3.5/5
Comedy
Drama
Hindi
mature relationship
Pop-Corn Movie
Romance
tearjerker
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Katti Batti
Dibandingkan film yang mengangkat
tema ‘jadian’, tema ‘putus’ dan ‘move-on’ tergolong jarang diangkat. Dari
sekian film bertemakan ‘putus’ dan ‘move-on’, siapapun bisa dengan mudah
menyebut (500) Days of Summer sebagai
yang paling diingat. Tak salah, harus diakui 500DoS yang dibintangi Joseph
Gordon-Levitt dan Zooey Deschanel ini memang jadi film tentang move-on yang tak
hanya appealing, cerdas, tapi juga bisa ‘memotivasi’ siapa saja yang sedang
patah hati dan harus move-on. Tahun 2015 sutradara-penulis naskah India, Nikhil
Advani (Kal Ho Naa Ho, Salaam E-Ishq, dan D-Day), me-remake 500DoS menjadi sebuah racikan baru lewat Katti Batti (KB), dengan pasangan Imran
Khan (Delhi Belly) dan Kangana Ranaut (Tanu Weds Manu, Queen).
Payal dan Maddy telah menjalin
hubungan asmara selama 5 tahun. Bahkan terakhir mereka sudah sampai memutuskan
untuk tinggal bersama. Seiring dengan usia dan perkembangan masing-masing,
tiba-tiba ada yang turut berubah dari hubungan mereka. Payal yang sudah tak
tahan lagi akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Maddy. Menyadari tak bisa
hidup tanpa Payal, Maddy berusaha mencari keberadaan Payal dan berniat balikan.
Namun Payal seolah sudah menutup semua aksesnya. Hingga di satu titik Maddy
menemukan sesuatu yang salah yang menyebabkan Payal meninggalkannya.
Seperti 500DoS, KB sebenarnya
punya premise dasar yang sangat sederhana. Dan seperti rata-rata film Hindi, KB
banyak memanfaatkan flashback sebagai motor penggerak cerita. Bahkan jauh
sampai ketika Maddy pertama kali melihat Payal dan langsung jatuh cinta.
Awal-awal hubungan mereka pun divisualisasikan lewat sebuah rangkaian kolase
stop motion yang cantik dan penuh warna-warni ceria. Penonton pun awalnya
disuguhi awal keretakan hubungan mereka melalui sudut pandang Maddy. Baru
kemudian di babak selanjutnya, sudut pandang Maddy dipatahkan lewat sudut
pandang Payal. Ini menarik. Jika di 500DoS, kita hanya disuguhi penceritaan
dari sudut pandang sang pria, Tom (Joseph Gordon-Levitt), sementara sosok
Summer (Zooey Deschanel) dibuat semisterius mungkin sampai revealing yang juga
tak terlalu menjelaskan di bagian akhir, maka KB menampilkan konsep battle of
sexes yang seimbang dan realistis. Misalnya bagaimana pria pada awal sebuah
perpisahan cenderung menyalahkan si wanita, padahal dirinya sendiri yang lebih
butuh untuk balikan, atau bagaimana wanita bisa memutuskan untuk berpisah hanya
karena alasan-alasan yang mungkin bagi pria, sepele. Tidak ketinggalan,
sentilan-sentilan menggelitik yang memancing penonton untuk tertawa, atau malah
mentertawai diri sendiri.
Namun pada klimaksnya, cerita ala
500DoS yang sudah dibangun dengan setup-setup yang bagus ini diputar balikkan
lewat sebuah twist yang mungkin bagi penonton yang sering menikmati film
romantis, cheesy dan corny. I don’t want to spoil here, tapi intinya, break-up
story yang dikembangkan dengan battle of sexes, berubah jadi cerita cinta
sejati yang manis dan mengharukan. Secara logika, twist ini pun terkesan sulit
diterima logika, namun bukan berarti tidak mungkin. Nevertheless, seperti
kebanyakan film Hindi, twisting part ini tetap saja berhasil menyentuh emosi penonton dengan cukup maksimal.
Sebagai pasangan, Imran dan
Kangana berhasil membangun chemistry yang kuat dan meyakinkan, baik ketika
sedang akur-akurnya, bertengkar, maupun ketika sedang berpura-pura bersikap
biasa saja, we know that there’s still love left in them. Kehadiran Roger dan
band ‘sakit hati’-nya, FOSLA (Frustrated One Sided Lovers Association), mencuri
perhatian (baca: menghibur) di paruh kedua, meski harus diakui kehadirannya
dalam cerita termasuk ‘aneh’. Dengan porsi yang jauh lebih sedikit, Vivan
Bhatena sebagai Ricky juga cukup mencuri layar.
Di teknis, saya sangat mengagumi
desain produksi yang begitu cantik. Tidak hanya ketika adegan kolase di awal,
tapi juga semua settingnya. Mulai rumah tempat Maddy-Payal tinggal bersama,
galeri, wedding aisle di tengah danau, bahkan sampai minivan FOSLA, semuanya
luar biasa cantik. Pemilihan lagu-lagunya pun tergolong manis-manis dan ear
catchy, meski tak sampai begitu memorable juga. Seperti Lip to Lip, Sarfira, dan Ove Janiya.
In the end, turnover twist pasca
klimaks memang terasa begitu mengganggu. Apalagi setelah bangunan setup-setup
yang ditata dengan bagus sejak awal. Namun nikmati saja suguhan mengharukan
setelahnya, yang tetap saja berhasil menguras emosi meski tak sampai
berlebihan.
Lihat data film ini di IMDb.