3.5/5
Comedy
Drama
Indonesia
mature relationship
Pop-Corn Movie
Romance
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Talak 3
Dalam hukum Islam, ada aturan
jika seorang suami sudah menjatuhkan talak 3 kepada istrinya dan suatu saat
ingin kembali rujuk, harus melalui proses Muhalil, yaitu sang istri dinikahi
pria lain lebih dulu kemudian dicerai, baru boleh kembali rujuk dengan sang
mantan suami. Hukum yang terdengar unik ini sebenarnya punya tujuan yang baik.
Bagi sang suami agar tak mudah menjatuhkan talak, sedangkan bagi sang istri
bisa membandingkan sang muhalil dengan mantan suaminya sebelum memutuskan mana
yang terbaik untuk dirinya. Tentu saja pada prakteknya, manusia seringkali
‘mengakali’ hukum ini. Hukum ‘unik’ dan fenomena yang kemudian muncul pada
perkembangannya mengusik seorang Hanung Bramantyo yang sudah lama dikenal suka
‘menyentil’ tema-tema sosio-kultural pada masyarakat dengan background agama,
untuk mengemasnya dalam sebuah film. Menggandeng sineas muda asal Jogja, Ismail
Basbeth, yang berangkat sebagai sutradra film pendek indie tapi sebelumnya
sudah pernah dipercaya menggarap Mencari
Hilal, Hanung mengemasnya dalam sebuah komedi romantis yang kental dengan
bumbu satire. Mempertemukan tema yang idealis dan kritis dengan formula
blockbuster film Indonesia lewat pemilihan cast yang masing-masing punya
fanbase cukup besar; Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella, dan Reza Rahadian, Talak 3 sudah terasa sangat menjanjikan.
Sebuah perselingkuhan dengan
penyanyi dangdut Siska Gotik saat mabuk membuat Risa ingin buru-buru
menceraikan suaminya, Bagas. Bagas yang awalnya berupaya mempertahankan
pernikahan, akhirnya gerah juga dan langsung menjatuhkan talak 3 kepada Risa.
Tantangan datang ketika Inggrid menawarkan sebuah proyek wedding expo besar
yang membuat Bagas dan Risa bisa membayar hutang-hutang akibat proses
perceraian mereka. Sayangnya, status mereka yang sudah bercerai membuat Inggrid
ragu memberikan proyek ini ke tangan EO yang mereka pernah bangun bersama.
Syarat agar proyek ini dipercayakan ke mereka adalah mereka harus bersatu
kembali. Benih-benih cinta pun mulai tumbuh lagi di antara mereka. Berbagai
upaya rujuk secara instan pun dicoba tapi gagal. Mau tak mau mereka mencari
seseorang untuk mengakali proses muhalil untuk Risa.
Setelah mencari-cari pria yang
tepat untuk menjadi muhalil Risa, akhirnya diputuskan Bimo, partner kerja
keduanya selama bertahun-tahun yang bahkan sudah menjadi sahabat mereka. Jauh
sebelum mengenal Bagas, Bimo sudah menjadi sahabat Risa sejak kecil. Awalnya
semua berjalan mulus hingga Risa menemukan bahwa ia memang sudah tidak cocok
dengan Bagas. Lagipula Bimo diam-diam ternyata sudah memendam rasa kepada Risa
sejak dulu. Melihat ini semua, Bagas pun tak rela tinggal diam.
Di permukaan, Talak 3 terasa seperti sebuah paket yang
sangat menghibur, terutama lewat berbagai guyonan satir yang kritis, mulai soal
hukum talak sampai soal birokrasi kantor pemerintahan (dalam hal ini, KUA).
Tentu ini sudah menjadi keahlian dari seorang Hanung Bramantyo, apalagi dibantu
oleh Basbeth yang ternyata juga tak kalah ‘nakal’-nya. Tak ada yang salah pula
dengan guyonan-guyonan slapstick-nya yang memang paling bisa dinikmati penonton
kita. Apalagi penggunaannya masih relevan dengan kepentingan plot utama,
ditampilkan dengan porsi yang pas, dan hasilnya memang berhasil memancing tawa.
Above all, naskah yang diracik oleh Bagus Bramanti, Wahana Penulis, dan Salman Aristo
berhasil mem-blending satire kritisnya dengan formula komedi romantis dengan
takaran yang serba pas. Cerdas, menggelitik, pun juga terasa manis, dewasa, dan
logis. Oke, mungkin jika mau dianalisis per babak, Talak 3 terasa begitu penuh sesak dengan kepentingan cerita. Tak
salah, babak pertama terasa begitu panjang, kemudian diperbaiki dengan babak
dua yang berjalan lebih mulus, namun kembali terasa bertele-tele lewat konflik
yang berbelit-belit di babak ketiga hingga penyelesaian. Tapi jika mempertimbangkan
unsur logika, semua kejadian yang dihadirkan di ketiga babak adalah step-step
yang runtut dan masuk akal. Memang, penyajiannya yang seharusnya bisa lebih
terasa rapi dan mengalir lancar tanpa terkesan berbelit-belit. Apalagi semua
keseruan dan kelucuan di babak-babak sebelumnya seolah diputar balikkan menjadi
penyelesaian yang terlampau serius di babak ketiga. Untung saja, ia punya
penyelesaian yang tetap memuaskan semua pihak, atas nama keputusan terbaik yang
dewasa dan logis. So yes, in the end segala kekurangan yang terjadi di banyak
bagian bisa dengan mudah termaafkan, sehingga secara keseluruhan, Talak 3 masih tampil sebagai komedi
romantis yang tak hanya sangat menghibur (bahkan ternyata jauh lebih
menggelitik dari trailer-nya), tapi juga cerdas, kritis, dewasa, sekaligus
manis. Paket lengkap dan seimbang yang masih tergolong jarang ditemukan di film
Indonesia.
