3.5/5
Action
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Comedy
Crime
Family
Fantasy
Franchise
Hollywood
Kid
Pop-Corn Movie
sequel
Summer Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Despicable Me 3
Tak mudah menciptakan sebuah franchise baru yang sukses
mengusung karakter-karakter ikonik berusia panjang. Beruntung, Illumination
Entertainment, studio animasi milik Universal Pictures di bawah Chris
Meledandri yang berdiri sejak 2007 lalu menelurkan franchise Despicable Me (DM) di tahun 2010. Tak
ada yang menyangka proyek animasi berbudget US$ 69 juta ini akan sukses
mengumpulkan US$ 546.1 juta di seluruh dunia (menurut Box Office Mojo).
Kesuksesan finansial terus meningkat dengan Despicable
Me 2 tahun 2013 (mengumpulkan US$ 975.8 juta) dan spin-off Minions tahun 2015 (mengumpulkan US$
1.167 milyar), meninggalkan produksi animasi-animasi mereka lainnya, seperti Hop, Dr.
Seuss’ The Lorax, The Secret Life of
Pets, dan Sing.
Daya tarik utama franchise DM tentu tak lepas dari keberadaan
para minion yang berbentuk sederhana tapi menggemaskan dan tingkahnya kerap
menggelitik. Terbukti spin-off Minions
menjadi yang paling laris. Kendati demikian, kisah induk yang sebenarnya tak
kalah menarik; membenturkan tema kejahatan dengan keluarga, tak boleh
ditinggalkan begitu saja. Bagaimana pun, ‘hati’ utama sejak film pertama berada
di situ.
Maka Despicable Me 3
(DM3) dirilis di tahun 2017 dengan tim inti yang masih sama, Pierre Coffin dan
Kyle Balda di bangku sutradara, naskah yang disusun Cinco Paul dan Ken Daurio,
serta Steve Carell, Kristen Wiig, Miranda Cosgrove, dan Dana Gaier di voice
talent. Sayang minus Elsie Fisher yang digantikan Nev Scharrel sebagai voice
talent Agnes, si bungsu. Sementara sebagai penambahan, ada Trey Parker sebagai
villain baru, Balthazar Bratt dan Julie Andrews sebagai Marlena, ibu kandung
Gru.
Setelah menikahi Lucy, Gru insyaf sebagai penjahat dan memilih
untuk beraksi bersama sang istri sebagai agen dari Anti-Villain League (AVL).
Saat menjalankan misi menggagalkan perampokan berlian terbesar di dunia,
keduanya gagal menangkap sang pelaku, Balthazar Bratt, aktor pemeran penjahat
di sebuah serial yang booming di era 80’an tapi popularitasnya meredup seiring
dengan pubertas. Keduanya dipecat dan saat kehidupan keluarganya mulai goyah,
termasuk para minion yang memilih untuk ‘berdikari’, muncul Dru yang mengaku
sebagai saudara kembar Gru yang terpisahkan sejak bayi. Dru menggoda Gru untuk
kembali menjadi penjahat hebat, sebagaimana tradisi keluarga mereka. Gru pun
memanfaatkan momen ini untuk mendapatkan kembali berlian yang dicuri Bratt.
Bratt yang nyentrik (as any other villains in DM franchise) tentu sudah
menyiapkan perangkap yang tak mudah dilalui keduanya. Masih ditambah dilema
Gru, tergoda ajakan Dru kembali menjadi penjahat atau tetap hidup benar bersama
keluarganya.
Jika diperhatikan di tiap installment-nya (di luar spin-off Minions, tentu saja), DM punya formula
dan tema yang konsisten; kejahatan yang dibenturkan dengan urusan keluarga,
seiring dengan kemunculan penjahat lain yang diposisikan sebagai sisi
berlawanan dari Gru (meski di DM pertama posisinya sama-sama penjahat). Di DM
Gru diperkenalkan dengan konsep keluarga yang sempat absen dari dirinya sejak
kecil, sementara di DM2 Gru dipertemukan dengan Lucy yang menjadi titik balik
dirinya dari penjahat menjadi agen anti-penjahat. Maka DM3 mencoba untuk tetap
konsisten dengan formula dan tema ini lewat karakter Dru, saudara kembar Gru
yang telah lama dipisahkan. Formulaic dan out of nowhere, sebenarnya, tapi
menjadi pilihan yang tepat untuk tetap konsisten pada formula dan tema
khas-nya, sekaligus mengembangkan plot (dan juga universe) lebih luas lagi.
Cukup menarik, terutama ada elemen konflik personal antara ‘panggilan jiwa’
sebagai penjahat atau keluarga. Sayang konflik ini tak tergali cukup dalam
sehingga tak sampai benar-benar ‘menyentuh’ sebagaimana yang pernah dilakukan
di DM pertama. Konsep cerita ini hanya terlihat jelas di permukaan, dengan
meletakkan komedi slapstick dan ‘absurd’-nya di lini terdepan, sesuai tujuan
utamanya sebagai sajian pure entertainment. Mungkin tak semuanya berhasil
menggelitik seluruh range penonton, terutama beberapa humor bereferensi pada
pop culture, tapi secara keseluruhan masih sangat menghibur.
