4/5
Artistic
Drama
Hindi
mature relationship
Parenting
Personality
Pop-Corn Movie
Psychological
Romance
Socio-cultural
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Tamasha

Sejak kecil Ved sangat tertarik
dengan cerita. Hampir tiap hari ia mendatangi dan menghabiskan uang jajannya
untuk membayar storyteller jalanan demi mendengarkan aneka cerita dari berbagai
penjuru dunia. Mulai Rama-Shinta sampai Helena dari Troya. Ayahnya khawatir
dengan kegemarannya ini dan mulai memaksakan pilihan pendidikan dan profesi
kepadanya. Setelah dewasa kita diperkenalkan Ved dewasa yang sama sekali
berbeda. Ia suka bertualang, kharismatik, sangat menarik, dan so alive. Salah
satu yang terpikat oleh pesonanya adalah Tara, seorang wanita muda yang
free-spirited, ketika mereka bertemu di Corsica, Perancis. Bosan dengan cerita
yang klise, keduanya sepakat untuk menjalani ‘petualangan’ dengan tidak menjadi
diri sendiri dan berjanji tidak akan bertemu lagi setelah liburan berakhir.
Namun rupanya ini bukanlah janji yang mudah untuk ditepati. Hubungan mereka
berkembang jadi lebih kompleks dan membawa mereka ke proses pendewasaan yang
lebih jauh.
Secara garis besar, Ali ingin
mengangkat isu pola didik kebanyakan orang tua (terutama di Asia) yang
cenderung mengarahkan anaknya ingin menjadi apa, membuat anaknya melupakan
passion dan mengikuti pola hidup ‘normal’ menurut ukuran masyarakat umum. Penuh
rutinitas dan membosankan. Ali tak sekedar membungkusnya dengan roller coaster
romance yang manis, tapi memang punya koneksi yang cukup penting dengan plot
utama. In the end, semua yang memahami psikologis tahu bagaimana
pribadi-pribadi yang sudah berhasil menemukan dirinya sendiri mempengaruhi
kualitas relationship yang dimiliki. So Ali benar-benar tahu apa yang ingin
disampaikannya dan menyampaikannya dengan ke-khas-annya yang sangat menarik.
Di awal, Tamasha memang terkesan seperti rangkaian sequence yang
lompat-lompat tak karuan untuk memperkenalkan karakter Ved. Indah, namun bikin
kening berkerut untuk sekedar mencerna maknanya, apalagi menikmati. Ketika Ved
diperkenalkan Tara dengan latar keindahan Corsica, Tamasha masih saja susah dipahami dan dinikmati. Mereka berdua
seperti menggunakan ‘bahasa’ sendiri (apalagi ditambah subtitle Bahasa
Indonesia dari distributor sini yang kacaunya bukan main. Alternatif- nya ya
mengikuti subtitle English-nya). Namun setidaknya di part ini, penonton
disuguhi adegan yang serba cantik, manis, diiringi lagu Matargashti yang menurut saya jadi salah satu lagu Hindi paling
memorable tahun ini, dan karakter serta chemistry Ved-Tara, membuat part ini
masih bisa dinikmati.
Baru ketika memulai babak setelah
Ved-Tara terpisah dan masing-masing menjalani hidup sendiri-sendiri, Tamasha menunjukkan alur cerita yang
menarik. Membuat saya tersenyum, tertawa (apalagi dengan kehadiran karakter
pengamen waria yang selalu berhasil memancing tawa). Babak-babak berikutnya
yang menampilkan fase relationship Ved-Tara hingga penyelesaian konflik
personal Ved, semakin lama semakin menjadikan Tamasha tontonan yang cerdas, kritis, namun dengan kemasan yang
sangat-sangat menyenangkan. Visually stunning, heartwarming, inspiring, dan
full of fun.
Akting Ranbir Kapoor dan salah
satu sweetheart Hindi saat ini, Deepika Padukone, tentu tak perlu diragukan
lagi. Ved jadi salah satu karakter paling menarik yang pernah dimainkan Ranbir
setelah Barfi!. Lihat saja perubahan
karakter dari Ved yang adventurer dan so alive jadi Ved, a routine guy yang
membosankan. Thanks to the script yang membuat perkembangan karakternya sangat
banyak dan berhasil dihidupkan dengan convincing dan masuk akal oleh Ranbir.
Deepika pun mengimbangi performa Ranbir dengan sangat baik, terutama
perkembangan karakter Tara dalam menyikapi hubungannya dengan Ved dari masa ke
masa. Selain mereka berdua, karakter-karakter pendukung lainnya tak diberi
porsi yang cukup untuk mencuri layar. Mungkin hanya Piyush Mishra sebagai sang
storyteller jalanan dan Javed Sheikh sebagai ayah Ved.
Lagu-lagu cantik dengan
lirik-lirik indah serta tune yang terus terngiang dalam ingatan sudah menjadi
jaminan mutu A.R. Rahman selama ini. Tahun ini memang banyak film Hindi yang
tentu saja selalu dihiasi lagu-lagu ear-catchy, tapi saya berani menobatkan
soundtrack Tamasha sebagai salah satu
yang paling ear-catchy dan memorable sepanjang tahun ini. Mulai yang playful
dengan racikan tradisional Hindi dan European folk music lewat Matargashti, yang kental traditional
Hindi lewat Wat Wat Wat, sampai yang
dibawakan dengan warna orkestra di Tu Koi
Aur Hai. Soundtrack penuh warna ini jelas menjadi salah satu kekuatan dan
daya tarik Tamasha. Tentu saja tak
perlu diragukan desain produksi yang luar biasa indah, mulai ketika di Corsica,
restoran Social, New Delhi yang pasti memikat siapa saja dan membuat penonton
ingin mengunjunginya, sampai pedesaan Shimla. Kesemuanya tak lepas dari peran
sinematografi S. Ravi Varman dan editor Aarti Bajaj yang membuat Tamasha bak kolase adegan yang acak
namun penuh makna.
Seperti kebanyakan film Hindi
yang memang jago mengaduk-aduk emosi penonton dan menyajikan visual yang super
indah, Tamasha memenuhi kesemuanya
dengan menyajikan kecerdasan story telling di atas rata-rata dan best of all,
inspiring in its way. Cocok untuk ditonton oleh penonton yang selama ini selalu
merasa harus mengikuti tuntutan-tuntutan sosial padahal di dalam dirinya ada
jiwa yang ingin memberontak, atau pasangan yang sedang menjalani hubungan namun
sedang dilanda kebosanan. Tamasha tak
hanya asyik ditonton dan diikuti, tapi juga bisa jadi bahan refleksi yang
esensial. Dan saya pun berani mengklaim Tamasha
sebagai salah satu film Hindi terbaik tahun ini.
Lihat data film ini di IMDb.