Dipilihnya trio Vino G. Bastian,
Laudya Cynthia Bella, dan Reza Rahadian di lini depan bukan tanpa alasan.
Selain masing-masing punya fanbase yang cukup besar (ini salah satu aspek
terpenting dalam penentuan kesuksesan komersial film Indonesia saat ini),
ketiganya punya reputasi akting yang bagus. Hasilnya, ketiganya tak hanya berhasil
membentuk chemistry yang terasa begitu kuat di layar, tapi juga membangun
nuansa fun dan witty, sesuai konsep film secara keseluruhan. Vino masih
memerankan karakter dengan emosi meledak-ledak tapi kadang tetap bisa tampil
menggelitik, seperti peran tipikal biasanya. Jangan salah, justru peran tipikal
inilah yang membuat tak ada aktor lain yang lebih cocok mengisi peran Bagas
selain Vino. Karakter itu seperti sengaja dibuat atas gambaran Vino sendiri.
Begitu juga dengan karakter Risa yang diperankan Bella. Ia behasil menghidupkan
momen paling menguras emosi sepanjang film sekaligus mengimbangi performa
komedik Vino maupun cameo-cameo yang memang dipasang sebagai pengocok perut.
Sementara Reza, well tak perlu meragukan lagi kepiawaiannya dalam menerjemahkan
karakter yang dimainkan secara unik dan maksimal. Tak perlu banyak dialog untuk
bisa membuat penonton memahami perasaan serta kepribadian Bimo.
Tak hanya di lini depan,
pemilihan peran-peran pendukung dan cameo di Talak 3 terasa tidak asal-asalan dan dikonsep dengan sangat baik.
Berbagai komika yang sedang naik daun, seperti Cak Lontong dan Mo Sidik,
digandeng untuk semakin menyegarkan suasana. Begitu pula Hanung Bramantyo yang
lagi-lagi menjadi cameo dan kali ini mengajak Basbeth sekaligus untuk mengikuti
‘jejak’-nya. Tapi yang paling menjadi favorit saya adalah Dodit Mulyanto yang
akhirnya menemukan peran yang pas dengan gaya guyonan khasnya, yang mana
sebelum-sebelumnya (seperti di Komedi
Moderen Gokil) lebih terasa menjengkelkan ketimbang lucu. Perannya sebagai
pegawai KUA jujur yang nyentrik menjadi salah satu highlight pemancing tawa
yang paling efektif. Terakhir, tak boleh dilupakan kehadiran Hasmi, kreator
komik Gundala Putra Petir yang ternyata bisa juga tampil melucu. Lengkap dengan
hint karakter Gundala yang tersebar di berbagai titik setting KUA (kabarnya,
Hanung memang didapuk menggarap versi layar lebar terbaru dari superhero
Indonesia itu).
Editing Wawan I Wibowo patut mendapatkan
kredit terbesar berkat penyusunan adegan dengan timing yang serba pas untuk
menghasilkan adegan-adegan kocak, terutama guyonan slapstick, yang berhasil.
Sinematografi Satrio Kurnianto mampu menyampaikan cerita secara efektif, dengan
tetap memperhitungkan angle-angle serta pergerakan kamera yang sinematis.
Terutama dalam memframing berbagai panorama alam Jogjakarta dan setting-setting
cantiknya, seperti resepsi pernikahan Bimo-Risa. Keseimbangan tata suara, mulai
dialog, sound effect, dan scoring, terjaga rapi dan konsisten sepanjang film.
Kredit terakhir untuk pemilihan lagu-lagu yang menyatu dengan berbagai suasana
adegan, seperti Mimpiku Berhenti yang
sendu, Kembali di Pelukku yang spirituous,
dari Dendy Mikes, dan Bermain Cinta
dari Budi and the Gorengan yang mengisi nuansa gokilnya.
Secara keseluruhan, Talak 3 dengan mudah menjadi salah satu
komedi romantis terbaik yang pernah dimiliki film Indonesia. Mungkin
storyline-nya tak sepadat dan serapi Kapan Kawin tahun
lalu gara-gara mengikuti step-step runtut yang logis sehingga jatuhnya jadi terkesan
bertele-tele, terutama di babak ketiga. Namun tetap saja Talak 3 bisa dikatakan berhasil mempertemukan berbagai idealisme konsep
cerita dengan formula-formula box office menghibur yang menjadi aspek
terpenting bagi mayoritas penonton Indonesia saat ini. Tak heran jika hasil
akhirnya nanti Talak 3 menjadi salah
satu film Indonesia terlaris tahun ini.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.