3.5/5
Adventure
Based on Book
Comedy
Drama
Friendship
Indonesia
mature relationship
Panoramic
Pop-Corn Movie
Rivalry
Romance
The Jose Flash Review
Traveling
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Negeri Van Oranje
Bisa mencicipi pengalaman
berkuliah dan tinggal di negara asing, terutama sebesar Belanda, tentu menjadi
impian banyak orang. Padahal hidup di negara asing jauh dari kata mudah. Atas
dasar itulah, empat orang yang pernah menimba pengalaman surviving di empat
kota penting Belanda, berkumpul untuk membagi panduan, tips, dan
pengalaman-pengalaman mereka selama berkuliah di Belanda. Mirip buku panduan
kota macam Lonely Planet atau Monocle, tapi dengan kemasan drama
persahabatan dan romansa fiktif yang membuatnya jadi terkesan lebih menarik dan
seru. Jadilah novel keroyokan Negeri Van
Oranje (NVO) yang sempat jadi best seller. Tahun 2015, Falcon Pictures yang
dikenal kerap mengadaptasi buku ke film, tertarik mengangkatnya ke layar lebar
dengan ensemble cast yang tak main-main: Chicco Jerikho, Tatjana Saphira,
Abimana Aryasetya, Arifin Putra, dan Ge Pamungkas. Meski bangku sutradara
diserahkan kepada Endri Pelita (Dawai 2
Asmara, Air Mata Terakhir Bunda,
dan Cabe-Cabean), namun naskahnya
diadaptasi oleh Titien Wattimena yang jelas punya portofolio lebih menjanjikan.
NVO versi layar lebar membidik
cerita dari sudut pandang Lintang yang sedang mempersiapkan pesta
pernikahannya. Sebelum hari H, Lintang merefleksikan dirinya bersama empat
orang pria yang menjadi sahabatnya selama menimba ilmu di Belanda: Geri, Wicak,
Banjar, dan Daus. Kelimanya berkuliah di kota-kota yang berbeda namun
dipertemukan di sebuah stasiun kereta api. Tentu saja persamaan bahasa dan
kultur asal membuat mereka cepat akrab. Perbedaan kota tempat tinggal
memberikan keuntungan tersendiri: bisa mengenal kota lain yang bukan kota
tinggalnya. Persahabatan bisa berubah menjadi cinta, apalagi Lintang adalah
satu-satunya wanita di geng bernama Aagaban (Aliansi Amersfoort Gara-Gara Badai Netherlands) ini. Lintang sendiri harus memilih
dari keempatnya yang punya kepribadian beda, dengan kelebihan-kekurangan
masing-masing. Konflik asmara dalam persahabatan ini memuncak ketika kelimanya
memutuskan ke Praha bersama pasca kelulusan Lintang.
Dengan buku yang sangat detail
dalam memberikan gambaran kehidupan di masing-masing kota: Utrecht, Rotterdam,
Wageningen, Den Haag, dan Leiden, tentu mustahil untuk menampilkan kesemuanya
dalam keterbatasan durasi. Maka pemilihan kisah asmara Lintang adalah keputusan
yang paling tepat: mudah dicerna, dipahami, dan menjadi bungkus yang menarik
untuk diikuti. Apalagi Titien mengajak penonton untuk menebak-nebak siapakah
dari keempat pria ini yang berhasil menjadi pendamping Lintang. Maka dengan
setup yang tepat untuk tujuan ini pula, penonton diajak mengenal satu per satu
karakter pria, dengan keunikan karakteristik masing-masing yang terlihat dengan
sangat tegas dan jelas. Inilah yang menjadi bekal bagi penonton untuk menebak.
Sebagai kompensasinya, kisah
persahabatan kelimanya jadi terkesan dangkal tergali, terutama antar empat pria
ini. But hey, menurut saya justru ‘kemasan’ seperti ini yang menjadikan NVO
versi film begitu seru untuk dinikmati. Tentu saja sambil ‘diajak jalan-jalan’
keliling Belanda yang sangat memanjakan mata. Sememanjakan tampilan fisik para
pemeran karakter-karakter utamanya. Dan begitu terbongkar siapa pria
‘beruntung’ itu, saya tergerak untuk menganalisa kembali karakternya, dan
ternyata sangat masuk akal dengan setup-setup di awal. Oya, konon pria yang
dipilih Lintang di film berbeda dengan di buku lho.
Harus diakui, ensemble cast NVO
menjadi salah satu daya tarik utama yang mengundang penonton berbondong-bondong
ke bioskop. Bukan tanpa sebab. Reputasi Chicco Jerikho, Tatjana Saphira,
Abimana Aryasetya, Arifin Putra, dan Ge Pamungkas, sudah sangat dikenal di
tanah air dan punya fanbase sendiri. Sebagai satu-satunya lead wanita, Tatjana
tampil begitu mencuri perhatian. Lintang yang mandiri, berani, cerdas, tapi
juga bisa rapuh, berhasil dihidupkan dengan penuh pesona olehnya. Melebihi
pesonanya di Get M4rried, Crazy Love, dan Runaway. Tentu saja faktor kedewasaan turut mempengaruhi. Sementara
Chicco, Abimana, Arifin, dan Ge punya porsi yang cukup seimbang, santai (atau malah cenderung laid back?), tapi berhasil menghidupkan karakter masing-masing. Khusus untuk Ge yang punya fungsi
lebih: yaitu sebagai joker yang bikin suasana persahabatan mereka jadi pecah,
juga sangat berhasil. Sebagai bonusnya, penampilannya di mata saya sedikit
lebih mengesankan ketimbang ketiga pria lainnya.
Setting panorama kota-kota di
Belanda jelas harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Untung saja Falcon kembali
menggunakan tata kamera dari Yoyok Budi Santoso yang pernah menata kamera Haji Backpacker dan pernah pula menjadi
operator kamera di Laura & Marsha
yang juga ‘menjual’ panorama kota-kota di Eropa. Tak perlu angle-angle unik
atau pergerakan kamera yang aneh-aneh untuk meng-capture keindahan tiap
setting. Ditambah pemilihan kostum yang tak kalah catchy dan menyatu dengan
begitu cantik dengan setting. Satu hal mengganggu adalah munculnya fake flare
yang berlebihan di sepanjang film. Sebenarnya tak masalah banyak sekalipun,
tapi kehadiran di tiap shot bahkan yang continuous, ini agak bikin risih. Tak
ada kendala maupun sesuatu yang istimewa untuk tata suara. Namun scoring dari Andhika
Triyadi jelas berhasil menghidupkan nuansa-nuansa tiap momen. Begitu juga theme
song Cinta Cinta Cinta yang dibawakan
oleh Wizzy dan Sandhy Sandoro yang sangat earcatchy. Terakhir, editor Cesa
David Luckmansyah mampu membuat ritme adegan NVO begitu nyaman diikuti. Dinamis
di saat-saat seru, mengalir lembut ketika manis dan mendayu-dayu. Good job!
Melihat materi aslinya yang
tergolong punya cerita biasa-biasa saja (selain detail sebagai panduan survival di Belanda),
Titien Wattimena versi layar lebar jelas berhasil mengadaptasinya menjadi sebuah
tontonan tentang persahabatan dan romance yang tak sekedar asyik untuk
dinikmati, tapi juga terasa manis dan hangat, meski harus diakui tidak didukung
cerita yang begitu dalam. Semua aspek penting lain, mulai penyutradaraan, cast,
desain produksi, sampai editing, semakin mendukungnya menjadi salah satu film
Indonesia yang paling asyik untuk ditonton, bahkan mungkin re-experience
beberapa kali.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.