3.5/5
Adventure
Animation
Based on Comic Strip
Blockbuster
Box Office
Comedy
Family
Hollywood
Kid
Kids
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Peanuts Movie (2015) /
Snoopy and Charlie Brown: The Peanuts Movie
Komik strip yang sempat populer
dan menghiasi berbagai surat kabar di era ’50-’80-an sudah melahirkan cukup
banyak tokoh iconic yang beberapa di antaranya sudah diangkat ke layar lebar di
era setelah 2000-an. Sebut saja Garfield
dan Tintin. Bahkan yang berasal dari
komik dengan gaya gambar setipe dan seangkatan, Smurfs sudah juga diangkat ke dalam animasi CGI. Ada satu judul
yang belum mendapatkan theatrical CGI treatment, yaitu Peanuts atau yang lebih sering kita kenal sebagai Snoopy & Charlie Brown. Padahal Peanuts pernah empat kali diangkat ke
layar lebar dengan format 2D, mulai tahun 1969 (A Boy Named Charlie Brown) sampai yang terakhir, Bon Voyage, Charlie Brown (and Don’t Come Back!!) tahun 1980. Sampai kematian
sang kreator, Charles M. Schulz, meninggal tahun 2000, hanya format film TV
atau miniseri. Tahun 2006, putra dan cucu Charles, Craig dan Bryan Schulz
bekerja sama untuk membuat naskah layar lebar Peanuts terbaru setelah lebih dari 35 tahun. Diproduksi oleh studio
animasi milik 20th Century Fox, Blue Sky yang menandai film animasi
ke-10-nya, Steve Martino yang pernah sukses menyutradarai Horton Hears a Who! dan Ice
Age: Continental Drift (dua-duanya juga produksi Blue Sky Studio) ditunjuk
sebagai sutradara. Tentu saja ‘tuntutan jaman’ membuat mereka memutuskan
menggunakan treatment 3D untuk The Peanuts
Movie terbaru.
Mengingat generation gap yang
cukup lama, The Peanuts Movie kali
ini kembali memperkenalkan karakter-karakter khasnya dari awal. Yang terutama,
Charlie Brown, bocah laki-laki yang karena keteledoran dan ketidak becusannya
dalam melakukan apa saja, membuatnya rendah diri. Untung ada anjing lucu dan
pintarnya yang setia, Snoopy. Kerap kali Snoopy lah yang turun tangan untuk
mengambalikan rasa percaya diri Charlie, termasuk ketika ada murid baru, gadis
berambut merah yang membuat Charlie deg-degan tak tenang tiap kali
kemunculannya. Maka Charlie pun mencoba belajar berbagai hal untuk menarik
perhatian gadis berambut merah itu. Tentu saja dengan bantuan Snoopy yang seolah
bisa segalanya. Tak disangka Charlie mendadak populer karena berhasil meraih
nilai tertinggi di sekolahnya. Sementara adik Charlie, Sally, memanfaatkan
popularitas Charlie untuk mengeruk keuntungan, Charlie semakin bersemangat
untuk mengembangkan dirinya. Ia pun rela membaca buku tebal dan mengerjakan
tugas kelompok bersama gadis berambut merah yang sedang ijin tidak masuk. Tentu
saja menarik perhatian gadis itu tak semudah yang dibayangkan. Snoopy yang suka
berkhayal pun terinspirasi untuk menulis kisah asmara Charlie dan gadis
berambut merah lewat khayalannya sendiri bersama anjing betina pujaan, Fifi.
