3/5
Action
Adventure
Hollywood
Mystery
Pop-Corn Movie
SciFi
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Self/Less
Sudah sejak lama manusia
memimpikan memiliki kehidupan abadi. Di ranah film, entah sudah berapa kali
tema ini diangkat. Namun dengan scope sci-fi yang lebih ilmiah, masih termasuk
belum banyak dibuat. Dengan keyakinan jiwa manusia itu abadi, manusia bisa menjadi
immortal dengan terus-menerus ‘mengganti’ organ tubuhnya, seperti yang pernah
digambarkan di The Island-nya Michael
Bay atau bisa juga dengan kloning seperti yang digambarkan lewat The Sixth Day yang dibintangi Arnold
Schwarzenegger. Dengan kepercayaan baru bahwa yang abadi adalah pikiran sebagai
pusat kehidupan manusia, menjadi abadi sudah semakin dekat, setidaknya menurut
film. Self/Less (S/L) yang
disutradarai oleh sutradara visioner, Tarsem Singh, menawarkan ide itu. Tidak
sepenuhnya baru, karena memang diakui sebagai remake dengan technology update
dari Seconds-nya John Frankenheimer
tahun 1966, namun tetap saja ide yang menarik, apalagi dengan kemasan action
adventure.
Damian adalah bos real estate
sukses yang sedang menderita kanker stadium akhir. Menyadari hidupnya tak lama
lagi, namun tetap ingin berkarya dan masih merasa harus memperbaiki hubungan
dengan putri satu-satunya, ia tertarik mengikuti sebuah prosedur medis rahasia
yang membuatnya bisa mendapatkan tubuh fisik yang baru dan sehat. Sebagai
ganjarannya, identitasnya yang lama harus dimatikan dan menjalani hidup dengan
identitas baru. Serangkaian pengobatan lanjutan juga harus dijalaninya untuk
meredam efek yang dianggap sebagai penyesuaian dengan tubuh yang baru. Namun
Damian mendapati memori-memori buruk yang bukan dari memorinya. Maka Damian
menyelidikinya dan mendapati fakta buruk dari prosedur yang dijalaninya.
Tarsem Singh selama ini dikenal
sebagai salah satu sutradara dengan visi yang unik. Lihat saja karya-karyanya
seperti The Cell, The Fall, Immortals, dan Mirror Mirror.
Setidaknya Anda akan menemukan visual signatural, apalagi dengan dukungan
desain kostum dari Eiko Ishioka yang menjadi langganannya. Sayang kematiannya
di tahun 2012 menjadikan S/L sebagai proyek pertama Singh tanpa tangan
dinginnya. Namun tentu saja sebenarnya bukan menjadi masalah bagi Singh karena
ia masih punya signatural lainnya yang bisa memperkuat S/L.
Sayangnya, S/L bukan salah satu
karya Singh yang kuat. Malah bisa jadi salah satu yang terburuk. S/L yang dikemas
dengan genre action adventure bisa jadi escape adventure yang seru dan
mendebarkan. Gara-gara weak directional Singh di sini, secara keseluruhan S/L
tampak seperti action adventure biasa tanpa emosi yang kuat. Just plain action
movie. Oke, saya menemukan dan menyukai rhythmic editing sesuai iringan lagu
street Jazz ala New Orleans di salah satu adegan, tapi visual signatural itu
saja yang menarik sepanjang film. Padahal S/L bisa saja setidaknya punya energi
yang sama seperti The Bourne Trilogy,
misalnya. Adegan yang seharusnya menjadi klimaks, yaitu ketika Damian head to
head dengan Albright, kepala prosedur ‘shedding’, juga gagal untuk memberikan
klimaks yang mengesankan. Aspek moral yang melibatkan emosinya dengan karakter
Madeline dan Anna pun meski tampil menarik, masih tidak berhasil memberikan
kontribusi apa-apa pada feel keseluruhan film.
Meski tak ada yang istimewa,
aktor-aktris di sini sebenarnya termasuk tampil bagus sesuai porsi peran
masing-masing. Ryan Reynolds masih menampilkan kharisma yang cukup sebagai
karakter utama maupun action hero. Begitu juga Natalie Martinez yang mampu
mengimbangi Ryan sebagai sidekick. Matthew Goode cukup kuat sebagai antagonis,
sayang porsinya masih kurang untuk menjadikannya antagonis yang benar-benar
kuat. Terakhir, tentu saja penampilan Ben Kingsley yang penuh kharisma mencuri
perhatian, meski dengan porsi yang begitu sedikit.
Tak banyak yang begitu menarik
dari segi teknis S/L selain editing di beberapa bagian yang setidaknya
memberikan energi oke pada film. Sayang hanya beberapa, tak dipertahankan
sepanjang film. Sinematografi Brendan Galvin pun cukup banyak memberikan
shot-shot dan pergerakan kamera yang menarik, sayang masih belum mampu
mendukung S/L menjadi sajian yang lebih berkesan. Begitu juga dengan tata suara
yang tidak banyak yang mengesankan maupun spesial.
Dengan filmografi Tarsem Singh
yang begitu mengesankan, S/L bisa jadi yang terburuk. Meski sebenarnya tanpa
mengetahui dukungan orang-orang di belakangnya, S/L masih bisa jadi action
adventure sci-fi yang setidaknya menarik dari segi ide. Sayang kemasan yang
terasa begitu mentah dan tidak maksimal membuatnya jatuh menjadi action
adventure sci-fi biasa, yang malah cenderung seperti film direct-to-video atau
film TV. Namun jika Anda sekedar tertarik dengan ide ceritanya, tak ada
salahnya mencoba. Hanya saja tentu tak perlu memasang ekspektasi apa-apa selain
sekedar menikmati sajian yang dihadirkan Singh.
Lihat data film ini di IMDb.