3.5/5
Action
Adventure
Based on TV show
Blockbuster
Box Office
Comedy
Drama
Hollywood
Investigation
Pop-Corn Movie
Rivalry
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Baywatch
Adalah hal yang wajar, bahkan
hampir bisa selalu dipastikan bahwa serial TV akan diangkat ke layar lebar.
Tinggal waktu saja yang menentukan. Setelah Mission:
Impossible, The Avengers, Charlie’s Angels, The A Team, Miami Vice,
dan masih banyak lagi, tahun 2017 menjadi giliran Baywatch yang bertandang ke bioskop. Serial yang disiarkan sebanyak
11 season sejak 1989 ini menjadi salah satu ikon pertelevisian dunia di era
90-an. Tergolong kelewat lama untuk brand sebesar Baywatch, tapi justru ini merupakan kesempatan untuk membuat fans
lama bernostalgia sekaligus menjaring fans baru. Pemeran-pemeran aslinya jelas
tak mungkin muncul kembali sebagai karakter-karakter ikonik mereka, tapi bukan
berarti tak dianggap begitu saja. Baywatch
versi layar lebar memasang aktor-aktris masa kini yang cukup mewakili
karakteristik karakter-karakter aslinya, seperti Dwayne ‘The Rock’ Johnson
sebagai Mitch Buchannon, Zac Efron sebagai Matt Brody, Alexandra Daddario
sebagai Summer Quinn, Kelly Rohrbach sebagi CJ Parker, dan Ilfenesh Hadera
sebagai Stephanie Holden. Superstar Bollywood yang juga mantan Miss World 2000,
Priyanka Chopra, pun turut digandeng untuk menyemarakkan film.
Pemilihan penulis naskah duo
Damian Shannon dan Mark Swift (Freddy vs.
Jason dan Friday the 13th versi
2009) mungkin sempat mengernyitkan dahi, tapi di tangan sutradara Seth Gordon (Four Christmases, Horrible Bosses, dan Identity
Thief), pengubahan dari serial drama action menjadi komedi action terlihat
lebih menjanjikan.
Di Emerald Bay, Florida, ada
setim penjaga pantai yang berprestasi luar biasa. Terutama sekali sang letnan,
Mitch Buchannon, bersama komandan kedua, Stephanie Holden, dan CJ Parker. Meski
dicintai oleh seisi kota, ada saja pihak yang tidak menyukai mereka. Salah
satunya adalah opsir polisi lokal, Garner dan atasa Mitch, Kapten Thorpe.
Garner sering merasa Mitch dan timnya bertindak kelewat jauh sebagai lifeguard
dan melanggar juridiksi satuan kepolisiannya.
Ketika menggelar perekrutan
anggota baru, Baywatch kedatangan atlet renang pemenang dua medali Olimpiade
yang hidupnya sedang kacau balau, Matt Brody. Ia dikirim untuk menjadi tim
Baywatch sebagai bagian dari kewajiban kerja sosial. Mitch dan timnya merasa
terlecehkan, terlebih karena Matt tak mau mengikuti tes seleksi dan pelatihan
sebagaimana calon anggota yang lain.
Di saat yang bersamaan mulai
muncul kasus penemuan mayat yang dicurigai Mitch sebagai pembunuhan dan
penemuan narkoba di pantainya. Mitch, Stephanie, CJ, mengajak anggota rekrutan
baru mereka; Summer, Ronnie, dan Matt untuk menyelidiki kasus ini lebih dalam.
Terutama berkaitan dengan kehadiran pebisnis wanita, Victoria Leeds yang
berniat membeli tanah di sepanjang Emerald Bay untuk dijadikan resort pribadi.
Penyelidikan mereka terbentur batasan jurisdiksi dengan pihak kepolisian
setempat.
Pengubahan genre dari serial
yang merupakan drama action ke layar lebar yang lebih dominan komedi dengan
sedikit bumbu aksi menurut saya adalah keputusan yang baik. Dengan tema yang
tergolong ringan, kemasan yang serius disinyalir tak akan membuat banyak
penonton (umum) tertarik. Dengan kemasan kental komedi, apalagi komedi dewasa
yang nyerempet-nyerempet jorok dan seksual, tentu akan lebih ‘menggoda’ calon
penonton. Apalagi latar yang mendukung keseksian, kenapa tidak sekalian
dimanfaatkan maksimal, bukan?
Pada permukaan terluar, Baywatch versi layar lebar terasa
seperti hanya ingin bersenang-senang dengan gelaran humor situasional, slapstick,
dirty, bereferensi pada pop-culture, terutama menyangkut kehidupan asli para
aktornya (misalnya sebutan-sebutan Johnson untuk Efron dan sindiran Chopra
tentang penjahat James Bond), dan bahkan tak segan-segan ‘mengolok-olok’
signatural style materi aslinya (malah kerap terasa seperti versi parodi dari
serialnya). Kesemuanya tersebar dengan cukup merata sepanjang durasi. Apalagi
didukung penampilan Dwayne Johnson dan Zac Efron yang memang sangat cocok
dengan image komedi. Memang belum sampai se-out of the box ataupun
se-memorable, let’s say sang pionir macam American
Pie, tapi apa yang ditampilkan di layar cukup membuat tawa meledak secara
spontan. Namun tentu saja soal ini kembali ke selera humor masing-masing
penonton.
