3/5
Action
Gore
Kung Fu
Martial Art
Pop-Corn Movie
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Man with the Iron Fists
Overview
Saya yakin setidaknya ada dua
tipe penonton yang "tertipu" oleh materi promosi The Man with the Iron Fists (TMwtIF). Yang pertama adalah yang
mengira ini adalah film Mandarin produksi Cina asli. Yang kedua adalah yang tertarik
karena embel-embel “Quentin Tarantion presents”. Saya termasuk yang tipe kedua meski saya tahu
ini hanyalah sekedar trik promosi agar lebih menjual, seperti yang pernah
dilakukan Hostel 2005 silam. Quentin
Tarantino bahkan sama sekali tidak terlibat dalam pembuatan film ini, kecuali
hanya memberikan saran dan masukan untuk sang penggagas (penulis, sutradara,
sekaligus aktor di TMwtIF), RZA. Namun saya mengharapkan setidaknya gaya dan
kegilaan yang setipe dengan film-film Quentin Tarantino.
Bagi RZA yang lebih dikenal
sebagai anggota band rap Wu Tang Clan, ini adalah kali pertamanya ia menulis
sekaligus menyutradarai sebuah film. Dibantu Eli Roth (sutradara Hostel), inilah proyek ambisius
pertamanya yang dibuat berdasarkan kecintaannya terhadap film kungfu Mandarin
ala Shaw Brothers.
Nuansa tribute jelas terasa sejak
opening title yang bergaya vintage Shaw Brothers. Selebihnya, RZA menghadirkan
adegan-adegan aksi kungfu yang dipenuhi darah dan organ tubuh berhamburan
kemana-mana. Fun? Jelas. Meski tidak se-exciting dan tidak se-remarkable Kill Bill, setidaknya TMwtIF sedikit
memuaskan kerinduan saya akan adegan-adegan aksi sejenis. Tema blaxploitation
(film yang mengeksploitasi etnis kulit hitam) turut diselipkan dalam sebuah
adegan flashback.
Aura film yang berusaha serius
dan kelam menjadi bumerang bagi RZA. Seandainya TMwtIF dibuat lebih dinamis
dengan aura film yang lebih gokil seperti Kill
Bill volume 1, saya yakin hasilnya akan jauh lebih enjoyable.
Lupakan sejenak berbagai logika
terutama dari segi kehadiran etnis tertentu yang janggal untuk tinggal di
sebuah teritori. Secara cerita, RZA memang terasa berusaha sekeras mungkin
untuk menghadirkan cerita yang dipenuhi konflik dari berbagai karakter yang
sama banyaknya dengan di film-film Guy Ritchie. Meski jika mau digaris bawahi, plotnya
hanyalah sebuah perebutan emas oleh berbagai pihak dengan macam-macam
kepentingan. Namun RZA bukanlah Quentin Tarantino maupun Guy Ritchie. Kemampuan
menulisnya masih jauh dari bagus. Alih-alih tampak keren, cerita hasil
tulisannya terasa bertele-tele, cheesy, dan dalam berbagai kesempatan terasa
boring. Terutama sekali ia harus belajar merangkai alur dengan pace yang tepat
dan memilah-milah adegan serta dialog yang perlu agar tidak mengganggu
keseluruhan cerita. Saya justru masih bisa memaklumi cerita yang sederhana dan
klise untuk film-film sejenis ini ketimbang penuh konflik tapi sangat terasa
dibuat-buat. Toh, saya yakin bagi penonton jenis film seperti ini orisinalitas
cerita tidak lah begitu penting. Yang penting adegan-adegan aksi penuh darah yang
remarkable dan breath-taking. Seandainya ceritanya juga bagus dan orisinal,
then it’s a bonus.
The Casts
Meski karakter Blacksmith yang
diperankan RZA menjadi karakter utama (bahkan dijadikan titel film), namun di
mata saya perannya tidak begitu menonjol maupun mencuri layar. Porsinya sama
rata dengan karakter yang diperankan Russell Crowe (Jack Knife), Lucy Liu
(Madam Blossom), maupun Rick Yune (Zen Yi). Karakter yang lebih menonjol berkat
kecantikan dan kemampuannya dalam bela diri adalah Lady Silk (Jamie Chung) dan
Gemini Female (Grace Huang). Sementara kehadiran pegulat WWE David Bautista
bisa dibilang hanya penghias cerita, seperti halnya The Rock (Dwayne Johnson)
ketika mengisi peran The Scorpion King di The
Mummy Returns.
Technical
Adegan kungfu yang dipenuhi
organ-organ tubuh terlepas dari letaknya dan aneka adegan berdarah-darah
lainnya ditampilkan dengan sangat meyakinkan dan keren. Begitu juga beberapa
CGI yang menghadirkan perubahan tubuh David Bautista pun tampak keren. Sayang penggunaan multi-panel framing terkesan hanya untuk gaya-gayaan. Terbukti setiap kali kemunculannya tidak memberikan efek apa-apa. Gambar di tiap panel tidak memberikan informasi yang berbeda. Dengan kata lain, penggunaan multi-panel framing-nya mubazir.
Dari segi score dan music tentu
saja dihadirkan oleh RZA sendiri. Saya pribadi tidak masalah dengan fusion
antara music rap hip-hop dan cerita berlatar Cina jaman kungfu. Namun pemilihan
tune yang sesuai agaknya tetap harus diperhatikan. Ini berkaitan dengan aura
film secara keseluruhan.
The Essence
Hmmm… kali ini persetan dengan esensi. Nikmati saja adegan-adegan
kungfu sadis yang bertebaran di sepanjang film.
They who will enjoy this the most
- Shaw Brothers style kungfu film fans
- Actio-gore enthusiasts
Lihat data film ini di IMDb.