3.5/5
Action
Adventure
Based on Book
Blockbuster
Box Office
England
Espionage
Franchise
Hollywood
Oscar 2016
Pop-Corn Movie
quotebanner
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Spectre
Sejak pertama kali diumumkan,
pemilihan Daniel Craig sebagai James Bond menggantikan Pierce Brosnan sudah
menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak, termasuk fanatic James Bond.
Kendati kualitas Casino Royale yang
ternyata merombak cukup banyak pakem-pakem aslinya, terutama karakteristik
James Bond yang dari flamboyan jadi tough and rough, cukup bisa dipertanggung
jawabkan, kontroversi terus berlanjut hingga installment keempat yang dirilis
tahun 2015 ini, Spectre dan
digadang-gadang sebagai film James Bond terakhir dari Daniel Craig. Namun
bagaimanapun juga kekuatan brand James Bond yang sudah berusia lebih dari
separuh abad tentu tak menyurutkan minat penonton di seluruh dunia untuk terus
mengikuti sepak terjangnya di layar lebar. Ini dibuktikan dengan rekor demi
rekor yang terus dicetak.
Cerita dibuka dengan pengejaran
James Bond terhadap sosok bernama Marco Sciarra di tengah hiruk pikuk festival
Día de los Muertos di Mexico City. Ternyata aksinya ini merupakan tindak lanjut
dari pesan rahasia M sebelum meninggal. Pasca Skyfall, James Bond move on dengan kehidupannya sebagai agen
rahasia berkode 007. Seperti biasa ia lebih suka bekerja sendiri tanpa
melibatkan atasan maupun tim sidekick yang biasa membantunya di markas besar
MI6. Kematian Marco Sciarra ternyata menuntun James Bond ke sebuah organisasi
kejahatan internasional yang selama ini berada di balik tiap kasus besar yang
ditanganinya. Bersama Madeleine Swann, putri musuh lawasnya, Mr. White, yang
bisa menuntunnya ke musuh utamanya, Franz Oberhauser, yang secara dokumen sudah
lama tewas.
Sebelum membandingkan Spectre dengan film-film James Bond era
Daniel Craig, sebaiknya Anda memahami dulu seperti apa James Bond yang
sebenarnya. Mulai dari karakterisasinya, elemen-elemen iconic yang selalu
menjadi komoditas selama lebih dari separuh abad. Ya, film-film Bond punya
banyak sekali elemen yang selalu ditunggu-tunggu oleh fans sejatinya. Line,
karakter-karakter sekutu maupun villain, Bond Girl, gadget, sampai sekedar
opening title. Tidak perlu cerita yang terlalu ribet untuk menghiasinya. In
short, Bond is never about the story, but the experience of being a 007 agent.
Jika Anda fans lama James Bond dan mengharapkan elemen-elemen asli James Bond, Spectre menawarkan kembali itu semua.
Opening gun barrel yang akhirnya diletakkan kembali ke awal film, villain
iconic yang tentu mengingatkan fans aslinya kepada iconic villain, Ernst Stavro
Blofeld yang pernah muncul di Thunderball
dan From Russia with Love, bahkan Hinx
yang dengan mudah mengingatkan kepada iconic henchman bernama Jaws, dan puluhan
adegan yang menjadi homage terhadap adegan-adegan iconic di film-film James
Bond klasik sampai era Pierce Brosnan. For the fans who are familiar with most
of James Bond movies, will notice and take this as a very pleasant
entertainment. Buat yang penasaran apa saja trivia dan homage yang tersebar di Spectre, bisa diintip di sini (spoiler alert!).
Sayangnya, Casino Royale hingga Skyfall
memberikan cerita yang terlalu serius dan rumit untuk sebuah film James Bond.
Tak heran jika ada kelompok penonton yang ikut terpengaruh dengan ‘standard’
baru yang sudah terlanjur dipasang. Dengan standard yang demikian, jujur Spectre tidak menawarkan cerita yang
benar-benar baru. Bahkan tergolong mirip dengan Mission: Inpossible – Rogue Nation yang kebetulan rilis di tahun
yang sama, dengan mix and match adegan dari beberapa film James Bond sebelumnya.
Untuk plot, Spectre memilih untuk
memiliki kaitan dengan Casino Royale,
Quantun of Solace, dan Skyfall, meski tak secara langsung,
sehingga penonton yang tak menonton ketiga film ini masih bisa memahami jalan
cerita dengan mudah. Tak ada yang baru untuk plot cerita, namun masih
dieksekusi dengan gaya Bond yang berkelas dan grande, namun masih mudah
dinikmati dan dipahami. Durasi yang 148 menit memang terasa terlalu panjang dan
melelahkan untuk sebagian penonton, tapi bagi saya yang familiar dan memang ngefans
dengan elemen-elemen klasik James Bond, durasi tersebut sama sekali tak terasa
berkat pace yang tergolong padat. Bahkan saya yang biasanya sering melihat jam
sebagai patokan pembabakan, sering lupa untuk menoleh ke jam tangan. Memang
harus diakui beberapa adegan yang sebenarnya berpotensi menjadi lebih tajam dan
emosional namun dilewatkan begitu saja demi menjaga pace dan durasi. Misalnya
ketika James Bond mengetahui rahasia terbesar dari masa kecilnya atau chemistry
antara James Bond dengan Madeleine. Namun dengan alasan durasi dan pace, saya
masih bisa mengkompromikannya.