Bagi penonton serialnya, ia
masih mempertahankan karakter-karakter ikonik dari serial yang diperankan
secara identik oleh aktor-aktris baru, termasuk juga cameo dari dua ikon
terbesar serialnya yang muncul di saat tepat (treatment yang sama dengan Charlie’s Angels: Full Throttle sih,
tapi harus diakui ini treatment tribute yang paling baik).
Plot investigasi crime di
pantai mungkin terkesan sekedar asal ada seperti kebanyakan film bertema
espionage. Tak ada yang baru maupun istimewa di sini. Namun bukan berarti Baywatch tak punya isi sama sekali. Look
deeper. Ada konsep tentang batas-batas jurisdiksi yang secara konsisten
diangakt sejak opening hingga konklusi. Konsep ini pula yang mendasari konflik
utamanya. Jika mau ditilik lebih jauh pun, sosok yang diposisikan sebagai rival
punya alasan mengapa para lifeguard ini dianggap telah melewati batas
jurisdiksinya. Pihak para lifeguard pun digambarkan tak sepenuhnya sosok
heroik. Sempat saya berpikir jangan-jangan para lifeguard ini memang sudah
bertindak di luar wilayah pekerjaannya karena merasa bosan dengan pekerjaan
sehari-hari dan punya keinginan terpendam untuk menjadi ‘lebih’ daripada profesinya.
Konflik yang dari luar kesannya remeh, tapi sebenarnya cukup penting untuk
direnungkan karena bisa saja melanda kita yang merasa jenuh dengan keseharian
kita. No matter which, in the end yang terpenting adalah keputusan dan result
yang berfaedah atau tidak.
Selain Dwayne Johnson dan Zac
Efron yang memang pas melakoni karakter masing-masing dengan kapasitas komedik
yang baik, Alexandra Daddario yang sebenarnya berada pada lini berikutnya
sebagai Summer Quinn, ternyata masih kurang ‘menonjol’. Porsi romance dengan
Efron pun masih sebatas flirty saja. Justru Kelly Rohrbach lebih mencuri
perhatian sebagai CJ Parker. Tak hanya faktor fisik yang memang identik dengan
pemeran versi serialnya, Pamela Anderson, tapi juga kharisma yang juga
‘menggoda’ sesuai kebutuhan karakter. Ilfenesh Hadera sebagai Stephanie Holden
yang porsi perannya di layar tergolong sangat sedikit juga masih mencuri
perhatian berkat aura kecerdasan yang terpancar natural di balik keseksiannya.
Sementara Jon Bass mungkin bukan tipe komedian yang punya ciri khas seperti,
let’s say Jonah Hill, tapi di sini ia masih berhasil menjadi pemancing tawa
terbesar lewat karakter Ronnie. Priyanka Chopra tampil pas sebagai villain
femme fatale. Memikat lewat keseksiannya tapi kesan ‘mematikan’-nya tetap terpancar
kuat. Terakhir, tentu tak boleh melupakan cameo dari David Hasselhoff dan
Pamela Anderson yang ditempatkan pada momen yang tepat sebagai sebuah tribute.
Sebagai sebuah sajian
blockbuster summer movie, teknis Baywatch
sangat mendukung. Terutama sekali sinematografi Eric Steelberg yang menyuguhkan
camera work dinamis, terutama di momen-momen aksinya. Didukung editing Peter S.
Elliot yang mempertajam momentum-momentum aksi maupun komedi-nya. Begitu pula
scoring Christopher Lennertz yang terdengar begitu ‘blockbuster’ meski tak
sampai menjadi score yang memorable. Yang terpenting, tak lupa untuk
menyelipkan score serial aslinya, ditambah pemilihan soundtrack yang mendukung
tiap nuansa film. Mulai yang laid-back seperti Get Free dari Major Lazer featuring Amber of Dirty Projectors, yang
seksi seperti No Lie dari Sean Paul
featuring Dua Lipa, yang badass seperti Hypnotize
dari The Notorious B.I.G., hingga yang klasik seperti Wouldn’t It Be Nice dari The Beach Boys, How Deep is Your Love dari The Bee Gees, dan Say You Say Me dari Lionel Richie. One of my favorite soundtrack
playlist this year. Sound mixing pun mendukung keseruan, terutama momen
aksinya, dengan pembagian kanal surround yang memberikan kedalaman dimensi
tersendiri. Dengarkan saja adegan firework yang terdengar paling menonjol.
Baywatch versi layar lebar memang meletakkan pure-entertainment
berupa komedi gila-gilaan dan segala eye-candy yang dimiliki sebagai sajian
utamanya. For that purpose, bagi saya sangat berhasil. Memang harus diakui masih
bisa jauh lebih gila dan out-of-the-box lagi dalam menghadirkan adegan-adegan
komedi slapstick maupun situasional, tapi apa yang dihadirkan sudah lebih dari
cukup untuk membuat saya tertawa terbahak-bahak secara spontan. Plotnya mungkin
biasa, tapi bukan berarti tak berisi sama sekali. Ada konsep tentang
batas-batas jurisdiksi yang ditampilkan secara konsisten sepanjang durasi dan
cukup membuat saya berkontemplasi. Namun tentu porsinya terjaga agar tujuan
utama untuk menyajikan pure entertainment tidak tereduksi. I don’t mind seeing
the sequels with more iconic characters from the series and, of course, wilder,
crazier, and more out-of-the box jokes, please.
Lihat data film ini di IMDb.