3/5
Adult
Bromance
Buddy
Comedy
Drama
Fantasy
Friendship
Law
pop culture
Pop-Corn Movie
Romance
sequel
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Ted 2
Siapa yang menyangka Ted menjadi blockbuster hit sleeper di
tahun 2012? Salah satu film paling kontroversial di tahun 2012 itu begitu
mengejutkan karena keberaniannya membuat karakter boneka teddy bear yang
imut-imut dan dapat dengan mudah menarik perhatian anak-anak, ternyata gemar
melakukan semua hal-hal negatif. Mulai mulut yang penuh dengan kata-kata kotor
dan umpatan, doyan alkohol, sampai yang paling parah, doyan nyimeng serta main perempuan. Tak heran
pihak bioskop kala itu begitu berhati-hati memperbolehkan penonton masuk ke
dalam studio yang memutar Ted. Harus
diakui, Ted adalah salah satu film komedi
paling cerdas dan memang punya formula humor-humor yang begitu segar, terutama
yang punya referensi ke berbagai pop culture. Meski pada akhirnya kebanyakan
humornya menjadi segmented, ia setidaknya masih menyisakan humor-humor general
yang masih bisa menghibur, dan punya heart yang juga cukup besar. Nama Seth
MacFarlane pun semakin melambung pasca Ted.
Sayang reputasinya ini tergolong singkat, terutama setelah karya selanjutnya, A Million Ways to Die in the West flop
dan menuai review negatif dari banyak pihak. Namun proyek sekuel Ted terus berjalan dengan harapan bisa
kembali memperbaiki reputasinya di jalur komedi, dengan masih dibantu oleh Alec
Sulkin dan Wellesly Wild yang menulis naskah seri pertamanya.
Beberapa tahun setelah Ted pertama, John bercerai dengan Lori.
Kabar gembiranya, Ted menikahi seorang wanita bernama Tami-Lynn. Namun
kebahagiaan mereka tak berlangsung lama karena ‘perbedaan’ yang aneh. Atas
saran seorang teman, Ted memutuskan untuk memiliki anak. Tentu saja secara
biologis mustahil, maka pilihannya adalah mencari donor sperma atau adopsi.
Namun dari keinginan mereka ini ternyata muncul masalah yang lebih besar: Ted
tidak diakui sebagai manusia yang punya hak-hak sipil seperti warga Amerika
Serikat lainnya. Satu per satu kehidupannya hancur, mulai pekerjaan sampai
pernikahannya dengan Tami Lynn yang otomatis menjadi tidak diakui oleh negara.
Dengan dibantu pengacara yang baru pertama kali memegang kasus, Samantha, Ted
dan John berupaya mencari cara agar Ted kembali diakui sebagai manusia dan
menyelamatkan semua aspek kehidupannya.
Tak seperti installment
sebelumnya, Ted 2 punya premise yang
sedikit lebih berat. Namun sebenarnya bisa saja dikemas dengan menarik dan tetap mudah
dicerna, seperti yang pernah dilakukan Legally
Blonde. Toh kali ini MacFarlane masih ‘berusaha’ menghadirkan energi yang
sama, dalam arti humor-humor sejenis, seperti installment sebelumnya.
Namun entah kenapa yang terjadi justru humor-humor gila yang dihadirkan
kebanyakan tidak berhasil membuat saya (dan juga mungkin penonton lain) tertawa
sekeras dan sekonstan ketika menyaksikan film pertamanya. Ada sih beberapa joke yang membuat
saya spontan tertawa, terutama ketika Ted, John, dan Samantha menemukan ladang
ganja dengan iringan score signatural franchise terkenal itu (tidak saya
bocorkan demi menjaga keasyikan menonton Anda), namun kadar humor bereferensi
ke berbagai pop culture yang tidak semuanya familiar dengan penonton Indonesia,
ditambahkan cukup banyak dari seri pertamanya. Alhasil, alur ceritanya yang
memang tak pernah terlampau jauh dikembangkan terasa begitu bertele-tele, dan
premise utamanya, yaitu tentang upaya legalize Ted, terkesan hanya tempelan
semata. Penyelesaian yang terlalu simpel dan remeh turut membuat Ted 2 berada jauh di bawah pendahulunya
yang lebih ringan namun dikemas dengan takaran yang serba pas. Singkatnya,
MacFarlane seperti kebingungan (atau kelelahan?) bagaimana lagi harus mengemas
premise-nya yang cukup intriguing dengan energi yang setidaknya setara dengan
installment pertama.
Karakter John yang tak begitu
banyak dikembangkan membuat performance Mark Wahlberg menjadi tak lebih
istimewa dibandingkan di seri sebelumnya. Bahkan mungkin mengalami degradasi
yang cukup signifikan. Sementara spotlight kali ini tertuju pada Amanda
Seyfried yang menghidupkan karakter Samantha dengan begitu gokil. Jessica Barth
dan Giobanni Ribisi yang memang karakternya tak diberi porsi yang cukup untuk
tampil menarik, tampil biasa saja. Begitu juga kehadiran Morgan Freeman yang
sekedar sebagai cameo sosok wise man who saved the day magically.
Tidak ada yang istimewa di
sinematografi, editing, maupun sound design. Namun adegan main title
menghadirkan suguhan yang cantik sekaligus menyenangkan, terutama dari segi
koreografi.
Mengalami degradasi yang cukup
signifikan, Ted 2 setidaknya mungkin masih
mampu menghibur, apalagi bagi Anda yang punya referensi ke pop culture Amerika
yang cukup luas. Nikmati saja tingkah konyol si teddy bear kurang ajar ini
tanpa berharap cerita yang terjalin apik.
Lihat data film ini di IMDb.