4/5
Adventure
Based on Book
Comedy
coming of age
Drama
Friendship
Hollywood
Mystery
Pop-Corn Movie
Road Trip
Romance
Teen
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Paper Towns
Nama John Green dalam sastra
young adult saat ini memang berada pada garda depan. Setelah The Fault in Our Stars (TFIOS) sukses
difilmkan tahun lalu, satu per satu karya novelnya menyusul diangkat ke layar
lebar. Kali ini giliran Paper Towns
(PT), yang bukunya pertama kali dirilis tahun 2008. Dengan tim yang kebanyakan
sama dengan versi film TFIOS, PT juga masih mengusung tema yang tak jauh-jauh
dari romance dan pencarian jati diri. Namun yang membuatnya sedikit berbeda dan
(menurut saya) lebih menarik daripada TFIOS adalah kemasannya dalam
menyampaikan tema-tema tersebut. Judul
Paper Towns sendiri merujuk
pada kota palsu yang dicantumkan oleh pembuat peta untuk menjebak pembajakan
peta. Nantinya keberadaan kota palsu ini menjadi kunci dari kisah PT.
Quentin dan Margo yang tinggal
bertetangga membuat keduanya bersahabat sejak kecil. Quentin yang hidupnya
datar-datar saja tergugah karena Margo yang selalu antusias karena menganggap
hidupnya penuh dengan misteri yang patut dipecahkan. Seiring dengan pertumbuhan,
keduanya punya kehidupan yang saling terpisah meski berada di sekolah yang
sama. Quentin yang tipikal remaja pintar bergabung dengan gank geeky-nya,
sementara Margo menjadi bagian dari gank populer. Quentin yang sebenarnya masih
menaruh hati hanya bisa berandai-andai Margo masih mau sekedar berteman
dengannya. Wish came true ketika suatu malam Margo mendatangi Quentin,
mengajaknya melakukan ‘petualangan’ kecil yang membuat Quentin menjadi individu
penuh rasa penasaran seperti Margo, dan yang paling penting, memecahkan misteri
yang dilakukan oleh Margo.
Jauh dari kata menye-menye dengan
genre romance-nya, PT justru mengajak penontonnya bersenang-senang bertualang
bersama Quentin dan gank-nya; Ben, Radar, Lacey, dan Angela. Sedikit
mengingatkan saya dengan Road Trip,
hanya saja jauh dari humor-humor seks. Ada beberapa yang menyerempet materi
seksual, namun masih dalam porsi dan kadar yang wajar. Secara keseluruhan PT punya alur yang sangat pas dan tepat untuk dinikmati secara maksimal. Dimulai dengan
perkenalan yang membuat penonton memahami betapa spesialnya Margo di mata
Quentin, hingga adegan-adegan yang membuat penonton turut merasakan keindahan
hubungan mereka berdua, menghantarkan pada petualangan utama yang dengan
optimistis mengajak penonton untuk bersemangat mengikuti petualangan mereka.
Hingga klimaksnya, PT baru menampilkan tema utamanya, above all that adventures
and romance: pencarian jati diri. Saya belum membaca novelnya, tapi dengan
struktur, esensi, serta nuansa film remaja yang seperti ini, PT berhasil
menjadi film remaja yang tak hanya seru, manis, bikin penasaran, tapi juga
cerdas.
Nat Wolff yang sebelumnya sudah
kita saksikan aktingnya di TFIOS, kali ini dipercaya untuk mengisi peran utama
dengan porsi yang jauh lebih banyak. Untuk itu, Nat berhasil menjadi figur yang
menarik di balik perawakannya yang kurang convincing. Cara Delevingne yang
sengaja dibikin sedikit lebih ‘misterius’ sepanjang film juga mampu mempesona
namun dalam kadar yang wajar, tidak terasa berlebihan sama sekali. Austin
Abrams dan Justice Smith sebagai Ben dan Radar berhasil menghidupkan film
dengan tingkah mereka sebagai jokers.
Salah satu kekuatan terbesar PT
adalah pilihan soundtrack-nya yang harus saya akui, kumpulan soundtrack yang
terbaik tahun ini, so far. Rata-rata bernuansa alternative dan agak ‘hipster’,
namun harus diakui semuanya berhasil menyajikan sound yang unik, remarkable,
dan yang paling penting, menyatu sangat baik dengan adegan-adegannya. Mulai Santigold,
Sam Bruno, Kindness, Vance Joy, Vampire Weekend, HAIM, hingga Nat & Alex
Wolff sendiri. Tak ada yang istimewa untuk sinematografi, editing, maupun art
directing. Semuanya pas sesuai kebutuhan adegan sehingga nyaman untuk diikuti.
Di tengah-tengah keringnya film
remaja berkualitas saat ini, PT jelas menjadi remarkable. Tak hanya dalam
kurung waktu beberapa tahun belakangan, malah menurut saya layak menjadi salah
satu yang terpenting sepanjang masa. Buat Anda yang sudah melewati masa-masa
remaja, PT seperti sebuah pengingat masa-masa indah yang bikin Anda tersenyum
sepanjang film. Well, itu kalau masa-masa remaja Anda termasuk indah sih.
Lihat data film ini di IMDb.