3/5
Franchise
Horror
Mystery
Pop-Corn Movie
sequel
The Jose Flash Review
Thriller
Vintage
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Sinister 2
Tahun 2012, Sinister tampil menjadi film horor paling favorit saya di era
2000-an ini. Berbeda dengan beberapa film horor populer era 2000-an yang
dipioneri oleh James Wan lewat beberapa judul, seperti Insidious dan The Conjuring,
Sinister tampil begitu misterius dan menghipntois lewat adegan-adegan yang mengerikan. Bukan sekedar jump scare yang sering
menjadi formula generik kebanyakan film horor. Punya premise yang diakui oleh
sang penulis, Robert Cargill, terinspirasi dari The Ring, Sinister
terbukti berhasil menjadi horor yang mengerikan dengan berbagai formulanya. But
above all, its mysterious look and feel. Dengan budget ‘hanya’ US$ 3 juta tapi
berhasil mengumpulkan total US$ 87 juta lebih di seluruh dunia, tak perlu ragu
untuk mengambil keputusan membuat sekuelnya. Kursi sutradara pun berpindah dari
Scott Derrickson ke sutradara baru yang sebelumnya dikenal sebagai sutradara
film pendek, Ciarán Foy. Kendati demikian Derrickson masih berkolaborasi dengan
Cargill dalam menuliskan naskahnya.
Benang merah Sinister dengan sekuelnya ini adalah Deputy yang dulu menyelidiki
kasus misterius yang dialami keluarga Oswalt. Masih terus dibuat penasaran,
penyelidikannya sampai kepada penghuni bekas rumah kosong dekat gereja dimana
terjadi pembunuhan misterius yang punya kemiripan modus dengan yang menimpa
keluarga Oswalt. Seorang janda muda bernama Courtney yang tinggal bersama putra
kembarnya, Dylan dan Zach. Courtney bersembunyi di rumah milik keluarganya itu
dari kejaran mantan suaminya yang abusive. Tanpa disadari, ternyata Dylan sudah
diincar untuk menjalankan misi jahat dari sosok bernama Bughuul.
Tak seperti pendahulunya yang
begitu rapi menyimpan misterinya untuk kemudian diungkap satu per satu, Sinister 2 sudah sejak awal film secara
terang-terangan menjelaskan bagaimana sosok bernama Bughuul menjalankan modus
operandinya. Tentu saja formula yang sama tidak mungkin diaplikasikan di sini,
toh penonton seri pertamanya sudah tahu detailnya. Di sisi lain, dengan gaya
penceritaan seperti ini, penonton baru juga diharapkan bisa dengan mudah
mengikuti jalan ceritanya. Hal ini yang mungkin menjadi penyebab utama banyak
fans seri pertamanya yang kecewa dengan installment kali ini. Meski masih punya
formula berbagai rekaman pembunuhan vintage yang begitu mengerikan, lengkap
dengan musik pengiring yang sudah cukup bikin merinding, secara keseluruhan nuansa
Sinister 2 memang terasa sangat
berbeda dibandingkan yang pertama. Sebagai ganti, formula horror generic,
seperti jumpscare, dimasukkan di berbagai kesempatan untuk ‘menghiasi’ alur ceritanya.
Menariknya, Derrickson-Cargill memasukkan homage dari film horor legendaris Children of the Corn sebagai adegan
klimaks. Konon adegan ini memang sengaja untuk memberikan kesan bahwa anak-anak
yang membunuh dari film rilisan tahun 1984 itu berada di bawah pengaruh
Bughuul.
Memikul peran yang lebih besar
tentu menjadi beban tersendiri bagi James Ransone. Meski tak terlalu memorable,
namun ia berhasil membawa karakter Ex-Deputy So & So menjadi lebih menarik,
terutama dengan mimik wajahnya yang ‘unik’. Shannyn Sossamon yang karirnya
menanjak di awal era 2000-an terutama setelah penampilannya di A Knight’s Tale dan 40 Days and 40 Nights, kembali ke layar lebar dengan peran sebagai
Courtney. Tak terlalu diberi banyak porsi yang berarti maupun kesempatan untuk
berakting lebih, namun aura kecantikan dan sensualitasnya memang tak pernah
pudar, sebagai seorang ibu sekalipun. Sementara yang paling menarik tentu saja
si kembar Robert Daniel dan Dartanian Sloan yang memerankan Dylan dan Zach.
Dengan memerankan karakter yang saling bertolak belakang, keduanya terasa
paling kuat sepanjang durasi film.
Sinister 2 tak punya teknis yang begitu istimewa, seperti pada
sinematografi dan editing yang tergolong standard untuk ukuran film horor.
Namun ia tetap menjadi juara dalam hal score dan pemilihan track-track creepy,
terutama yang mengiringi rekaman-rekaman pembunuhan vintage. Favorit saya
adalah Not Saved dari Ulver yang
mengiringi rekaman Christmas Morning dan tentu saja Gyroscope dari Boards of Canada yang juga muncul di installment
pertamanya.
Sebagai sebuah sekuel, Sinister 2 memang terasa seperti sajian
yang sama sekali berbeda dibandingkan installment pertamanya. Namun bagi
penonton awam atau yang belum familiar dengan seri sebelumnya, ia menjadi
follow up yang menyampaikan ceritanya dengan lebih jelas, dengan kompensasi
kehilangan atmosfer misterius yang menjadi kekuatan utama installment pertama. Masih
bisa menghibur, terutama bagi penonton awam, namun jelas bukan sebagai Sinister yang pernah dikenal sebelumnya.
Lihat data film ini di IMDb.