3.5/5
Boxing
Drama
Family
Motivational
Pop-Corn Movie
Psychological
redemption
Sport
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Southpaw
Nama Antoine Fuqua boleh jadi
salah satu sutradara kawakan terutama untuk genre drama thriller bertema crime,
dengan sedikit bumbu action. Keberhasilan Training
Day masuk bursa Oscar (meski untuk kategori akting, bukan film maupun
sutradara) menjadi salah satu buktinya. Karya-karya populer lainnya, seperti Tears of the Sun, King Arthur, Shooter, Brooklyn’s Finest, dan terakhir, The Equalizer, juga tergolong bagus atau
setidaknya, menarik. Kali ini Fuqua mencoba membuat pure drama yang ‘menyentuh’
sebagai porsi utama. Bak kisah Cinderella
Man atau Warrior, Southpaw menyorot dunia boxing yang
menjadi background kisah pergulatan kembali ke puncak setelah sempat jatuh pada
titik terendah.
Karir Billy Hope sebagai petinju
profesional sempat berada di puncak. Salah satu motivator terbesarnya adalah
sang istri, Maureen, dan putri tunggalnya, Leila. Namun roda kehidupan berputar
180 derajat ketika sebuah kejadian menyulut emosinya dan menewaskan Maureen.
Sang manajer, Jordan, sama seperti manajer lainnya, tidak bisa banyak membantu.
Kehilangan semangat hidup, satu per satu kasus terjadi, hingga Billy harus
melepaskan karirnya yang sudah terlanjur berada di atas awan, termasuk Leila
yang harus diasuh oleh pihak pemerintah atas perindah pengadilan. Melepaskan
egonya, Billy merangkak dari nol lagi untuk meraih semua yang tersisa dari
hidupnya.
Di atas kertas, jalan cerita Southpaw memang terkesan klise. Sudah
puluhan bahkan mungkin ratusan cerita tentang pergulatan kembali mencapai
puncak setelah sempat terjatuh sampai titik terendah, sudah jatuh tertimpa
tangga, dengan melibatkan kehilangan seluruh anggota keluarga si karakter
utama. Pun juga Southpaw bukan drama
terkuat dengan background dunia boxing. Namun naskah Kurt Sutter yang
sebelumnya berpengalaman menulis naskah serial-serial papan atas seperti The Shield dan Sons of Anarchy, ditambah penyutradaraan Fuqua yang masih tergolong
baik membuatnya menjadi tetap layak diikuti dan setidaknya masih bisa menyentuh
emosi penonton. Meski mungkin tak sampai menitikkan air mata. Adegan-adegan pertarungan di atas ring pun terkesan biasa saja, meski adegan pertarungan final di klimaksnya sempat cukup mampu bikin saya tahan nafas dan merasakan intensitasnya. Namun saat final victory tercapai, sekali lagi tak sampai maksimal menekan emosi saya merasakan keharuan.
Satu hal yang patut di-highlight
adalah performa yang serba prima dari hampir keseluruhan cast. Terutama sekali
Jake Gyllenhaal yang sekali lagi membuktikan kekuatan akting mumpuni. Pride,
kepedihan, keputus-asaan, pergulatan, sampai ekspresi seolah-olah sedang mabuk
yang ditunjukkan Billy Hope sepanjang film bak rollercoaster emosi yang
men-drive emosi penonton sepanjang film. Rachel McAdams juga sekali lagi
membuktikan diri mampu memerankan karakter dengan kuat meski dibatasi oleh
screentime. Forest Whitaker dan Naomi Harris tak buruk, namun tetap terasa
biasa saja, gara-gara karakternya yang memang ditulis biasa saja. 50 Cent pun
memberikan performa yang biasa saja meski tetap berhasil membuat karakternya
hateable. Sementara pencuri perhatian terbesar adalah Oona Laurence sebagai si
cilik Leila.
Tidak ada yang istimewa di
teknis, selain penggunaan lagu-lagu rap dan hip-hop untuk memperkuat nuansa
dark dan ghetto (namun melankoli)-nya. Terutama theme song Phenomenal
yang dibawakan oleh Eminem.
Southpaw memang tak begitu istimewa di berbagai aspeknya, namun
akting dari aktor-aktrisnya, terutama Gyllenhaal, membuatnya tetap layak untuk
disaksikan. Toh once in a while kita perlu juga diingatkan dan diberi semangat
baru. For that matter, Southpaw might
be able to deliver ‘em in its way.
Lihat data film ini di IMDb.