3.5/5
3D
4DX
Action
Adventure
Alien
Blockbuster
Box Office
Franchise
Hollywood
Humanity
patriotism
Pop-Corn Movie
SciFi
sequel
Summer Movie
The Jose Flash Review
Thriller
War
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Independence Day: Resurgence
Siapa penggemar film blockbuster
Hollywood yang tak mengenal nama Roland Emmerich? Sejajar dengan Michael Bay,
nama Emmerich sebenarnya sudah jauh lebih dulu dikenal sebagai sutradara
film-film blockbuster fenomenal dengan visual effect gila-gilaan sebagai daya
tarik utamanya sebelum Bay populer dengan franchise Transformers yang makin lama makin dicerca kritikus tapi hasil box
office-nya semakin meningkat. Sebelum ‘terpuruk’ menjadi sutradara gigantic
blockbuster yang sebenarnya tak menawarkan banyak hal baru lewat film-filmnya
(let’s saya The Day After Tomorrow
dan 2012 yang… ya begitu deh), salah
satu film yang bisa dianggap sebagai karya terbaiknya adalah Independence Day (ID4, 1996). Di kala
tak banyak film bertemakan serangan alien, ID4 berhasil menjadi racikan pas
antara pertarungan seru melawan alien dengan aspek-aspek humanis yang seimbang.
Apalagi dengan berbagai signatural scene yang boleh dianggap ‘klasik’ dan
visual effect yang membelalakkan mata pada jamannya, ID4 pun menjelma menjadi
salah satu action sci-fi paling mengesankan sepanjang sejarah perfilman. Dengan
alasan menunggu teknologi visual effect yang bisa dengan sempurna mewujudkan
visinya, baru 20 tahun kemudian sekuelnya dihadirkan, Independence Day: Resurgence (IDR). Rentang waktu yang terlalu jauh
(hingga lintas generasi) sebenarnya, yang beresiko pada reaksi penonton
sekaligus hasil box office-nya. Pertaruhan yang tak main-main bagi 20th
Century Fox yang konon harus mengeluarkan budget hingga US$ 165 juta, melebihi
dua kali lipat budget film pertamanya. Bagi penonton, tentu yang paling
ditunggu-tunggu adalah, pencapaian visual effect apa lagi yang ditawarkan
Emmerich lewat IDR.
Dua puluh tahun setelah kejadian
makhluk luar angkasa yang menyerang bumi habis-habisan tapi berhasil dilumpuhkan,
bumi hidup dengan tenang dan damai. Amerika Serikat bersama beberapa negara
lain membentuk Earth Space Defense yang bermarkas di Area 51 untuk mencegah
serangan dari luar angkasa lainnya. Tiba-tiba mereka menemukan ada semacam
benda berbentuk lingkaran yang mendekati bumi. Tak banyak berpikir panjang,
segera mereka meluluh-lantakkan benda tersebut. Setelah diselidiki oleh tim
peneliti, termasuk Dr. Brakish Okun yang baru saja siuman dari koma selama 20
tahun. Sementara di Afrika, David Levinson bertemu Dr. Catherine Madceaux untuk
meneliti lokasi pesawat alien yang jatuh ke bumi. Di bawah pimpinan Dikimbe
Umbutu, pasukan asal Afrika ini berhasil melumpuhkan para alien yang menyerang
sebelumnya.
Ternyata benda berbentuk
lingkaran ini merupakan permulaan dari serangan yang lebih besar. Berangkatlah
‘pahlawan-pahlawan’ muda yang sebenarnya masih punya pertalian dengan
karakter-karakter di ID4, seperti Dylan yang adalah putra Steven Hiller
(karakter yang diperankan oleh Will Smith), Patricia yang adalah putri mantan
presiden Thomas Whitmore, Jake yang adalah tunangan Patricia, Charlie sahabat
Jake, dan tentu saja karakter beretnis Cina (bagi film blockbuster Hollywood
saat ini adalah hal wajib jika ingin filmnya bisa dengan mudah diputar di Cina
dan mencetak box office besar!), Rain, yang adalah keponakan dari Jendral Jiang
Lao, untuk sekali lagi melindungi bumi dari invasi alien.
Simple? Familiar? Come on, alasan
terbesar penonton berbondong-bondong ke bioskop bukan untuk mencari cerita yang
kompleks bukan? You know it’s Roland Emmerich’s and definitely not a Nolan’s.
Secara garis besar cerita, Emmerich memang masih menggunakan formula lawas:
pertarungan melawan alien dengan teknologi yang jauh lebih canggih dari manusia
bumi dengan sentuhan-sentuhan humanis dan patriotisme sebagai bumbu yang
menggerakkan cerita sekaligus emosi. Basi? Tentu saja dengan karakter-karakter
yang sudah familiar bagi penonton ID4, tak susah untuk mengulang formula yang
sama dengan bungkus pertalian dengan karakter-karakter lawas sebagai koneksi.
