The Jose Movie Review
Les Misérables

Overview
Seberapa sering frekuensi film musikal singgah di layar bioskop? Apalagi di Indonesia yang penontonnya entah kenapa masih banyak yang menganggap film musikal sebagai hal konyol dan norak. Pasti Anda sering mendengar cibiran, “ciih… mau mati aja pake nyanyi-nyanyi segala…” Saya sebenarnya marah dengan pendapat shallow seperti ini tetapi apa lacur. Seni teater terutama musikal memang tidak begitu dikembangkan di sini sehingga tidak begitu akrab dengan masyarakat kita. Kalaupun ada yang masih survive, sudah terlanjur lekat dengan tontonan kelas menengah ke bawah yang menganggap nonton film di bioskop sebagai barang mewah. Berbanding terbalik dengan di Amerika Utara atau negara-negara di Eropa di mana seni teater menjadi hiburan mewah yang malah dinikmati oleh kalangan atas dan borjuis hingga kini. Jadi saya sebenarnya agak bingung dengan selera masyarakat kita yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Well, whatever it is, jika Anda open-minded dengan tontonan musikal atau malah menggemarinya, maka pantang untuk melewatkan sajian musikal teranyar Hollywood tahun ini.

Les Misérables (LM) sebenarnya bukan karya baru. Novel karangan Victor Hugo ini sudah ada sejak berabad lalu dan hingga kini udah sering sekali diangkat dalam berbagai medium. Terakhir yang terkenal adalah versi tahun 1998 yang dibintangi Liam Neeson, Geoffrey Rush, Uma Thurman, dan Claire Danes. Namun baru 2012 ini versi drama musikalnya diangkat ke layar lebar dengan bintang-bintang masa kini yang tak kalah berkelasnya; Hugh Jackman, Russell Crowe, Anne Hathaway, dan Amanda Seyfried. Anda tidak perlu mengenal jalinan cerita aslinya untuk bisa menikmati versi musikalnya ini. Justru Anda akan semakin terpukau oleh kisah menyentuh dan menginspirasinya yang dibawakan dengan performa luar biasa dari para aktornya.

Berbeda dengan kebanyakan drama musikal yang diangkat ke layar lebar dimana masih ada dialog-dialog yang dibawakan secara non-musikal, LM menyajikan lebih dari 90% dialognya dalam bentuk nyanyian. Sekali lagi saya harus memaklumi penonton-penonton yang berkeluh-kesah seperti yang saya tulis di awal. Teknik aktor yang langsung menyanyikan nomor-nomor ketika direkam gambarnya memang terasa berbeda dengan film-film musikal lain yang menggunakan teknik pengambilan gambar dan suara terpisah. Mungkin bakal terasa kasar dan tidak sesempurna ketika direkam terpisah lalu disatukan dan diedit. Sebaliknya, justru teknik seperti ini berhasil merekam emosi yang sangat hidup ketika para aktor membawakan nomor-nomornya. Apalagi seringkali shot yang digunakan adalah close-up ke wajah karakter dan juga one-take shot. Oke mungkin tidak one-take shot, tetapi untuk adegan satu lagu penggunaan variasi angle-nya tak banyak. And for me, it worked very well.

Durasi yang sekitar dua setengah jam dan rentang waktu cerita yang juga cukup panjang berhasil diterjemahkan oleh Tom Hopper (The King’s Speech) dengan sangat efektif dan pace yang mengalir lancar, seolah ia memboyong panggung teater ke layar dengan background hidup yang luar biasa. Jika Anda merasakan kelelahan di tengah-tengah cerita, stay tune. Itu bukan karena alur ceritanya, tetapi bisa jadi Anda kelelahan menyantap dialog-dialog yang dilagukan. Apalagi jika Anda belum terbiasa menonton film musikal. Percayalah, LM punya ending yang sangat menyentuh dan melegakan. I shed happiness tears at the end.

