2.5/5
Asia
Comedy
Drama
Pop-Corn Movie
Romance
Sport
Thailand
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Mr. Hurt
[มิสเตอร์เฮิร์ท
มือวางอันดับเจ็บ]
Patah hati dan susah move on
memang masih merupakan fenomena asmara universal di belahan dunia mana pun. Begitu juga di
ranah film yang bahkan sudah punya formula tersendiri di balik treatment dan
resolusi masing-masing. Sajian terbaru datang dari sinema Thai yang dikenal
sering menarik dalam mengemas genre romantic comedy, Mr. Hurt. Naskahnya ditulis dan disutradarai oleh Ittisak
Eusunthornwattana yang baru menelurkan The
Rooms tahun 2014 silam, Mr. Hurt
mempercayakan peran utama kepada Sunny Suwanmethanon yang populer berkat I Fine… Thank You Love You, didukung
bintang TV, iklan, dan model, Marie Broenner, Mashannoad Suvalmas (sebelumnya
juga dikenal sebagai model), dan aktor 4bia,
Phobia 2, ATM: Er Rak Error, dan Pee
Mak, Pongstaorn Jongwilak.
Kehidupan Don Sri-Chang tampak
begitu ideal. Menjadi atlet tennis berprestasi internasional dan punya pacar
seorang supermodel, Anna. Namun hidupnya berubah menjadi berantakan ketika Anna
menolak lamarannya. Berbulan-bulan Don tak bisa move on hingga mematikan karir
tennis-nya. Padahal tak butuh waktu lama untuk Anna jadian dengan pria lain,
seorang frontman band rock, Jimmy. Tiba-tiba penyemangatnya latihan ketika
masih kecil tapi sempat dikabarkan meninggal akibat kanker otak yang
dideritanya, Dew, ternyata masih hidup dan muncul lagi dalam kehidupan Don
untuk kembali mendapatkan cinta Anna dan yang terpenting, membangun kembali
karir tennis-nya yang sudah hancur lebur. Seiring dengan kedekatan mereka,
perlahan tumor juga kembali mengancam hidup Dew.
Dari sinopsis demikian, tentu Anda
bisa dengan mudah menebak ke arah mana plot dan value yang ingin disampaikan Mr. Hurt. Ya, begitu klise dan
formulaic, memang. Namun jika dibalut dengan kemasan yang baik dan komedi khas
Thailand yang menghibur, saya sama sekali tidak keberatan untuk terus
mengikutinya.
Ya, Mr. Hurt memang masih punya cukup banyak gelaran komedi, terutama
bertipe situasional dan slapstick, yang berhasil memancing gelak tawa di hampir
sepanjang durasi. Kerap out-of-nowhere, kelewat dikondisikan, absurd sehingga
membuat saya berkali-kali secara spontan berujar ‘watdefak’, dan seringkali
punya jarak antar humor yang kelewat jauh, tapi harus diakui secara
keseluruhan, cukup berhasil.
Namun gelaran humor yang
bertubi-tubi dan berhasil itu tidak bisa menutupi bahwa sajian plot yang
dihadirkan pun terlalu bertele-tele dan berkembang dengan terlalu lambat pula.
Jika ingin mengedepankan perbaikan karir tennis sebagai goal, letaknya terlalu
jauh, yaitu setelah tiga perempat film. Begitu juga jika ingin mengedepankan
kisah cinta di depan mata yang selama ini tidak disadari, goalnya terletak di
paling penghujung film. Belum lagi sedikit selipan disease-porn yang hanya
memperumit plot. Memang ada sedikit plot-twist yang membuat saya kembali
berujar ‘watdefak’ sambil spontan tertawa, tapi dengan durasi mencapai 129
menit, Mr. Hurt sangat terasa sekali
kelewat panjang, bertele-tele, dan sebenarnya punya plot yang bergerak sangat
lambat.
Sunny Suwanmethanon terasa
begitu pas mengisi peran utama yang punya keseimbangan antara komedik dan mengundang
simpati (iba) penonton. Secara fisik maupun skill agak kurang meyakinkan
sebagai petenis berprestasi internasional, tapi untung tak banyak adegan yang
menunjukkan skill tennis dan frame-nya juga komedi. Mashannoad Suvalmas cukup
lovable sebagai sosok Dew. Ada keseimbangan antara karakter yang annoying,
witty, sekaligus mengundang simpati penonton yang ditampilkan. Pongstaorn
Jongwilak cukup berhasil menjadi sosok komedik, Jimmy, sementara Marie Broenner
jelas punya daya tarik fisik yang cukup untuk mengisi peran Anna.
Tak ada kendala berarti di
teknis. Sinematografi cukup layak untuk romantic comedy dan efektif pula di
kebutuhan komedik-nya. Durasi yang
kelewat panjang mungkin bukan semata-mata kesalahan editing. Toh comedic-timing
masih banyak yang berhasil walaupun secara keseluruhan rangkaian adegan terasa
seperti terpisah dalam fragmen-fragmen. Pilihan style musical score a la film
Eropa seperti penggunaan harmonika cukup pas mengiringi adegan-adegan menjadi
lebih terasa witty dan agak berenergi.
Mengusung tema yang terlalu
umum dan formulaic, Mr. Hurt masih
bisa menghibur lewat humor-humor khas Thailand-nya. Namun tak bisa dipungkiri
pula, punya plot yang kelewat bertele-tele dan bergerak lambat di balik gelaran
humornya. Pada akhirnya bisa jadi melelahkan dengan durasi yang juga terlalu
panjang. Setidaknya nikmati saja sajian humor-humornya yang siapa tahu masih berhasil
membuat Anda terhibur, tanpa ekspektasi lain apalagi lebih.
Lihat data film ini di IMDb.