The Jose Flash Review
Independence Day: Resurgence

Siapa penggemar film blockbuster Hollywood yang tak mengenal nama Roland Emmerich? Sejajar dengan Michael Bay, nama Emmerich sebenarnya sudah jauh lebih dulu dikenal sebagai sutradara film-film blockbuster fenomenal dengan visual effect gila-gilaan sebagai daya tarik utamanya sebelum Bay populer dengan franchise Transformers yang makin lama makin dicerca kritikus tapi hasil box office-nya semakin meningkat. Sebelum ‘terpuruk’ menjadi sutradara gigantic blockbuster yang sebenarnya tak menawarkan banyak hal baru lewat film-filmnya (let’s saya The Day After Tomorrow dan 2012 yang… ya begitu deh), salah satu film yang bisa dianggap sebagai karya terbaiknya adalah Independence Day (ID4, 1996). Di kala tak banyak film bertemakan serangan alien, ID4 berhasil menjadi racikan pas antara pertarungan seru melawan alien dengan aspek-aspek humanis yang seimbang. Apalagi dengan berbagai signatural scene yang boleh dianggap ‘klasik’ dan visual effect yang membelalakkan mata pada jamannya, ID4 pun menjelma menjadi salah satu action sci-fi paling mengesankan sepanjang sejarah perfilman. Dengan alasan menunggu teknologi visual effect yang bisa dengan sempurna mewujudkan visinya, baru 20 tahun kemudian sekuelnya dihadirkan, Independence Day: Resurgence (IDR). Rentang waktu yang terlalu jauh (hingga lintas generasi) sebenarnya, yang beresiko pada reaksi penonton sekaligus hasil box office-nya. Pertaruhan yang tak main-main bagi 20th Century Fox yang konon harus mengeluarkan budget hingga US$ 165 juta, melebihi dua kali lipat budget film pertamanya. Bagi penonton, tentu yang paling ditunggu-tunggu adalah, pencapaian visual effect apa lagi yang ditawarkan Emmerich lewat IDR.

Dua puluh tahun setelah kejadian makhluk luar angkasa yang menyerang bumi habis-habisan tapi berhasil dilumpuhkan, bumi hidup dengan tenang dan damai. Amerika Serikat bersama beberapa negara lain membentuk Earth Space Defense yang bermarkas di Area 51 untuk mencegah serangan dari luar angkasa lainnya. Tiba-tiba mereka menemukan ada semacam benda berbentuk lingkaran yang mendekati bumi. Tak banyak berpikir panjang, segera mereka meluluh-lantakkan benda tersebut. Setelah diselidiki oleh tim peneliti, termasuk Dr. Brakish Okun yang baru saja siuman dari koma selama 20 tahun. Sementara di Afrika, David Levinson bertemu Dr. Catherine Madceaux untuk meneliti lokasi pesawat alien yang jatuh ke bumi. Di bawah pimpinan Dikimbe Umbutu, pasukan asal Afrika ini berhasil melumpuhkan para alien yang menyerang sebelumnya.

Ternyata benda berbentuk lingkaran ini merupakan permulaan dari serangan yang lebih besar. Berangkatlah ‘pahlawan-pahlawan’ muda yang sebenarnya masih punya pertalian dengan karakter-karakter di ID4, seperti Dylan yang adalah putra Steven Hiller (karakter yang diperankan oleh Will Smith), Patricia yang adalah putri mantan presiden Thomas Whitmore, Jake yang adalah tunangan Patricia, Charlie sahabat Jake, dan tentu saja karakter beretnis Cina (bagi film blockbuster Hollywood saat ini adalah hal wajib jika ingin filmnya bisa dengan mudah diputar di Cina dan mencetak box office besar!), Rain, yang adalah keponakan dari Jendral Jiang Lao, untuk sekali lagi melindungi bumi dari invasi alien.

Simple? Familiar? Come on, alasan terbesar penonton berbondong-bondong ke bioskop bukan untuk mencari cerita yang kompleks bukan? You know it’s Roland Emmerich’s and definitely not a Nolan’s. Secara garis besar cerita, Emmerich memang masih menggunakan formula lawas: pertarungan melawan alien dengan teknologi yang jauh lebih canggih dari manusia bumi dengan sentuhan-sentuhan humanis dan patriotisme sebagai bumbu yang menggerakkan cerita sekaligus emosi. Basi? Tentu saja dengan karakter-karakter yang sudah familiar bagi penonton ID4, tak susah untuk mengulang formula yang sama dengan bungkus pertalian dengan karakter-karakter lawas sebagai koneksi. Itulah sebabnya sebenarnya tak masalah jika ada penonton yang belum menonton ID4 tapi ingin langsung menikmati IDR. Anda tak akan menemukan kendala ‘nggak nyambung’ yang berarti. Bagi sebagian besar penonton, bisa jadi. Tanpa adanya karakter yang diberikan kedalaman lebih dan detail tentang alien yang tergolong biasa saja, IDR tak ubahnya pengulangan ID4 dengan skala yang serba jauh lebih bombastis (tapi tidak lebih remarkable). Positifnya, setidaknya meski menampilkan cukup banyak karakter (baik yang lawas maupun baru), kesemuanya masih bisa dikenali serta diingat dengan sangat baik tanpa menimbulkan kebingungan ‘ini siapa?’ atau ‘itu siapa?’.