Above all, kepentingan utama Spectre sebenarnya adalah menunjukkan
perkembangan karakter James Bond sendiri yang sudah dimulai sejak perubahan
drastic di Casino Royale. Dengan hadirnya
Spectre, penonton yang peduli dan
memperhatikan perubahan karakter James Bond dari seri ke seri (versi Craig) tentu menemukan transformasi yang natural dan logis hingga menjadi sosok
James Bond yang kita kenal sebelum era Craig. Spectre has succeeded to complete this mission, meski Sam Mendes
mengakui banyak terinspirasi dari The
Dark Knight-nya Christopher Nolan. Bagi penonton yang jeli tentu menemukan
referensi dari The Dark Knight di
salah satu adegan penting Spectre.
Di installment keempat ini Daniel
Craig berhasil menggenapi transformasinya sejak Casino Royale. Meski bagi beberapa penonton Craig terlihat
kelelahan, namun harus diakui sepak terjangnya melakoni berbagai adegan aksi
masih sangat prima. Mulai adegan pembuka yang fenomenal karena faktor no cut
take sepanjang 4 menit dan sangat mendebarkan karena melibatkan puluhan ribu
orang, sampai final showdown dengan speedboat yang menjadi tribute terhadap The World is Not Enough, semuanya
gripping!
Meski tak menciptakan chemistry
yang begitu kuat maupun meyakinkan, namun Léa Seydoux masih memberikan performa
terbaik sebagai Bond Girl (atau Bond Lady, sesuai julukan dari Sam Mendes).
Punya garis wajah tegas, berkarakter kuat, seksi sekaligus anggun dengan
kostum-kostum yang dipakaikan ke tubuhnya. Bond Girl pendukung, Monica Bellucci
mungkin porsinya sangat sedikit (dan tentu saja fisik yang tak lagi bisa
menipu), namun kekuatan
kharismanya menjadi obat rindu yang cukup manjur. Ralph Fiennes, Ben Whisaw,
dan Naomie Harris, yang di film-film Bond sebelumnya hanya duduk manis di
markas pun diberi porsi yang lebih banyak dan penting dalam cerita. Tentu tak
perlu meragukan kharisma akting masing-masing, bukan?
Dari sudut villain, siapa yang
bisa menyangsikan Christoph Waltz yang seolah sudah identik dengan peran-peran
villain. Masih tersisa aura Colone Hans Landa dari Inglorious Basterds, namun Waltz tetap berhasil membangkitkan rasa
was-was penonton dari karakter yang dihidupkannya, meski lewat joke. Dalam
menghidupkan villain iconic, Blofeld, Waltz juga berhasil melebihi kharismatik
Donald Pleasance maupun Anthony Dawson untuk peran yang sama. Sementara untuk
wrestler Dave Bautista yang menghidupkan karakter henchman Hinx, berhasil pula
menghidupkan memori penonton terhadap sosok Jaws dan Oddball. Tak kalah bengis
dan mengancam.
Dengan porsi adegan aksi yang
cukup banyak, Spectre berhasil
memuaskan berkat sinematografi mumpuni dari Hoyte Van Hoytema. Tak hanya
berhasil mem-framing gambar-gambar eksotis settingnya, dari London, Milan,
hingga Tangier, tapi juga merekam beberapa perfect shot. Tak ketinggalan
‘kesan’ no cut 4 minutes di adegan pembuka yang jadi bahan pembicaraan di
mana-mana. Tata suara pun dengan menggelegar menghidupkan tiap adegan aksinya
dengan maksimal, termasuk pemanfaataan fasilitas 7.1. surround dengan sangat
maksimal. Suara ledakan, tembakan, lesatan helikopter, dan deru mesin mobil,
terdengar dengan sangat renyah dan menggelegar. Membuat saya lupa akan
kekecewaan saya atas absen-nya format Dolby Atmos yang sebenarnya lebih
mumpuni. Tak banyak score baru dari Thomas Newman, tapi berhasil mendukung
beberapa adegan menegangkan, serta tentu saja kemegahan original main score
yang menjadi kenikmatan tersendiri bagi fans sejati. Meski harus saya akui tidak begitu suka dengan Writing's on the Wall-nya Sam Smith yang jadi theme song kali ini, tapi ternyata terdengar cukup nge-blend dengan nuansa Spectre. Mungkin juga faktor opening title yang tetap terlihat keren.
Production design dari Dennis
Gassner juga layak mendapatkan kredit lebih berkat setting-setting eksotis yang
dimanfaatkan maksimal. Termasuk pula di dalamnya costume design dari Jany
Temime yang terutama mendandani James Bond dan Madeleine dengan sangat
sempurna.
So in the end, it’s your decision to put
yourself in which categories of audience. Fans sejati dari film-film James Bond
sebelum Craig yang kangen experience menjadi seorang Bond, fans karena plot
cerita bak Casino Royale, atau
penonton ‘eceran’ yang sekedar ingin menikmati adegan-adegan aksi bombastis sepanjang
hampir dua setengah jam. As for me yang familiar dengan film-film Bond sebelum
Craig, Spectre menjadi sajian yang
sangat menyenangkan, terutama karena faktor referensi homage yang disebar di
sepanjang film, meski saya juga harus mengakui bahwa tak ada sesuatu yang benar-benar
baru yang ditawarkan Spectre.
Lihat data film ini di IMDb.
The 88th Annual Academy Awards nominee for:
- Best Achievement in Music Written for Motion Pictures, Original Song – Writing’s on the Wall – Sam Smith and James Napier