So Anda tidak boleh melewatkan kesempatan untuk menyaksikan suguhan film drama musikal terbaik dekade ini di layar bioskop. Sungguh sebuah pengalaman sinematik  luar biasa megah yang jarang bisa Anda dapatkan, sambil menunggu, syukur-syukur, jika kelak di Indonesia hiburan teater (khususnya musikal) bisa berkembang dan menyentuh segmen yang lebih luas.

The Casts

Semua cast mendukung LM dengan teramat baik dan justru menjadi kekuatan utama film. Terutama sekali yang paling menonjol tentu saja Anne Hathaway yang meski porsinya tak banyak namun sangat berhasil mencuri perhatian serta hati saya. I Dreamed a Dream dan potongan bait di Epilogue membuat saya merinding berkat olah vokal serta penghayatan emosi yang mengagumkan. Russell Crowe dan Amanda Seyfried tidak begitu mengejutkan karena masing-masing sudah punya pengalaman di dunia musik,

Hugh Jackman meski memegang peran utama dan dinominasikan di Academy Awards, somehow tidak begitu menarik perhatian saya. Well okay, dia tampil beda dari peran biasanya dan emosinya keluar dengan sangat baik di berbagai adegan. Ia tampak begitu berusaha keras untuk bernyanyi dan saya hargai itu, akan tetapi saya tidak bisa bohong bahwa banyak dari lirik yang ia bawakan tidak begitu jelas nadanya. Forgive me but I don’t like his musical performance.

Kejutan paling besar terletak pada pendatang baru Samantha Barks, pemeran Eponine. Dengan paras yang seksi dan suara yang powerful, saya yakin banyak produser film maupun rekaman yang akan meliriknya. Kejutan lainnya yang ternyata mampu menyegarkan sehingga tidak melulu beraura mellow adalah Sacha Baron Cohen dan Helena Bonham Carter. One of my favorite performances and numbers.

Eddie Redmayne yang sebelumnya kita kenal sebagai brondong yang menarik perhatian Marilyn Monroe di My Week with Marilyn, ternyata mampu mengolah vokal dengan sangat baik di balik aktingnya yang sudah above average. Terakhir, penampilan aktor-aktor kecil, Daniel Huttlestone (Gavroche) dan Isabelle Allen (Cossette kecil) yang menggemaskan dan juga berhasil menjadi scene stealer.

Technical

Setting Perancis abad 19 dihidupkan dengan sangat baik dan detail; setting lokasi, kostum, dan make-up. Meski penampakan bendera Perancis yang tidak sesuai dengan jamannya namun overall magnificent.

Shot close-up yang memaksimalkan tampilan akting para aktor untuk membuat penonton merasakan emosi cerita diseimbangkan dengan longshot yang merekam keindahan latar panoramic, menghasilkan satu kesatuan yang luar biasa indah.

Terakhir, tak perlu lagi rasanya saya memuji tata suara dan tata music-nya. The best in years.

The Essence

Les Misérables membawa kita ke masa di mana masyarakat menganut istilah “once a thief, forever a thief”. Sebenarnya paham seperti ini masih terus berlaku hingga sekarang, di negara yang menganut sistem hukum yang (katanya) adil sekalipun. Cap negatif seperti ini yang mungkin lantas membuat pelaku kejahatan terus mengulangi aksinya. Toh mau sebaik apapun berperilaku, imagenya tidak bisa berubah.

Karakter Jean Valjean merepresentasikan kejahatan yang ditebus oleh kebaikan demi kebaikan sepanjang hidup. Meski masa lalu yang kelam terus menghantui, ketulusannya yang konsisten membuahkan ketentraman hati.

They who will enjoy this the most

  • Classical story fans (especially Victor Hugo)
  • Renaissance themed lovers
  • Musical drama enthusiasts

Academy Awards 2013 Nominees for :

  • Best Achievement in Costume Design
  • Best Achievement in Makeup and Hairstyling
  • Best Achievement in Music Written for Motion Pictures, Original Song
  • Best Achievement in Production Design
  • Best Achievement in Sound Mixing
  • Best Motion Picture of the Year
  • Best Performance by an Actor in a Leading Role
  • Best Performance by an Actress in a Supporting Role
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.