3/5
Action
Adventure
Europe
Franchise
Hollywood
Pop-Corn Movie
Reboot
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Transporter Refueled
Sineas Perancis, Luc Besson,
harus diakui memang punya tangan dingin di dunia sinema. Tak hanya dalam
menghasilkan karya berkelas award, tapi juga pop corn flicks. Salah satu
franchise terbesarnya adalah Transporter
yang menurut dirinya, awalnya adalah sekedar remake bebas dari karya
sebelumnya, Kiss of the Dragon. Action-pack
berbudget (relatif) rendah, yaitu hanya sekitar US$ 21 juta, berhasil
mengumpulkan lebih dari 2 kali lipat di seluruh dunia. Jalan cerita yang based
on character memungkinkan Transporter
untuk berkembang menjadi sebuah franchise. Apalagi di tangan dingin sutradara
Louis Letterier, karakter Frank Martin berhasil begitu melekat pada sosok Jason
Statham. Meski sebelumnya sudah membintangi beberapa film yang remarkable, Transporter tetap bisa dianggap sebagai
judul yang melambungkan namanya setinggi saat ini. Setelah 3 installment dan 2
season serial TV, sebuah trilogy baru dipersiapkan untuk diproduksi, dengan
masuknya investor dari Cina. Sayangnya, permintaan bayaran sebesar US$ 11 juta
per hari dinilai memberatkan, sehingga pihak EuropaCorp memutuskan untuk
menggantinya dengan Ed Skrein, yang dikenal lewat serial Game of Thrones, untuk memerankan iconic character Frank Martin.
Diputuskan jugalah untuk me-reboot cerita Transporter
secara keseluruhan, dengan mengabaikan installment-installment sebelumnya.
Camille Delamarre yang selama ini sering menjadi editor film-film produksi
Besson, seperti Transporter 3, Taken 2, Lockout, Colombiana, dan 22 Bullets, ditunjuk menjadi sutaradara
setelah sebelumnya pernah dipercaya Besson menyutradarai Brick Mansions.
Masih seperti
installment-installment sebelumnya, Frank Martin di sini masih digambarkan
sebagai bekas tentara operasi khusus yang bekerja sebagai transporter, alias
‘supir’ eksekutif yang siap melayani klien-kliennya dengan 3 syarat: tidak
pernah mengubah persetujuan, tak perlu tahu nama sang klien maupun apa yang
diantarkan, dan terakhir, tidak pernah melihat apa isi paket yang diantarkan.
Klien yang sepakat dilayaninya kali ini adalah seorang wanita anggun bersama 3
orang wanita lainnya dengan wig yang sama sehingga keempatnya terkesan kembar
empat. Awalnya Frank mengira keempatnya adalah perampok bank. Namun setelah
sang ayah, Frank Senior, diculik, Frank mau tak mau melanggar
peraturan-peraturan kode etik kerjanya dan terlibat permainan mematikan dengan
gembong prostitusi besar, Arkady Karasov.
Membaca sinopsis di atas, tentu
sudah tidak asing lagi terutama buat penggemar installment-installment
sebelumnya. Tak ada yang istimewa dari segi naskah. Well, sejak franchise ini
berdiri pun juga sudah bukan tipe film yang butuh naskah yang kuat ataupun
istimewa. Semua berfokus pada rangkaian adegan aksi gila-gilaan dan aksi
kebut-kebutan yang juga tak kalah breathtaking. Truly a high-dose and
high-octane entertainment, brainless sometimes. Begitu juga dengan Transporter Refueled (TR) yang masih
menggunakan konsep dan formula yang sama. Saking terlalu fokusnya dalam
menghadirkan adegan aksi tanpa henti, hampir kesemua adegan aksinya terkesan
dingin dan kaku bak es. Seolah kesemuanya sudah ditata dan didesain sedemikian
rupa, tinggal dijalankan, dan tidak banyak memberikan efek keseruan ataupun
ketegangan. Ada sih satu-dua adegan aksi yang masih sedikit breathtaking, tapi
secara keseluruhan memang terasa dingin dan kaku, termasuk ekspresi Frank
Martin ketika melakoninya. Eye-candy, very much, but that’s all it got.
Jason Statham memang tidak
mungkin digantikan. Meski menampilkan charm yang sama-sama kuat dan unik
sebagai Frank Martin, termasuk skill bela diri yang tak kalah mumpuni, Ed Skrein
tetap terasa ‘beda’. Bagi penggemar setia Transporter
yang sudah terlanjur terbiasa melihat Jason Statham sebagai sosok Frank, tentu
sulit untuk menyukai penampilan Skrein, sementara penonton baru mungkin bisa
menyukai sepak terjangnya di sini. Sebaliknya, karakter Frank Senior yang
sebelumnya memang belum pernah dimunculkan, berhasil memberi warna tersendiri,
baik dari segi cerita maupun kharisma Ray Stevenson selaku pemeran. Malah bisa
dibilang, Stevenson mencuri layar sepanjang film, selain sepak terjang Skrein.
Loan Chabanol sebagai Anna,
Gabriella Wright sebagai Gina, Tatiana Pajkovic sebagai Maria, dan Wenxia Yu
sebagai Qiao, bak empat wanita dengan pesona sensualitas yang sama besarnya.
Namun karena porsi ‘sensualitas’ yang nyaris setara ini membuat tidak ada salah
satu yang menonjol, sehingga akhirnya tak ada satupun dari keempatnya yang
benar-benar memorable, selain just another hot chicks. Begitu juga Radivoje
Bukvic (Arkady Korasov), Yuri Kolokolnikov (Yuri), dan Lenn Kudrjawizki (Leo
Imasova) yang terasa just another replaceable Russian thugs.
Bagi yang sudah terbiasa dengan
kamera dan editing di installment-installment sebelumnya, tentu tak ada yang
terasa istimewa di sini. Masih stylish, porsi yang serba pas, serta sesuai
dengan kebutuhan adegan aksi yang mengandalkan pace. Apalagi latar Nice,
Alpes-Maritimes yang terekam dengan indah. Pemilihan soundtrack-nya pun masih
seasyik installment-installment sebelumnya. Sayang, untuk sebuah film action, fasilitas Dolby Digital 7.1 terasa begitu mubazir. Entah kenapa tiap suara yang terdengar, mulai dialog hingga sound effect, semua seperti terdengar mengambang. Jauh dari kesan crisp dan deep bass.
Sebagaimana
pendahulu-pendahulunya, Transporter
memang sebuah franchise yang dibuat untuk tidak pernah beranjak ke mana-mana,
termasuk level yang lebih tinggi. Semuanya tergantung pada adegan-adegan aksi
yang ditampilkan dan kharisma sang action hero, Frank Martin, untuk menghibur
penonton. Begitu pula dengan TR yang masih dibuat dengan konsep itu. Nikmati
saja tiap adegannya seperti eye-candy. Forgettable? Probably. Ed Skrein sukses memerankan
Frank Martin? Tergantung Anda yang menilai. As for me, he’s doing okay, but Statham
as Frank was definitely irreplaceable.
Lihat data film ini di IMDb.
Lihat data film ini di IMDb.