Now I know that most of us want to see IDR hoping to see spectacular adventure and battle between human being and aliens. Tentu saja IDR menyajikannya sebagai menu utama. Bigger and grandeur, tapi sayangnya tak disusun dengan lebih baik. Banyak adegan pertarungan yang sedikit mengingatkan saya akan Starship Troopers atau bahkan pesawat-pesawat X-wing vs Death Star di Star Wars: A New Hope, yang berpotensi seru tapi tak sampai mencapai titik klimaks yang cukup memuaskan. Seru, tapi secara keseluruhan adegan bombastisnya terkesan serba tanggung.

Di lini terdepan sebenarnya diletakkan aktor-aktor muda, seperti Liam Hemsworth sebagai Jake, Jessie T. Usher sebagai Dylan Hiller, Maika Monroe sebagai Patricia Whitmore, Travis Tope sebagai Charlie, dan Angelababy sebagai Rain. Liam beruntung diberi karakter utama yang porsinya jauh lebih banyak dan menarik perhatian ketimbang perannya di franchise The Hunger Games, meski secara kualitas akting masih tergolong standard. Angelababy semakin mengejawantahkan karir dirinya di Hollywood dengan karakter yang juga jauh lebih noticeable setelah Hitman: Agent 47. Maika Monroe yang sebelumnya kita kenal lewat It Follows dan The 5th Wave sedikit lebih menarik perhatian berkat wajahnya yang (menurut saya) di sini mirip Reese Witherspoon muda.

Di deretan karakter-karakter lawas, Jeff Goldblum sebagai David Levinson masih tak begitu banyak mengalami perkembangan selain membawa benang merah feel dari ID4. Chemistry cliché-nya dengan Charlotte Gainsbourg (senang rasanya melihat dirinya tampil berpakaian utuh sepanjang film) boleh lah. Di posisi berikutnya ada William Ficthner sebagai Jendral Adams, Judd Hirsch sebagai Julis Levinson, dan Brent Spinner sebagai Dr. Brakish Okun. Sementara Bill Pullman sebagai mantan presiden Whitmore, Sela Ward sebagai Presiden Lanford, dan yang paling parah, Vivica A. Fox sebagai Jasmine Hiller, tak lebih dari sekedar asal ada atau asal menyambung dari installment sebelumnya (dan masih bersedia kembali tampil).

Seperti yang sudah saya sampaikan di beberapa paragraf sebelumnya, IDR menawarkan visual effect yang jauh lebih banyak, lebih masif, dan lebih detail ketimbang ID4, tapi tak satupun yang punya remarkable value sekuat ID4. Tata suara yang ditawarkan sedikit banyak membantu membombardir senses Anda. Scoring dari Herald Kloser dan Thomas Wander masih berhasil memberikan kesan grande dan blockbuster meski tak juga sampai menjadi remarkable yang hummable.

Menikmati IDR dengan format 4DX 3D memberikan experience value yang jauh lebih seru, terutama untuk adegan pesawat tempur menyerang alien yang banyak memanfaatkan sudut pandang a la simulator. Perpaduan motion seat, vibrating seat, dan hembusan angin membuat experience perang dengan pesawat tempur semakin seru. Water spray beberapa kali muncul, seperti saat semburan air laut dan semburan alien. Sementara untuk asap, kilatan blitz, dan aroma tak banyak tapi muncul di saat yang memang diperlukan. Terakhir, ankle shock yang biasanya memang tak banyak muncul, sekali lagi brhasil mengejutkan saya di momen yang pas pula. Untuk efek 3D-nya tergolong lumayan, terutama dari segi depth of field. Namun tak ada gimmick pop-out yang cukup berarti.

Secara keseluruhan sebenarnya tampak upaya Roland Emmerich untuk mengulang ID4 lewat IDR ini. Sayangnya semakin banyak film action sci-fi yang tergolong remarkable dan inovasi visual effect yang tak terlalu banyak, membuat IDR terasa jauh berada di bawah ID4. Storytelling yang juga tergolong kalah rapi (gara-gara terlalu banyak karakter?), membuat IDR semakin less memorable. Tapi setidaknya, menurut saya IDR tak sampai se-‘biasa’ The Day After Tomorrow atau 2012.  Masih ada adegan-adegan aksi spektakuler nan seru yang membuat sadar bahwa saya selalu merindukan mengalami petualangan melawan alien seperti ini sesekali. Just for instant exciting experience. Go see for this purpose, and you’ll still be highly-entertained.

Lihat data film ini di IMDb
Diberdayakan oleh Blogger.