3.5/5
Drama
Hollywood
home invasion
Mystery
Psychological
Romance
Socio-cultural
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Gift
Selama ini kita mengenal Joel
Edgerton sebagai aktor, terutama lewat Warrior,
The Great Gatsby, dan Exodus: Gods and Kings. Namun siapa
sangka ternyata ia punya talenta lebih di belakang layar, yaitu penulis naskah
dan sutradara? Ini adalah suatu kejutan setelah 2013 lalu aktor Wentworth
Miller membuktikan diri bisa jadi penulis naskah yang bagus lewat Stoker. Hebatnya, di The Gift, Edgerton merangkap sekaligus
sebagai penulis naskah, sutradara, dan salah satu aktor utama. Dengan premise
home invasion dengan misteri masa lalu sebagai kunci, The Gift tentu menjadi menarik untuk disimak.
Simon dan pasangannya, Robyn,
memulai hidup baru dengan pindah ke suburban California. Simon mendapatkan
pekerjaan di sebuah firma sekuritas, sementara Robyn memilih untuk beristirahat
setelah mengalami keguguran. Tak disangka, Gordon, seorang kawan lama Simon
menyapa. Gordon bersikap manis dengan terus-menerus mengirimkan hadiah ke rumah
Simon. Sementara Robyn menyambutnya dengan positif, Simon justru mencium
gelagat tidak baik. Pasalnya ada kasus antara Simon dan Gordon di masa kecil
mereka yang berdampak besar. Rahasia Simon sedikit demi sedikit terkuak, namun
menurut Gordon semuanya sudah terlambat.
Secara garis besar, Edgerton
menawarkan sebuah psychological thriller yang menarik untuk dibahas. Tak
sekedar home invasion thriller biasa, Edgerton menuliskan naskah yang cukup
detail dan rapi untuk The Gift.
Alhasil, ia memiliki kedalaman cerita latar belakang dan karakter yang lebih,
yang disampaikan per layer. Isu bullying yang diangkat menjadi begitu
tought-provoking dengan twist-ending yang sedikit ‘nakal’. Berani, namun mampu
secara efektif menggugah sudut pandang serta emosi penonton tentang kasus
bullying (dan juga tentang how far you know about your spouse?)
Sayangnya, ada beberapa part yang
membuat story telling-nya masih terkesan kaku. Ada pula beberapa part yang
tidak begitu relevan dengan plot utama sehingga agak mengganggu nuansa thrill
yang sudah dibangun secara perlahan, serta fokus cerita secara keseluruhan. Ada
beberapa jumpscare yang benar-benar bikin terhenyak, tetapijika dirasa-rasa
lagi secara keseluruhan, ada banyak potensi thrill yang bisa jauh lebih
gripping namun terlewatkan begitu saja. Well, mungkin sudah menjadi konsep
Edgerton sejak awal untuk penontonnya lebih menggunakan otak ketimbang emosi
ketika menyaksikan The Gift. Masih
belum sempurna, tapi debutnya ini sudah bisa dikatakan sangat baik dan punya
potensi yang besar.
Sebagai aktor utama, Joel
Edgerton sukses menjadikan karakternya sangat creepy. Ramah, tenang, namun
menyimpan misteri yang bisa saja membahayakan. Di lini berikutnya, Rebecca Hall
memainkan peran penggerak emosi penonton yang cukup berhasil mengundang simpati
penonton. Sementara Jason Bateman juga tak buruk tapi juga tak istimewa,
sebagai karakter yang dibuat berubah dari putih menjadi hitam seiring dengan
cerita.
Sinematografi Eduard Grau merekam
tiap detail adegan dengan sangat baik sesuai kebutuhan cerita, sekaligus
memframing production design Terry Anderson yang modernly beautiful. Tata suara
dan musik bekerja cukup efektif untuk membangun nuansa thrill dan
jumpscare-nya.
In the end, The Gift hadir sebagai psychological thriller yang tak sekedar
mengumbar adegan pemompa adrenaline ataupun kekerasan (bahkan tak ada adegan
darah sedikit pun!), namun membangun ketegangan melalui karakter Gordon dan
detail adegan. Dengan kedalaman cerita serta karakter yang lebih, juga twist
yang cerdas, ia menyampaikan tema anti-bullying dengan sangat efektif. Meski
sebagai sebuah thriller, ada banyak potensi yang terasa tidak dimaksimalkan.
But hey, it’s a very great debut from Edgerton as a screenwriter and director,
anyway. Kudos!
Lihat data film ini di IMDb.