betapa saya juga merindukan gedung WTC meski secara pribadi belum pernah
mengunjunginya secara langsung.
Joseph Gordon-Levitt tampak
paling berkilau sebagai Philippe Petit di sini. Tak hanya berkat aksen
Perancis-nya yang terdengar begitu fasih dan otentik, meski masih ada ‘rasa’
komikal yang memang jadi salah satu karakteristik Philippe di film, namun saya
dibuat melongo karena melihat perwujudan fisik JGL yang saya kenal selama ini,
namun dengan kepribadian yang berbeda sama sekali dengan biasanya. Santai
tetapi tetap terasa luar biasa! Tak ketinggalan stunt adegan klimaks yang
dilakoninya sendiri. Meski tak benar-benar dilakukan di gedung setinggi itu,
namun melakukannya dengan supervisi Philippe Petit sendiri di ketinggian 10
kaki jelas bukan hal yang mudah dilakukan siapa saja.
Seperti biasanya, Ben Kingsley
menjadi aktor pendukung yang paling terasa kharismatiknya dan paling loveable
meski porsinya tak begitu banyak. Charlotte Le Bon pun membawa chemistry yang
tak manis dan hangat dengan JGL. Sementara di lini pendukung lainnya, mulai
César Domboy, James Badge Dale, Clément Sibony, dan Steve Valentine yang
masing-masing tetap memberikan screen presence yang menarik dalam cerita meski dengan
kadar yang berbeda-beda.
Banyak aspek teknis yang menjadi
pilar-pilar kekuatan utama The Walk.
Terutama sekali sinematografi Dariusz Wolski (langganan Ridley Scott, termasuk
yang terakhir, The Martian) yang
berhasil mem-framing semua adegan dengan sangat indah dan mengundang emosi
penonton. Mulai framing desain produksi yang super cantik ketika adegan di
jalanan Paris, yang berhasil menghidupkan visual sinematik Perancis klasik
dengan nafas modern berkat pergerakan kameranya, sampai adegan klimaks yang
berhasil membuat penonton menahan nafas dan panik. Itulah sebabnya The Walk wajib disaksikan di layar
sebesar-besarnya untuk mendapatkan efek dari adegan klimaks yang maksimal. Efek
3D turut bekerja dengan sangat luar biasa dari segi depth serta pop-out gimmick
yang mencolok mata. Membuatnya juga sayang untuk tidak dinikmati di layar IMAX
3D. Tata suara tak menawarkan sesuatu yang begitu istimewa, namun lebih dari
cukup untuk menghidupkan adegan-adegannya. Terakhir, Alan Silvestri berhasil
mempertahankan reputasinya sebagai komposer film handal dengan menghadirkan
score-score berkelas instant-classic untuk mengiringi The Walk. Terkadang playful dan quirky, sekaligus secara
keseluruhan megah dan heartful, seperti filmnya sendiri. Tak ketinggalan, penggunaan Für Elise-nya Beethoven yang menambah keindahan serta dramatisasi adegan klimaks.
Di mata saya, The Walk berhasil menyuguhkan keajaiban
sinematik yang sudah sangat jarang terjadi. Berkat storytelling yang heartful
dan fully passionate. Ringan, seru, fun, tapi hangat dan menginspirasi, terutama tentang passion.
Ditambah stunt adegan klimaks yang super mendebarkan, The Walk tak hanya menjadi salah satu film terbaik tahun ini, tapi
juga jadi salah satu yang terbaik bagi karir Robert Zemeckis, Dariusz Wolksi,
dan tentu saja JGL. A truly magical cinematic experience you wouldn’t want to
miss in the largest screen possible, and in 3D.
Lihat data film ini di IMDb.