3.5/5
Action
adrenaline rush
Adventure
Crime
Drugs
Europe
Gangster
Germany
Hollywood
Mafia
Pop-Corn Movie
Romance
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Collide [Autobahn]
Pengumuman kebangkrutan
Relativity Media Juli 2015 lalu mempengaruhi jadwal rilis banyak film-film
potensial, bahkan tidak sedikit yang nasib distribusinya tidak jelas sama
sekali. Salah satunya Collide atau
yang di beberapa negara berjudul Autobahn
yang awalnya rencana rilis 30 Oktober 2015 lalu, terus-terusan diundur hingga hak
edar yang sempat dioper ke Open Road benar-benar dihapus. Untungnya untuk
peredaran di luar US, Collide sedikit
lebih beruntung. Jika tidak, sia-sialah budget yang disumbangkan oleh IM
Global, Sycamore, DMG Entertainment (Cina), dan yang paling punya reputasi di
genre action Hollywood, Silver Pictures milik Joel Silver (franchise Lethal Weapon, The Matrix, dua film pertama Die
Hard, dan Predator). Padahal Collide termasuk film yang punya potensi
besar berkat nama Anthony Hopkins, Ben Kingsley, Nicholas Hoult, dan Felicity
Jones. Disutradarai Eran Creevy (Welcome
to the Punch) yang menuliskan naskahnya sendiri bersama F. Scott Frazier
(the upcoming xXx: Return of Xander Cage),
Collide menyapa penggemar film aksi
Indonesia terlebih dahulu sebelum di negara asalnya yang terakhir direncanakan
rilis 30 Oktober 2016. Itupun jika tidak ada perubahan lagi.
Casey, pemuda Amerika dua puluhan
memilih untuk mencari jati diri di Jerman. Ia coba-coba bekerja untuk bos mafia
narkoba, Geran. Kebetulan Geran menyukai bakat Casey yang cerdas sehingga
menjulukinya Burt Reynolds, sementara partnernya dijuluki Grease Lightning.
Pertemuan Casey dengan seorang wanita Amerika, Juliette, membuat Casey berjanji
tidak lagi berurusan dengan Geran atau bisnis gelap lainnya. Hidup bersama
membuat keduanya sempat menghirup kebahagiaan yang sayangnya tak berlangsung
lama. Juliette menderita penyakit yang membuatnya harus segera mendapatkan
donor ginjal. Karena status kewarganegaraannya yang tidak menetap di Jerman
membuat ia tak bisa mendapatkan fasilitas kesehatan sebagaimana mestinya. Mau
pulang dan mendapatkan perawatan di Amerika pun mereka tak punya biaya. Maka
Casey nekad kembali mendatangi Geran untuk mendapatkan pekerjaan lamanya
kembali. Geran tak kehabisan akal. Kebetulan ia sedang kesal dengan seorang bos
mafia lain, Hagen Kahl, yang menolak proposal Geran untuk penyetaraan status
dalam bisnis mereka. Casey harus menyusun strategi untuk merampok Kahl. Tentu
bukan misi yang mudah dan resikonya juga tinggi. Casey pun terjebak di
tengah-tengah perseteruan antara Geran-Kahl. Sementara keselamatan Juliette
juga ikut terancam.
Tagline ‘how far would you go for
the one you love?’ tentu sudah menjadi konsep dasar film aksi yang sudah
berkali-kali digunakan. Alasannya simple. Faktor ‘love’ membuat seseorang nekad
melakukan apa saja bisa dengan mudah mengundang simpati dari penonton.
Tantangannya adalah bagaimana mengemas konsep yang sudah sangat generik itu
menjadi sajian yang memang berhasil, baik memuaskan appetite penonton akan
sajian aksi gila-gilaan, maupun mengetuk hati penonton. Secara naskah, Collide tergolong sangat standard.
Formula-formula klasik dimasukkan, meski ada elemen-elemen yang terasa kurang
mendukung (baca: kurang meyakinkan) untuk menjadi rangkaian plot yang solid.