Sedikit berbeda dengan film-film
animasi yang beredar belakangan yang cenderung punya target audience dengan
range usia lebih luas, which means lebih cocok untuk penonton dewasa ketimbang
pure anak-anak, The Peanuts Movie
punya storyline dan adegan-adegan yang lebih bisa dinikmati oleh penonton
anak-anak ketimbang penonton dewasa. As for me, storyline utama tentang Charlie
Brown masih cukup relevan untuk penonton dewasa dan humor-humor innocent namun tergolong smart-nya
masih mampu membuat saya tersenyum dan sesekali tertawa terbahak-bahak. I
always love innocent fun, seperti saya tersenyum melihat kepolosan anak-anak
dalam memandang masalah. Demkianlah menu utama The Peanuts Movie which I loooooove very much. Meski jika mau
dicermati lebih dalam, tiap karakter utama di sini punya studi kasus
kepribadian dan psikologis yang cukup jelas dan mendalam. Sebagai side
storyline, ada Snoopy yang dalam fantasi petualangannya melawan pesawat the Red
Baron dan menyelamatkan Fifi, dengan treatment tanpa dialog seperti yang
beberapa kali ditampilkan komik strip-nya. Di mata saya, memang tak ada
salahnya menyisipkan side storyline yang seolah tak berhubungan dengan main
storyline, tapi saya juga tak bisa bohong kalau saya kurang menyukainya dan
merasa cukup mengganggu pergerakan main storyline yang sudah disusun dan
dikembangkan dengan rapi. But once again, atas nama men-serve target audience
utamanya yang anak-anak dan notabene doyan fantasi, it’s fairly okay lah.
Tak ada yang terlalu istimewa di
barisan pengisi suara yang tergolong asing di telinga. Kesemuanya dengan pas
menghidupkan tiap karakter yang memang punya kepribadian kontras. Misalnya Noah
Schnapp sebagai Charlie Brown yang sering canggung, Mariel Sheets sebagai Sally
yang selalu ceria dalam kepolosannya, Hadley Belle Miller sebagai Lucy yang
narsis. Kesemuanya mengingatkan saya akan versi animasi 2D-nya dan seperti
fantasi saya ketika membaca komik strip-nya. Bahkan suara karakter-karakter
orang dewasa tetap mempertahankan konsep film lawas dan komik stripnya: berupa
suara tak jelas bercampur trombone.
Dari segi teknis, animasi 3D yang
digabungkan gaya gambar 2D klasik seperti goresan pena komik strip-nya jelas
menjadi primadona yang tak hanya memanjakan mata tapi bagi penonton mana pun,
tapi juga membawa nuansa nostalgic tertentu bagi generasi yang pernah akrab
dengannya. Tata suara surround 7.1 benar-benar dimanfaatkan maksimal, terutama
terasa sekali untuk storyline fantasi Snoopy bersama the Red Baron dan Fifi.
Scoring Christophe Beck ditambah lagu-lagu dari Meghan Trainor jelas mendukung
nuansa serba ceria dan menyenangkan dari dunia Peanuts.
Sebagai penonton dewasa
tentu Anda tak boleh mengeluh dengan storyline-nya yang sangat simple, karena
memang ditujukan untuk penonton anak-anak. Jangan permasalahkan juga jokes-nya
yang polos dan innocent. Sebenarnya jika Anda punya masa kecil yang indah
dan menyenangkan, saya yakin The Peanuts
Movie dapat dengan mudah menjadi sajian yang menyenangkan, setidaknya
membawa nostalgia keceriaan dan kepolosan masa kecil. Kalau buat saya sih, ia
juga berhasil menjadi pengingat tentang kepribadian dari karakter Charlie
Brown. See, even adults can find self-reminder from simple movies targeted mainly
for kids. You’ll never know if you never give it a try, asal tetap tahu posisi
diri saat menonton, karena Anda adalah ‘warga nomer dua’ di studio itu.
P.S.: Buat fan dan kangen Scrat dari Ice Age, jangan masuk telat, karena ada film animasi pendek Cosmic Scrat-tastrophe sebagai pembuka.
P.S.: Buat fan dan kangen Scrat dari Ice Age, jangan masuk telat, karena ada film animasi pendek Cosmic Scrat-tastrophe sebagai pembuka.
Lihat data film ini di IMDb.