3.5/5
Comedy
Drama
Family
Hindi
Musical
Pop-Corn Movie
Romance
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Shaandaar
Di sinema Hindi, nama Vikas Bahl
menjadi salah satu sutradara yang dianggap punya kualitas di atas rata-rata.
Dua karya sebelumnya, Chillar Party
dan Queen mendapatkan pujian di
mana-mana karena selain punya esensi cerita yang cerdas, juga punya presentasi
yang menghibur. Masih di bawah Phantom Films miliknya, tahun 2015 ini Bahl
kembali bekerja sama dengan penulis naskah Chaitally Parmar dan Anvita Dutt
memproduksi sebuah film berjudul Shaandaar
yang kalau dalam Bahasa Inggris punya makna fabulous atau grand. Kali ini Bahl
menggandeng Dharma Productions-nya Karan Johar yang sering mencetak film-film
hits.
Alia adalah anak yatim piatu yang
diasuh oleh keluarga kaya. Sang nenek dan ibu tiri sangat membenci Alia,
sementara yang paling menyayanginya adalah sang ayah, Vipin, dan adik tirinya,
Isha. Supaya bahagia dan bisa mengobati Alia yang insomnia, Vipin selalu
memberikan kertas mimpi kepada Alia tiap malam. Ketika dewasa, Alia tumbuh
menjadi gadis muda yang luar biasa mempesona, sementara Isha ‘sedikit’ chubby.
Demi bisnis dan membayar hutang-hutang keluarga, Isha dinikahkan dengan Robin,
putra konglomerat yang suka merendahkan wanita dan hanya mementingkan bentuk
tubuhnya. Berangkatlah mereka semua ke sebuah kastil mewah di Inggris untuk
mempersiapkan pesta pernikahan besar-besaran. Siapa sangka sang wedding
organizer adalah seorang pria muda tampan yang juga insomnia, Jagjinder
Joginder alias JJ. Segeralah Alia dan JJ sama-sama jatuh cinta. Vipin yang
protektif terus mencoba untuk menghalang-halangi hubungan mereka. Namun
ternyata ada satu konflik yang sudah berjalan antar generasi yang mengancam
kebahagiaan Isha. Maka keputusan Vipin, Alia, dan keluarganya untuk membuat
keputusan baru atas keluarga mereka.
Dari berbagai materi promo, jelas
bahwa komoditas utama Shaandaar
adalah sebuah komedi romantis antara JJ dan Alia. Oh yes, memang ada cukup banyak
adegan yang memvisualisasikan hubungan asmara mereka. Entah disengaja atau
tidak, rupanya porsi hubungan asmara ini tidak dikembangkan sedemikian rupa.
Hubungan asmara JJ-Alia dibuat semanis mungkin, tanpa hambatan yang berarti,
selain Vipin yang terus-menerus bersiasat untuk memisahkan mereka. Tapi apapun
yang dilakukan Vipin ini terasa sekedar sebagai pemancing tawa, bukan sesuatu
yang serius. Untung saja ada satu adegan yang “mempersatukan” Alia-JJ-Vipin dan
cameo yang menarik dari Karan Johar himself. I love this heartwarming scene!
Porsi asmara JJ-Alia harus
mengalah dengan aspek-aspek yang lebih esensial pada kisah Shaandaar. Dari sini, akhirnya saya teringat film-film Vikas
sebelumnya yang memang kental dengan kritik sosial. Jika Queen membidik feminisme dalam budaya India, maka Shandaar berbicara tentang battle of
sexes (digambarkan dengan begitu menghibur sekaligus ironis lewat lagu Senti Wali Mental di salah satu adegan)
dan above all, kebahagiaan yang sebenarnya atau kebutuhan realitas yang mau
tidak mau mengarah pada materi. Sebuah bentuk kritik sosial yang mungkin
terdengar klise namun disadari atau tidak, masih sering terjadi. Meski harus
berbenturan dengan mish-mash kisah asmara JJ-Alia, aspek cerita ini nyatanya
mampu disampaikan dengan sangat menghibur lewat chaotic comedy namun tanpa
kehilangan hati.
Sayangnya (lagi), chaotic comedy
yang memang cukup banyak yang menggelitik, namun secara keseluruhan terasa overdone.
Paling fatal, chaotic comedy yang berlebihan ini diletakkan pada bagian
klimaks, yang mana justru menutupi heart-factor yang sudah terlanjur terbentuk
sebelumnya. Sayang sekali.
Di balik porsinya yang harus
berbagi dengan kisah Isha, Shahid Kapoor sebagai JJ dan Alia Bhatt sebagai Alia
tetap saja mendominasi layar sebagai pasangan yang begitu manis dan seperti
punya chemistry yang sangat alami. Love Shahid and Alia’s spontaneity here.
Manis dan loveable. I’ve already fallen for Alia Bhatt since her appearance in Student of the Year.
Pankaj Kapur yang selama ini kita
kenal sebagai Inspector P.K. juga bermain dengan penuh kharisma dan mengundang
simpati penonton lewat karakter Vipin, sang ayah. Ketika memainkan part
comedic-nya pun, Kapur bisa juga memancing tawa tanpa terkesan dibuat-buat.
Sanah Kappor sebagai Isha turut mengundang simpati penonton, terutama di bagian
klimaks. Terakhir, sang nenek yang diperankan Sushma Seth jelas menjadi pencuri
perhatian penonton berkat karakternya yang menyebalkan namun menjadi sumber
comedic yang sangat menghibur.
Kekuatan teknis utama dari Shaandaar tentu saja desain produksinya
yang tergambarkan lewat judulnya; megah dan cantik. Naskah pun memanfaatkan
setting Kozlówka Palace, Polandia
dengan berbagai pesta bertema yang masing-masing ditata sama luar biasanya.
Favorit saya ketika adegan Gulaabo
dan Black-White party (Nazdeekiyaan).
I guess any wedding or party organizers should see this as wonderful references. Pilihan
lagu-lagunya cukup menarik, apalagi lirik-liriknya yang berkaitan dengan
cerita. Tak sampai terus-terusan terngiang di telinga, tapi mengikuti lirik dan
visualnya, sudah menjadi pengalaman yang serba enjoyable.
Shaandaar mungkin bukan menjadi karya Vikas Bahl yang paling kuat,
namun upayanya untuk menyampaikan kritik sosial dengan sajian humor-humor
menggelitik, romansa manis, music performance yang sangat menghibur dan megah,
serta hati untuk beberapa kali menyentuh penonton, Shaandaar masih jadi salah satu film Hindi yang cukup impressive tahun
ini.
Lihat data film ini di IMDb.