4/5
Action
Adventure
Animation
Blockbuster
Box Office
Buddy
Comedy
Fable
Family
Hollywood
Investigation
Oscar 2017
Personality
Pop-Corn Movie
Psychological
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Zootopia
Sebagai salah satu studio animasi
terbesar yang punya sejarah panjang, Walt Disney Animation Studios (WDAS) tak
pernah berhenti berkreasi, seiring dengan sister-division-nya yang juga
produktif, Pixar. Bedanya, jika Pixar lebih suka memproduksi animasi-animasi
bertemakan lebih berat dan lebih bisa dinikmati penonton dewasa ketimbang
anak-anak, WDAS masih fokus untuk membidik range penonton yang lebih luas.
Setelah Big Hero 6 tahun 2014 lalu,
WDAS mempersiapkan karya terbarunya, Zootopia.
Kembali mengusung konsep fabel, tapi kali ini dengan skala yang jauh lebih
besar dan detail. Bahkan jauh lebih besar daripada Madagascar yang pernah dibuat oleh DreamWorks Animation. Ditangani
Byron Howard (Bolt, Tangled) dan Rich Moore (Wreck It Ralph) serta tim-tim yang sudah
berpengalaman di WDAS, Zootopia
kembali membidik audience anak-anak tapi masih bisa dinikmati oleh penonton
dewasa lewat mashup konsep ceritanya.
Alkisah di masa depan,
binatang-binatang buas dan jinak bisa hidup berdampingan dengan selaras. Para
predator pun bisa mengontrol naluri buasnya. Kesemuanya tinggal di sebuah
gambaran tata kota utopia yang serba teratur. Bahkan binatang-binatang
berukuran besar dan kecil punya fasilitas sendiri-sendiri. Sayangnya, tidak
sepenuhnya spesies apapun bisa menjadi apapun. Itulah yang membuat Judy Hopps,
seekor kelinci wanita bertekad menjadi kelinci pertama yang berprofesi sebagai
polisi. Padahal secara postur dan kekuatan, selama ini kelinci tidak
memungkinkan menjadi polisi. Setelah berhasil pun Judy harus membuktikan diri
bahwa dirinya punya kredibilitas lebih ketimbang menjadi seorang petugas tilang
parkir semata. Kesempatan muncul ketika kasus hilangnya binatang menghantui
Zootopia. Judy menawarkan diri menginvestigasi kasus hilangnya Mr. Otterton,
seekor berang-berang. Dengan bantuan rubah penipu, Nick Wilde, Judy harus bisa
memecahkan kasus ini dalam 48 jam atau karirnya sebagai polisi berakhir.
Investigasi pun dimulai. Tak hanya Judy mengalami petualangan seru ke berbagai
penjuru kota, tapi juga mengenal Nick Wilde lebih dalam yang akan mengubah pola
pikirnya.
Pada permukaan luar, Zootopia menawarkan sebuah komedi
buddy-cop dengan bumbu investigasi ala neo-noir. Tentu saja kesemuanya dengan
kemasan kartun fabel yang bisa dengan mudah dinikmati dan dipahami oleh penonton
anak-anak sekalipun (Ini fakta bahwa anak-anak, terutama balita, lebih menyukai karakter binatang ketimbang
manusia). Di lapisan yang lebih dalam, Zootopia
menyelipkan tema diversity dan prejudice yang terasa cukup kuat, tapi mampu
blended dalam cerita utama dengan sangat halus. Ini saya rasa cukup penting
sebagai metode penanaman pola pikir positif secara tidak sadar (dan tidak
menggurui) kepada anak-anak. Untuk penonton yang lebih dewasa, ia seperti
mengajak penonton untuk berkaca: ketika kita sering berkoar-koar tentang
prejudice, tapi sebenarnya kita sendiri secara tak sadar juga sering
melakukannya.
Tak ketinggalan adegan-adegan bak
spoof dari banyak pop culture yang bisa menarik perhatian penonton lebih
dewasa. Terutama sekali spoof The Godfather
dan berbagai brand populer yang dengan mudah menjadi remarkable bagi penonton.
Babak ketiga dari cerita terkesan sedikit bertele-tele, akibat dari fokus investigasi
yang harus berpadu dengan sub-plot pribadi Judy, tapi akhirnya berhasil ditutup
dengan sangat memuaskan.
Mengisi karakter utama, Ginnifer
Goodwin berhasil menghidupkan karakter Judy Hopps dengan cukup baik.
Enthusiastic, energetic, positive thinker, tapi juga terkadang bisa merasakan
kejatuhan secara manusiawi. Chemistry yang dibangunnya bersama Jason Bateman,
pengisi suara Nick, juga terjalin dengan luwes dan menjadikan buddy-cop yang
berinteraksi dengan sangat menarik. Sisanya, nama-nama populer seperti J.K.
Simmons sebagai Mayor Lionheart, Octavia Spencer sebagai Mrs. Otterton, Alan
Tudyk sebagai Duke Weaselton, Idris Elba sebagai Chief Bogo, Tommy Chong
sebagai Yax, Jenny Slate sebagai Bellweather, hingga Shakira sebagai diva
Gazelle, cukup menyemarakkan cerita dengan lively. Namun tentu saja yang paling
berkesan adalah Maurice LaMarche, pengisi suara Mr. Big, yang bisa dengan
sangat baik dan menggelitik melakukan impersonasi karakter Don Vito Corleone
dari The Godfather.
WDAS tak perlu diragukan lagi
soal kualitas animasinya. Berhasil menjaga keseimbangan antara tampilan
realistis dan karikatur, ia tak hanya berhasil mendesain karakter-karakter yang
memorable, tapi juga keseluruhan konsep kota. Mulai detail prasarana fasilitas
kota mumpuni sampai latar alam yang luar biasa cantik dan memanjakan mata. Sayang,
gimmick 3D yang ditawarkan tidak memberikan banyak nilai tambahan. Depth effect
maupun pop-out-nya terasa biasa saja.
Tata suara digarap dengan sangat
maksimal. Detail-detail sound effect, deep bass yang terdengar mantap tapi
dengan punya tingkat clarity dan crisp yang tinggi, sampai pembagian kanal surround
yang dimanfaatkan maksimal untuk menghidupkan adegan-adegan serunya. Terakhir,
scoring Michael Giacchino yang berhasil memberikan kesan-kesan investigatif
tanpa kehilangan kesan fun dan karikatur.
Zootopia semakin menguatkan posisi WDAS sebagai produsen animasi
berkualitas. Tak hanya lewat inovasi-inovasi visual atau kemasan yang menghibur
dengan range usia luas, yang artinya tidak sekedar aman, namun sekaligus bisa
dinikmati dengan maksimal oleh penonton anak-anak, tapi juga content positif
yang relevan di budaya manapun dan generasi manapun. Sebuah keseimbangan yang
mampu dijaga dengan sangat baik oleh WDAS. Sayang untuk dilewatkan begitu saja
bersama seluruh anggota keluarga.
Lihat data film ini di IMDb.
The 89th Academy Awards Nominees for:
- Animated Feature - Byron Howard, Rich Moore, and Clark Spencer