3/5
3D
Found footage
Franchise
Hollywood
Horror
Mockumentary
Pop-Corn Movie
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Paranormal Activity: The Ghost Dimension
Jika Anda ingin berkecimpung di
dunia film dan memulai dari indie namun berharap mendapatkan keuntungan
berlipat-lipat, agaknya Anda harus memilih genre horor. Sudah banyak sekali
contoh kasus yang mengamini fenomena tersebut. Sebut saja The Blair Witch Project yang menjadi world-phenomenon pada tahun
1999 lalu dan memulai trend found-footage atau mockumentary. Film horor indie
found-footage lain yang punya nasib luar biasa adalah Paranormal Activity (PA) yang hanya dengan budget US$ 15,000
berhasil menyumbangkan US$ 193.4 juta di seluruh dunia ke dalam kantong
Paramount Pictures yang membeli hak siar domestiknya hanya seharga US$ 300.000.
Kesuksesan yang luar biasa ini membuat Paramount terus ‘memerah’-nya menjadi
sebuah franchise. Dengan semakin banyaknya film horor found-footage, maka
ketertarikan penonton untuk terus-terusan menikmati PA semakin menurun. Kendati
demikian, dengan budget yang sangat-sangat rendah, membuatnya tetap profitable.
Hingga para produser, termasuk sang fenomenal, Jason Blum, memutuskan untuk
mengakhiri franchise ini di installment ke-6 dengan treatment khusus, yang juga
digunakan beberapa franchise lainnya; 3D!
Pasangan Ryan-Emily dan putri
cilik mereka, Leila, baru saja pindah ke sebuah rumah yang cukup besar. Entah
dari mana, tiba-tiba muncul satu kardus berisi sebuah camcorder kuno yang
ternyata masih berfungsi dengan sangat baik dan beberapa kaset VHS rumahan.
Iseng-iseng dipakai, Ryan menemukan bahwa kamera ini bisa merekam sesuatu yang
tidak bisa ditangkap oleh mata manusia biasa. Awalnya mereka menganggap ini
sebagai kerusakan mengingat usia kamera, namun seiring dengan Leila yang
mengaku punya teman khayalan bernama Toby dan kelakuannya semakin aneh, mereka
semakin percaya bahwa yang dilihatnya lewat rekaman video bukan karena
kerusakan. Investigasi Ryan menemukan bahwa ada keterkaitan antara Toby,
camcorder unik itu, dan rekaman video yang menggambarkan dua gadis cilik dari
tahun 1988; Kristi dan Katie, sedang melakukan ritual okultisme. Belum lagi
fakta bahwa tanggal lahir Leila sama dengan Hunter, anak laki-laki yang pernah
hilang dengan modus yang mirip.
Sebenarnya kalau ingin
memperhatikan, tiap installment PA (dan juga kebanyakan film horor akhir-akhir
ini, baik dengan konsep konvensional maupun found-footage) punya premise dan
struktur cerita yang kurang lebih sama. Paranormal
Activity – The Ghost Dimension (PATGD) pun masih punya storyline yang
kurang lebih mirip. Untuk yang mengikuti kisah PA sejak pertama, tentu PATGD
menjadi follow up yang menyatukan installment pertama sampai keempat, terutama
tentang Kristi-Katie, Toby, dan Hunter. Di sini akhirnya ditunjukkan apa yang
sebenarnya terjadi di balik kejadian di installment-instalment sebelumnya,
meski tak sampai memberikan konklusi yang cukup memuaskan alias biasa saja. Bagi
yang tidak mengikuti franchise PA juga tak terlalu menjadi masalah karena di
sini cukup jelas dijabarkan, terutama yang berkaitan langsung dengan cerita
utama PATGD. Justru bagi yang tidak mengikuti, latar belakang cerita dari seri
pertama sampai keempat yang dirangkum dan dijelaskan di sini bisa jadi sebuah
rangkaian cerita utuh yang terasa lebih menarik.
Alur cerita yang klise tidak
terlalu menjadi masalah karena PATGD cukup mampu meramunya untuk membuat
penonton penasaran, lengkap dengan momen-momen yang sebenarnya biasa saja,
namun dengan gimmick 3D bisa terasa jauh lebih mendebarkan. Terutama di bagian
klimaks yang benar-benar breathtaking. Tak berlangsung begitu lama, namun cukup
untuk membayar penantian selama hampir satu setengah jam dengan rasa penasaran.
Dengan nama-nama yang sama sekali
asing di telinga penonton, cast PATGD sekedar cukup pas mengisi peran
masing-masing yang sebenarnya tak terlalu istimewa juga. Seperti Chris J.
Murray, Brit Shaw, Dan Gill, dan mungkin yang namanya paling populer di sini,
Olivia Taylor Dudley. Namun seperti film-film horor yang melibatkan pemain
cilik lainnya, yang paling mencuri perhatian tentu saja Ivy George yang
memerankan si cilik, Leila. Masih dengan aura innocence-nya, Ivy mampu tampil
cukup creepy di beberapa bagian.
Tak ada yang istimewa dengan
sinematografi yang jelas ala-ala mockumentary yang steady di atas tripod. Namun
sinematografinya mampu memanfaatkan keterbatasan ini untuk menghadirkan
adegan-adegan mengerikan dengan nyata, meski kali ini harus melibatkan CGI.
Efek night vision di beberapa adegan menambah nuansa creepy. Namun tentu saja
primadona yang membuatnya layak untuk disaksikan di bioskop adalah gimmick
3D-nya. Meski hanya bagian gambar yang diambil oleh camcorder unik, yang diberi
efek 3D, namun tampilannya benar-benar maksimal dan berhasil memberikan efek
psikologis lebih bagi penonton. Lihat saja tampilan orb yang terkesan biasa
saja di layar 2D. Belum lagi beberapa gimmick pop-out ditambah efek suara
menggelegar yang berhasil memicu jantung lebih cepat daripada ketika
menontonnya tanpa efek 3D dan tata suara biasa.
Well, meski terkesan sekedar
pengulangan cerita dan formula dari installment-installment sebelumnya ataupun
horor found footage lain, PATGD menawarkan pengalaman yang lebih dengan 3D-nya.
So, if you’re willingly to watch this, make sure it’s in 3D. Jika tidak, maka
tak perlu mengharapkan tontonan horor yang berbeda selain sekedar just another
PA atau just another found footage horror.
Lihat data film ini di IMDb.