Remake karya sastra klasik sudah
menjadi terlalu mainstream, maka modifikasi cerita jadi jalan untuk menghias
sebuah remake menjadi lebih menarik. Bisa dengan jalam memadukan berbagai
elemen cerita lain, memlintir cerita, atau membidik dari sudut pandang yang
berbeda. Wes Craven pernah membuat Dracula
dari Bram Stokers dengan setting modern lewat Dracula 2000 dan bahkan pernah ada pula dalam rupa Dracula Untold. Yang terbaru, penulis
naskah Max Landis (Chronicle dan American Ultra) dan sutradara Paul
McGuigan (Lucky Number Slevin, Wicker Park, dan Push) menawarkan cerita klasik Franskenstein karya Mary Shelley.
Sebelumnya sebenarnya sudah ada I,
Frankenstein tahun 2013 lalu yang ternyata responnya negatif, baik secara
komersial maupun kritik. Dengan cast James McAvoy dan Daniel Radcliffe, Victor Frankenstein (VF) mencoba
peruntungan yang lebih baik.
Cerita Victor Frankenstein
dibidik dari seorang pria bongkok yang menjadi bulan-bulanan di sebuah grup
sirkus. Kendati demikian ia gemar mempelajari anatomi tubuh manusia. Suatu
kejadian membuat bakatnya dilirik oleh seorang penonton yang kebetulan
berprofesi sebagai dokter, Victor Frankenstein. Setelah membantu kabur dari
sirkus, Victor menjadikannya partner dengan identitas baru: Igor Strausman.
Tentu saja Victor memanfaatkan bakat dan intelijensia Igor untuk ambisi
pribadinya: menciptakan kehidupan dari kematian melalui ilmu pengetahuan. Di
tengah dilema antara balas budi dan etika moralnya, Igor mau tak mau membantu
Victor. Toh, with or without Igor, proyek Victor tetap jalan. Namun ambisi
Victor ternyata menciptakan monster yang tak terbayangkan sebelumnya.
Jika kisah Frankenstein biasanya
lebih berfokus pada sosok si monster, VF memilih untuk fokus pada penciptanya
dengan keyakinan bahwa sang pencipta adalah monster yang sesungguhnya. Agar
lebih menarik, Landis memasukkan karakter Igor yang seperti mashup dengan
cerita Hunchback of Notre Dame. Bromance
yang kuat antara Victor-Igor menjadi bangunan background yang mampu
men-drive cerita jadi lebih menarik. Tak ada mashup dan modifikasi yang
benar-benar baru ataupun unik, termasuk romance antara Igor dan Lorelei, namun
secara keseluruhan Landis menurut saya berhasil meramu kesemuanya menjadi satu
paket baru yang seimbang, convincing, dan punya korelasi-korelasi yang cukup
kuat untuk cerita utama yang sudah kita kenal sejak lama. Belum lagi Landis
memasukkan cukup banyak penjelasan ilmiah dan medis yang tak kalah convincing
dan logisnya (setidaknya sekedar logis, meski pada kenyataannya tidak
demikian). Hasil akhirnya, sebuah drama bromance bersetting London 1800-an
dengan bumbu thriller dan sedikit investigasi. Menarik dan dikerjakan dengan
baik sehingga menghasilkan film yang ringan menghibur, dengan dukungan cerita
yang meski tak terlalu istimewa pula, tetap saja tergolong lebih dari sekedar
layak.
Chemistry kuat antara James
McAvoy dan Daniel Radcliffe jelas menjadi sajian utama yang untungnya, sangat
berhasil menjadi highlight yang kuat. Penampilan masing-masing pun juga bisa
dikatakan kuat dan bagus. James McAvoy sebagai profesor yang ambisius dan
berada pada titik abu-abu, maupun Daniel Radcliffe yang menunjukkan perubahan
karakter dari si bongkok yang minder menjadi Igor yang cerdas namun memikul beban
dilematis. Jessica Brown Findlay yang menjadi satu-satunya wanita di jajaran
para pria, jelas menjadi pencuri perhatian penonton. Apalagi ternyata pesona
fisik dan kharisma aktingnya yang cukup terasa, mampu mengimbangi McAvoy maupun
Radcliffe meski pada porsi yang lebih sedikit. Daniel Mays sebagai Barnaby dan
Freddie Fox sebagai Finnegan menjadi pemeran pendukung yang juga tampil sama
kuat, sesuai porsi masing-masing.
Untuk teknis, desain produksi
tentu tampil paling menonjol. Tak hanya setting London 1800-an yang berhasil
dihidupkan dengan indah dan sedikit nuansa gothic, namun juga perlengkapan
medis, desain monster Gordon dan Prometheus yang begitu bengis tanpa terkesan
terlalu kacau seperti kebanyakan desain monster modern. Sinematografi Fabian
Wagner merekam tiap detailnya dengan pas, termasuk pula dalam menghadirkan
adegan-adegan thriller yang cukup breath-taking. Tata suara tidak terlalu
istimewa namun lebih dari cukup untuk menghadirkan atmosfer-atmosfernya,
terutama thriller moments. Begitu juga score dari Craig Armstrong yang sekedar
cukup mengiringi adegan-adegannya sesuai kebutuhan emosi.
Sebagai sebuah remake, VF jelas
termasuk yang berhasil memodifikasi cerita asli dengan baik. Tak terlalu istimewa, namun
mampu diramu menjadi sebuah tontonan yang menarik untuk diikuti.
Lihat data film ini di IMDb.