Itulah sebabnya sebenarnya tak masalah jika ada penonton yang belum menonton
ID4 tapi ingin langsung menikmati IDR. Anda tak akan menemukan kendala ‘nggak
nyambung’ yang berarti. Bagi sebagian besar penonton, bisa jadi. Tanpa adanya
karakter yang diberikan kedalaman lebih dan detail tentang alien yang tergolong
biasa saja, IDR tak ubahnya pengulangan ID4 dengan skala yang serba jauh lebih
bombastis (tapi tidak lebih remarkable). Positifnya, setidaknya meski
menampilkan cukup banyak karakter (baik yang lawas maupun baru), kesemuanya
masih bisa dikenali serta diingat dengan sangat baik tanpa menimbulkan
kebingungan ‘ini siapa?’ atau ‘itu siapa?’.
Now I know that most of us want
to see IDR hoping to see spectacular adventure and battle between human being
and aliens. Tentu saja IDR menyajikannya sebagai menu utama. Bigger and
grandeur, tapi sayangnya tak disusun dengan lebih baik. Banyak adegan
pertarungan yang sedikit mengingatkan saya akan Starship Troopers atau bahkan pesawat-pesawat X-wing vs Death Star
di Star Wars: A New Hope, yang
berpotensi seru tapi tak sampai mencapai titik klimaks yang cukup memuaskan. Seru,
tapi secara keseluruhan adegan bombastisnya terkesan serba tanggung.
Di lini terdepan sebenarnya
diletakkan aktor-aktor muda, seperti Liam Hemsworth sebagai Jake, Jessie T.
Usher sebagai Dylan Hiller, Maika Monroe sebagai Patricia Whitmore, Travis Tope
sebagai Charlie, dan Angelababy sebagai Rain. Liam beruntung diberi karakter
utama yang porsinya jauh lebih banyak dan menarik perhatian ketimbang perannya
di franchise The Hunger Games, meski
secara kualitas akting masih tergolong standard. Angelababy semakin
mengejawantahkan karir dirinya di Hollywood dengan karakter yang juga jauh
lebih noticeable setelah Hitman: Agent 47.
Maika Monroe yang sebelumnya kita kenal lewat It Follows dan The 5th
Wave sedikit lebih menarik perhatian berkat wajahnya yang (menurut saya) di
sini mirip Reese Witherspoon muda.
Di deretan karakter-karakter lawas, Jeff
Goldblum sebagai David Levinson masih tak begitu banyak mengalami perkembangan
selain membawa benang merah feel dari ID4. Chemistry cliché-nya dengan
Charlotte Gainsbourg (senang rasanya melihat dirinya tampil berpakaian utuh
sepanjang film) boleh lah. Di posisi berikutnya ada William Ficthner sebagai
Jendral Adams, Judd Hirsch sebagai Julis Levinson, dan Brent Spinner sebagai
Dr. Brakish Okun. Sementara Bill Pullman sebagai mantan presiden Whitmore, Sela
Ward sebagai Presiden Lanford, dan yang paling parah, Vivica A. Fox sebagai
Jasmine Hiller, tak lebih dari sekedar asal ada atau asal menyambung dari
installment sebelumnya (dan masih bersedia kembali tampil).
Seperti yang sudah saya sampaikan
di beberapa paragraf sebelumnya, IDR menawarkan visual effect yang jauh lebih
banyak, lebih masif, dan lebih detail ketimbang ID4, tapi tak satupun yang
punya remarkable value sekuat ID4. Tata suara yang ditawarkan sedikit banyak
membantu membombardir senses Anda. Scoring dari Herald Kloser dan Thomas Wander
masih berhasil memberikan kesan grande dan blockbuster meski tak juga sampai
menjadi remarkable yang hummable.
Menikmati IDR dengan format 4DX
3D memberikan experience value yang jauh lebih seru, terutama untuk adegan
pesawat tempur menyerang alien yang banyak memanfaatkan sudut pandang a la
simulator. Perpaduan motion seat, vibrating seat, dan hembusan angin membuat
experience perang dengan pesawat tempur semakin seru. Water spray beberapa kali
muncul, seperti saat semburan air laut dan semburan alien. Sementara untuk
asap, kilatan blitz, dan aroma tak banyak tapi muncul di saat yang memang
diperlukan. Terakhir, ankle shock yang biasanya memang tak banyak muncul,
sekali lagi brhasil mengejutkan saya di momen yang pas pula. Untuk efek 3D-nya
tergolong lumayan, terutama dari segi depth of field. Namun tak ada gimmick
pop-out yang cukup berarti.
Secara keseluruhan sebenarnya
tampak upaya Roland Emmerich untuk mengulang ID4 lewat IDR ini. Sayangnya
semakin banyak film action sci-fi yang tergolong remarkable dan inovasi visual
effect yang tak terlalu banyak, membuat IDR terasa jauh berada di bawah ID4. Storytelling
yang juga tergolong kalah rapi (gara-gara terlalu banyak karakter?), membuat
IDR semakin less memorable. Tapi setidaknya, menurut saya IDR tak sampai se-‘biasa’
The Day After Tomorrow atau 2012. Masih ada adegan-adegan aksi spektakuler nan seru yang
membuat sadar bahwa saya selalu merindukan mengalami petualangan melawan alien
seperti ini sesekali. Just for instant exciting experience. Go see for this
purpose, and you’ll still be highly-entertained.
Lihat data film ini di IMDb.