The Jose Flash Review
Mr. Hurt
[มิสเตอร์เฮิร์ท
มือวางอันดับเจ็บ]

Patah hati dan susah move on memang masih merupakan fenomena asmara universal di belahan dunia mana pun. Begitu juga di ranah film yang bahkan sudah punya formula tersendiri di balik treatment dan resolusi masing-masing. Sajian terbaru datang dari sinema Thai yang dikenal sering menarik dalam mengemas genre romantic comedy, Mr. Hurt. Naskahnya ditulis dan disutradarai oleh Ittisak Eusunthornwattana yang baru menelurkan The Rooms tahun 2014 silam, Mr. Hurt mempercayakan peran utama kepada Sunny Suwanmethanon yang populer berkat I Fine… Thank You Love You, didukung bintang TV, iklan, dan model, Marie Broenner, Mashannoad Suvalmas (sebelumnya juga dikenal sebagai model), dan aktor 4bia, Phobia 2, ATM: Er Rak Error, dan Pee Mak, Pongstaorn Jongwilak.

Kehidupan Don Sri-Chang tampak begitu ideal. Menjadi atlet tennis berprestasi internasional dan punya pacar seorang supermodel, Anna. Namun hidupnya berubah menjadi berantakan ketika Anna menolak lamarannya. Berbulan-bulan Don tak bisa move on hingga mematikan karir tennis-nya. Padahal tak butuh waktu lama untuk Anna jadian dengan pria lain, seorang frontman band rock, Jimmy. Tiba-tiba penyemangatnya latihan ketika masih kecil tapi sempat dikabarkan meninggal akibat kanker otak yang dideritanya, Dew, ternyata masih hidup dan muncul lagi dalam kehidupan Don untuk kembali mendapatkan cinta Anna dan yang terpenting, membangun kembali karir tennis-nya yang sudah hancur lebur. Seiring dengan kedekatan mereka, perlahan tumor juga kembali mengancam hidup Dew.
Dari sinopsis demikian, tentu Anda bisa dengan mudah menebak ke arah mana plot dan value yang ingin disampaikan Mr. Hurt. Ya, begitu klise dan formulaic, memang. Namun jika dibalut dengan kemasan yang baik dan komedi khas Thailand yang menghibur, saya sama sekali tidak keberatan untuk terus mengikutinya.
Ya, Mr. Hurt memang masih punya cukup banyak gelaran komedi, terutama bertipe situasional dan slapstick, yang berhasil memancing gelak tawa di hampir sepanjang durasi. Kerap out-of-nowhere, kelewat dikondisikan, absurd sehingga membuat saya berkali-kali secara spontan berujar ‘watdefak’, dan seringkali punya jarak antar humor yang kelewat jauh, tapi harus diakui secara keseluruhan, cukup berhasil.
Namun gelaran humor yang bertubi-tubi dan berhasil itu tidak bisa menutupi bahwa sajian plot yang dihadirkan pun terlalu bertele-tele dan berkembang dengan terlalu lambat pula. Jika ingin mengedepankan perbaikan karir tennis sebagai goal, letaknya terlalu jauh, yaitu setelah tiga perempat film. Begitu juga jika ingin mengedepankan kisah cinta di depan mata yang selama ini tidak disadari, goalnya terletak di paling penghujung film. Belum lagi sedikit selipan disease-porn yang hanya memperumit plot. Memang ada sedikit plot-twist yang membuat saya kembali berujar ‘watdefak’ sambil spontan tertawa, tapi dengan durasi mencapai 129 menit, Mr. Hurt sangat terasa sekali kelewat panjang, bertele-tele, dan sebenarnya punya plot yang bergerak sangat lambat.
Sunny Suwanmethanon terasa begitu pas mengisi peran utama yang punya keseimbangan antara komedik dan mengundang simpati (iba) penonton. Secara fisik maupun skill agak kurang meyakinkan sebagai petenis berprestasi internasional, tapi untung tak banyak adegan yang menunjukkan skill tennis dan frame-nya juga komedi. Mashannoad Suvalmas cukup lovable sebagai sosok Dew. Ada keseimbangan antara karakter yang annoying, witty, sekaligus mengundang simpati penonton yang ditampilkan. Pongstaorn Jongwilak cukup berhasil menjadi sosok komedik, Jimmy, sementara Marie Broenner jelas punya daya tarik fisik yang cukup untuk mengisi peran Anna.
Tak ada kendala berarti di teknis. Sinematografi cukup layak untuk romantic comedy dan efektif pula di kebutuhan komedik-nya. Durasi  yang kelewat panjang mungkin bukan semata-mata kesalahan editing. Toh comedic-timing masih banyak yang berhasil walaupun secara keseluruhan rangkaian adegan terasa seperti terpisah dalam fragmen-fragmen. Pilihan style musical score a la film Eropa seperti penggunaan harmonika cukup pas mengiringi adegan-adegan menjadi lebih terasa witty dan agak berenergi.
Mengusung tema yang terlalu umum dan formulaic, Mr. Hurt masih bisa menghibur lewat humor-humor khas Thailand-nya. Namun tak bisa dipungkiri pula, punya plot yang kelewat bertele-tele dan bergerak lambat di balik gelaran humornya. Pada akhirnya bisa jadi melelahkan dengan durasi yang juga terlalu panjang. Setidaknya nikmati saja sajian humor-humornya yang siapa tahu masih berhasil membuat Anda terhibur, tanpa ekspektasi lain apalagi lebih.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.