Above all, desain karakter Balthazar Bratt lah yang paling mencuri perhatian sepanjang film. Tak hanya eksentrik, tapi juga punya ciri khas yang asyik. Groovy, sebagaimana lagu-lagu ikonik era 80-an seperti Bad dari Michael Jackson, Physical dari Olivia Newton-John, Take on Me dari a-ha, 99 Luftbaloons dari Nena, sampai Into the Groove dari Madonna. Bagi penonton dewasa yang sempat melewati era 80-an, tentu ini menjadi bonus nostalgia tersendiri.
Above all, desain karakter Balthazar Bratt lah yang paling mencuri perhatian sepanjang film. Tak hanya eksentrik, tapi juga punya ciri khas yang asyik. Groovy, sebagaimana lagu-lagu ikonik era 80-an seperti Bad dari Michael Jackson, Physical dari Olivia Newton-John, Take on Me dari a-ha, 99 Luftbaloons dari Nena, sampai Into the Groove dari Madonna. Bagi penonton dewasa yang sempat melewati era 80-an, tentu ini menjadi bonus nostalgia tersendiri.
Selain itu diselipkan pula sub-plot yang tak kalah menarik
untuk dibahas dan punya momen untuk sekedar membuat saya tersenyum. Mulai upaya
Lucy untuk bisa sepenuhnya diterima sebagai seorang ibu bagi ketiga putri
angkatnya; Margo, Edith, dan Agnes, meliputi parenting (pelajaran berkata
‘tidak’ yang juga secara cerdas dibalikkan kepada Margo), hingga sindiran
terhadap siklus popularitas di Hollywood. Porsinya memang tak sebanyak konflik
utama Gru-Dru, tapi cukup noticeable dan tak tumpang tindih dengan konflik
utama. Terakhir, tentu saja penampilan para minion yang jatah plotnya merupakan
pengulangan (in other hand, bisa juga dipandang secara positif sebagai
konsistensi) tapi tentu saja tujuan utamanya tetap tersampaikan, kelucuan
tingkah nakal dari para minion yang menggemaskan.
Steve Carell masih konsisten mengisi suara Gru yang ikonik.
Namun kepiawaiannya terasa bertambah karena juga mengisi suara sang saudara
kembar, Dru. Meski masih belum menjadi sesuatu yang ikonik, namun suara Dru
terdengar punya pembeda yang jelas dengan Gru. Kristen Wiig (Lucy), Miranda
Cosgrove (Margo), dan Dana Gaier (Edith) pun sama-sama masih konsisten,
sementara Nev Scharrel mampu melanjutkan suara Elsie Fisher sebagai Agnes tanpa
terasa terlalu kentara. Trey Parker menghidupkan karakter Balthazar Bratt
dengan eksentrisme yang cukup ikonik. Malahan, paling ikonik di antara
villain-villain DM lainnya, menurut saya. Terakhir tapi tak boleh dilupakan,
Julie Andrews yang suaranya kurang bisa saya kenali sebagai Marlena Gru tapi
cukup catchy.
Di divisi animasi, tampilan DM3 masih tak berbeda jauh dari
seri-seri sebelumnya. Namun detail di beberapa elemen, terutama reruntuhan
bangunan, cukup mengagumkan. Benar-benar terlihat nyata, bukan animasi. Konsep
animasi pun termanfaatkan maksimal untuk menghasilkan shot-shot yang sulit
dicapai kamera dengan teknik live-action. Menjadikan adegan-adegan aksi (dan
juga komedik)-nya yang ‘ajaib’ dan gokil terasa makin appealing. Didukung pula
oleh sound mixing yang terdengar powerful dan memanfaatkan fasilitas surround
secara maksimal. Musik dari Heitor Pereira punya rasa ‘blockbuster’ yang cukup
kuat dengan penggabungan nuansa aksi dan komedi yang seimbang. Berpadu dengan
lagu-lagu Pharrell Williams, termasuk nomor musik terbaru, Yellow Light. Editing Claire Dodgson membuat pace DM3 terasa begitu
dinamis dalam menggerakkan plot dan membuat momentum-momentum aksi dan
komedik-nya tepat sasaran, meski harus mereduksi potensi-potensi emosional yang
ada.
Dibandingkan DM pertama dan kedua, DM3 mungkin bisa jadi
berada sedikit di bawahnya. Mungkin juga ia ‘hanya’ sekedar bridge menuju fase
atau babak selanjutnya dari konsep yang sudah dijalankan secara konsisten
selama ini. Namun setidaknya ia masih tampil sebagai instant entertainment yang
menghibur (well, walaupun sebenarnya termasuk relatif juga sih impact-nya
terhadap tiap penonton), terutama berkat desain karakter Balthazar Bratt yang
groovy dan tentu saja everybody’s adorable favorite, the minions!
Lihat data film ini di IMDb.