Misalnya karakter Casey yang dibuat tidak punya set of skill memadai sebagai lead
action hero kecuali kecerdasannya dalam bertaktik, nyawa yang seolah-olah tak
ada habisnya, dan kenekadan atas nama cinta. Di sisi lain, kekurangan dan
kelebihan ini juga bisa menjadi bekal menarik simpati penonton. He’s just a
regular guy, sama seperti kebanyakan kita. Kekurangan lain begitu terasa di
ending (penyelesaian) yang mencoba untuk memberikan twist. Tidak masalah sih,
tapi twist tersebut diletakkan ketika kita, penonton, sebenarnya tak butuh itu.
Tak ada pertanyaan ganjil mengenai nasib sesuatu yang perlu dijelaskan sebagai
jawaban sekaligus penyelesaian. Jika memang berniat meletakkan twist tersebut
sebagai elemen penting dalam plot, alangkah baiknya meletakkan ‘pertanyaan’
tersebut di atas segalanya. Di sini, elemen tersebut tertumpuk oleh
sub-plot-sub-plot lain yang lebih mendominasi dan menjadi concern lebih bagi
penonton, seperti perseteruan antara Geran-Kahl dan menyelamatkan Juliette. In
the end, twist ini seolah hanya menjadi ‘jalan pintas’ dalam menyelesaikan
masalah yang di-wrap dengan terlalu terburu-buru pula hingga tidak memberikan
kesan emosi yang cukup maksimal dari penonton. Above all, treatment action
scenes yang disuntikkan ke dalam Collide
tergolong mind-blowing. To be honest, gelaran adegan-adegan aksi gila-gilaan
yang seringkali membuat penonton terpaku sampai mungkin menahan nafas atau
memicingkan mata menjadi daya tarik utama Collide.
Baku hantam, baku tembak, dan yang paling menjadi highlight, kejar-kejaran di
jalan tol, semuanya digarap menjadi benar-benar mind-blowing! Kudos to Eran
Creevy!
As a lead action hero, Nicholas
Hoult ternyata punya lebih dari cukup kharisma. Mungkin tidak lewat sepak
terjang baku hantam dimana ia lebih sering hanya menjadi sasaran hantam, tapi
lewat ekspresi wajah dan kharisma kecerdasan yang memang cocok dengan garis
wajahnya. Performance paling mencuri perhatian tentu saja Ben Kingsley sebagai
Geran yang eksentrik. Mungkin bukan karakter yang terlalu susah untuk
diperankan aktor sekelas dirinya, tapi sepanjang durasi, he stole the show.
Sementara rivalnya, Anthony Hopkins sebagai Hagen Kahl, seperti biasa punya
kharisma intimidatif yang belum beraksi apa-apa saja sudah menimbulkan ancaman
terlebih dulu. Sementara Felicity Jones sebagai Juliette menjadi sweetheart
pemanis layar yang memang berfungsi sebagaimana mestinya. Setidaknya saya tetap
peduli terhadap nasib karakternya.
Adegan-adegan aksi mind-blowing
yang ditawarkan Eran bisa berhasil berkat sinergi sinematografi Ed Wild,
editing Chris Gill yang pas di banyak bagian. Meski harus diakui ending yang
terlalu terburu-buru cukup mempengaruhi after-taste. Mungkin bukan sepenuhnya
kesalahan editing, tapi mau tak mau hasil akhirnya juga dipengaruhi oleh tangan
editor. Tata suara lebih dari cukup untuk menghidupkan adegan-adegan aksinya
menjadi pompa adrenaline rush yang efektif. Tak ketinggalan scoring berenergi
tinggi dari Ilan Eshkeri serta pemilihan soundtrack asyik yang didominasi EDM.
Bahkan music menjadi salah satu pilar penting keberhasilan Collide.
Ya, Collide memang bukanlah project budget raksasa dari studio besar
Hollywood. Sajian naskahnya pun masih jauh dari kata rapi apalagi solid. Namun
craftsmanship Erran dalam menghadirkan adegan-adegan aksi seru, asyik, dan
bahkan, mind-blowing, membuat ia masih sangat layak dinikmati di layar lebar.
Setidaknya masih bisa jadi instant-entertainment yang mengasyikkan. I could see
a clear career in Eran Creevy as an action director in the future.
Lihat data film ini di IMDb.